Pada akhirnya guru dipaksa, untuk mengikuti instruksi perubahan kurikulum tersebut. Apakah hasil pemaksaan itu bagus? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Banyak faktornya, tergantung kesiapan SDM dan prasarana pendukungnya. Tapi ini kalau dibahas tentu panjang ceritanya.
Saya sebagai guru juga mengiyakan, bahwa perubahan kurikulum yang cepat, belum ada 7 tahun sudah berubah memang menjadikan masalah tersendiri. Walaupun, sebagai guru ya saya harus siap dengan perubahan tersebut. Â Saya tak mempermasalahkannya, tapi saya berhati-hati untuk menjadi sales kurikulum. Itu patokannya.
Holiday Blues Seorang Guru
Banyak yang mengira bahwa guru punya jatah libur yang panjang. Padahal sekarang, guru saat libur semester masih banyak yang masuk untuk piket dan lain sebagainya.
Tapi sejatinya mereka tidak benar-benar libur, jika menengok kawan-kawan yang memang bersemangat menyiapkan semester baru yang dihadapi. Tapi saya tak mau jadi idealis, karena masih banyak juga guru yang libur ya libur tak mau memikirkan urusan administrasi sekolah.
Namun, apakah itu bentuk libur yang efektif untuk guru? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Jika itu efektif tentu ketika masuk semester baru, semangat baru dan menggebu. Bukan menjadi malas menghadapai rutinitas mengajar lagi.
Jika ternyata masih ada rasa malas, berat meninggalkan zona nyaman liburan berarti inilah Holiday Blues. Masih ada rasa mager, rasa malas jumpa dengan anak didiknya, malas mengerjakan administrasi pembelajaranya, malas juga merancang pembelajaran yang menyenangkan.
Meminimalisir Perasaan Holiday Blues Bagi Guru
1. Olahraga
Terdengar aneh dan tak nyambung. Tapi ini saya praktekan 2-3 kali seminggu saya selalu rutin melakukan stretching dan gerakan sederhana untuk membakar kalori tubuh. Sederhananya mengeluarkan keringat di sore hari atau pagi hari.
Hal ini membantu saya untuk lebih fresh. Baik kesegaran fisik maupun pikiran saya. Saya lebih fokus dan efisien dalam menyelesaikan tugas administrasi selama liburan. Hasilnya, tentu lebih baik dari apa yang saya harapkan.
2. Menghargai Kenangan
Momen interaksi dengan anak  dan teman-teman sejawat terkadang menjadi momen yang berharga. Saya coba untuk memanggil memori - memori membahagiakan tersebut untuk menyiapkan mental menghadapi hari pertama masuk setelah liburan.
Menghargai Kenangan memberikan dampak semangat untuk berinteraksi kembali secara fisik dengan anak didik. Bergurau dengan batasan yang ada pada hari pertama masuk menjadi momen yang berharga, tidak hanya untuk diri kita tapi juga untuk anak didik di kelas.
3. Ingat kembali Tujuan
Setiap proses pembelajaran pasti punya target yang harus dicapai. Bukan menjadi beban pikiran, tapi kita coba berpikir bahwa kita masih punya kesempatan menyampaikan pembelajaran kepada anak-anak.