Mohon tunggu...
Adrin Ma'ruf
Adrin Ma'ruf Mohon Tunggu... Dokter Hewan -

Dokter Hewan yg cinta menulis, dan berkarya.....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

50 Tahun Nasib G30S/PKI

13 Oktober 2015   20:05 Diperbarui: 13 Oktober 2015   20:14 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk mencapai tujuan itu, rekonsiliasi terdiri atas empat elemen yang perlu dicapai secara seimbang. Elemen tersebut adalah keadilan, pencarian kebenaran, reformasi kelembagaan, dan reparasi. Keadilan, perdamaian, dan demokrasi bukan merupakan sasaran ekslusif yang terpisah dengan yang lain, tetapi imperative yang saling memperkuat, dan memerlukan perencanaan yang strategis, kesatuan rencana, dan penahapan yang cermat. Elemen pencarian kebenaran jadi penting sebagai wujud dari hak korban atas kebenaran. Pencarian kebenaran cara yang penting untuk menyembuhkan luka lama, mengidentifikasi kelemahan dalam system atau pembuatan kebijakan untuk dapat kita perbaiki. Elemen reofmasi kelembagaan menjadi bagian keadilan transisional. Reparasi merupakan proyek pemerintah yang menyatakan pengakuan kepada mereka yang hak-hak dasarnya telah dilanggar, meliputi pengakuan atas pelanggaran hak korban, pengakuan atas tanggung jawab Negara, dan pengakuan atas cidera yang diderita korban sebagai akibat dari tindak kekerasan. Reparasi simbolis dapat berupa pernyataan penyesalan, penentuan hari-hari peringatan, pembangunan monumen atau museum. Yang terpenting disini ialah bahwa semua tentnag kesalahan apa yang dilakukan dalam kaitan dengan kewenangan berbagai lembaga, hubungan antar kewenangan lembaga serta kewajiban untuk patuh pad berbagai peraturan perundang-undangan yang ada perlu diidentifikasi sehingga menjelaskan mengapa sampai teradi pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan pada sesame bangsa. Kelemahan dan kesalahan itulah yang kita koreksi agar peristiwa serupa tidak terulang.

Dari uraian di atas, jelas bahwa rekonsiliasi bukanlah konsep upaya memntingkan salah satu kelompok yang terlibat dalam tindak kekerasan. Rekonsilisasi bukan untuk membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Rekonsiliasi juga bukan untuk menjustifikasi tuntutan salah satu pihak terhadap pihak lain. Rekonsiliasi adalah upaya penyelesaian konflik yang selalu berpihak pada kepentingan bangsa.

                Upaya rekonsiliasi juga memberikan harapan kepada para korban ketika Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Nasional sudah menyerahkan nama calon anggota kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memerlukan waktu lama sekali untuk menentukan para angora KKR. Di tengah masa menunggu itu, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU KKR pada awal desember 2006. Dan sampai saat ini masih belum ada tanda-tanda akan muncul UU KKR pengganti UU yang telah dibatalkan itu walau sudah delapan tahun berlalu.

                Dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo, Agustus 2015 menyatakan sebelum tercapai rekonsiliasi, tentu perlu dilakukan pengungkapan kebenaran yang akan terbantu oleh berbagai kajian selama 50 tahun ini. Dan beliau menyatakan secara tersirat, membantuk tim untuk melakukan rekonsiliasi terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu, termasuk 1965. Informasi ini tentunya menimbulkan reaksi yang berbeda di dalam berbagai kelompok ada yang senang dan ada yang  tidak.

Komnas HAM pada Juli 2012 melaporkan tentang kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi secara sistematis pada tahun 1965-1966. Laporan dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan di empat wilayah. (Maumere, Maluku, Sumatra Selatan, dan Sumatra Utara) dan pengumpulan kesaksian.dari 349 saksi dan korban. Menurut UU No 26/1926 tentang pengadilan HAM junto Pasal 7 Statuta Roma, kejahatan-kejahatan ini didefinisikan sebagai kejahatan terhadap kemanusaiaan.

Namun sayangnya rekonsiliasi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia masih sulit dimulai. Salah satu penyebabnya, pengertian rekonsiliasi dipahami secara awam oleh pihak yang terlibat konflik, dan rekonsiliasi sendiri masih digunakan untuk kepentingan setiap pihak. Keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi terlaksananya rekonsiliasi.

Mengingat di Indonesia tidak bisa dilakukan proses hukum terhadap mereka yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat pada 1965/1966, sejumlah orang punya prakarsa untuk menyelenggarakan International People Tribune (IPT 1965) terhadap mereka yang diduga sebagai pelaku. IPT itu dilaksanakan di Den Haag dari Oktober 2015 sampai Oktober 2016 . IPT akan mendakwa pihak negara (terutama militer) yang diduga kuat menjadi pelaku dalam perkara itu.

Sikap Warga Saat Ini

Bagaimana sikap warga terhadap peristiwa yang sudah terjadi 50 tahun yang lalu itu? Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh sebuah lembaga penyiaran pada 29 September 2015, terdapat empat kelompok yang memilki sikap berbeda-beda terhadap peristiwa ini.

Pertama, adalah kelompok antirekonsiliasi yang saya kira jumlahnya kecil. Mereka menganggap TNI dan kelompok sipil telah melakukan upaya tepat untuk menyelamatkan NKRI. Rencana rekonsiliasi dianggap tidak perlu, karena PKI memang pantas mendapatkan perlakuan seperti yang sudah terjadi.

Kedua, adalah kelompok yang setuju dengan adanya rekonsilisasi, yang menganggap warga PKI dan non-PKI sama-sama menjadi korban. Menurut mereka, Negara bisa meminta maaf kepada korban, bukan kepada PKI. Rekonsiliasi yang sudah berjalan, dipertahankan dan dilaksanakan dengan ketulusan dan kejujuran agar tidak terjadi prasangka buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun