Mohon tunggu...
Muhammad Wachid Anwar
Muhammad Wachid Anwar Mohon Tunggu... Guru - GURU BK

Saya adalah Guru BK di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan di Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Faktor Bullying di Sekolah dan Dampaknya di Masa Depan

29 Februari 2024   08:55 Diperbarui: 29 Februari 2024   08:58 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lifestyle.okezone.com/read/2018/07/17/196/1923366/komunikasi-jadi-kunci-waspadai-bullying-pada-siswa-baru

Kekerasan dalam dunia pendidikan adalah fakta yang sudah sering terjadi. Di Jakarta, hampir tiap pekan ada tawuran pelajar yang karena seringnya, peristiwa tersebut sudah tidak lagi menarik bagi para pencari berita. Beberapa waktu lalu, dunia pendidikan tanah air sempat juga dihebohkan oleh kasus Geng Nero yang beranggotakan para pelajar putri di Pati Jawa Tengah. Geng pelajar putri ini menjadi terkenal seantero negeri setelah video rekaman penganiayaan mereka terhadap pelajar putri lainnya beredar di internet dan diangkat secara luas oleh media massa nasional. Fakta tersebut kemudian menguak salah satu sisi gelap pergaulan pelajar, di mana ternyata kasus serupa tidak hanya terjadi di Pati, tetapi banyak terjadi juga di beberapa kota lain, dan terlebih di kota-kota besar. Fakta mengejutkan tersebut sontak membuka mata banyak pihak tentang bentuk lain dari kekerasan di sekolah dan dunia pendidikan pada umumnya.

Selama ini, ketika berbicara mengenai kekerasan pelajar, topik yang seringkali muncul adalah tentang tawuran pelajar. Padahal sebenarnya ada bentuk lain kekerasan di sekolah yang jarang muncul ke permukaan tetapi dapat menimbulkan dampak yang jauh lebih serius, yakni bullying. Kasus penganiayaan pelajar anggota Geng Nero terhadap pelajar lainnya seperti disebutkan di awal tulisan ini adalah termasuk dalam kategori bullying.

Tulisan ini hendak membahas bullying beserta karakteristiknya, perbedaannya dengan bentuk perilaku kekerasan lain, dampaknya serta aksi apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menangani bullying, baik korban maupun pelaku.

PEMBAHASAN

  • Definisi Bullying

Secara harfiah, kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal: menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolok- olok, memaki), dan mental/ psikis (misal: memalak, mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan di antara ketiganya (Olweus, 1993: 24).

Berdasarkan definisi tersebut, bullying terjadi karena dua hal: pertama, adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan target (korban) yang lebih lemah. Ketidakseimbangan kekuatan ini bisa berupa ukuran badan, kekuatan fisik, jumlah pelaku versus korban, kepandaian bicara, gender (jenis kelamin), status sosial, dan perasaan lebih superior. Unsur ketidakseimbangan kekuatan dan intensitas yang berulang-ulang inilah yang membedakan bullying dengan bentuk kekerasan lainnya. Dalam konflik antara dua orang atau antar kelompok yang kekuatannya sama (termasuk tawuran massal antar pelajar), masing-masing memiliki kekuatan berimbang dan memiliki kemampuan untuk saling menyerang atau menawarkan solusi dan kompromi untuk menyelesaikan masalah. Dalam kasus bullying, ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan korbannya menghalangi keduanya untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri, sehingga perilaku kekerasan ini terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, penyelesaian bullying perlu kehadiran pihak ketiga. Sebagai contoh, seorang siswa yang mendapat perlakuan bullying dari teman sekolahnya yang lebih kuat, perlu bantuan orang dewasa seperti guru atau orangtua untuk menolongnya. Kedua, adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan orang lain. Kepentingan tersebut bisa berupa keinginan untuk menunjukkan kekuasaan atau superioritas, kepentingan ekonomi, atau hanya sekedar memenuhi kepuasan diri melihat orang lain tunduk padanya (Olweus, 1993: 25).

Bullying dapat terjadi di lingkungan mana saja di mana terjadi interaksi sosial antar manusia, antara lain di sekolah (school bullying), kampus, tempat kerja (workplace bullying), dunia maya (cyber bullying), lingkungan politik (political bullying), lingkungan militer (military bullying), dan lingkungan masyarakat (preman, geng motor). Dalam hal ini, bullying di sekolah adalah kasus yang sering dilupakan. Padahal, bullying di sekolah dapat menyebabkan efek yang sangat serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang bagi para korbannya. Dalam jangka pendek bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau bahkan menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri bagi si korban. Sedangkan dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita masalah gangguan emosional dan perilaku (Indonesian Anti-Bullying, http:// id.wordpress.com/tag/bullying).

Fakta-fakta berikut barangkali cukup membuktikan dampak bullying yang begitu serius dan mengkhawatirkan. Pada tahun 2005 lalu, seorang gadis remaja berusia 13 tahun siswi SMP 10 Bantar Gebang, Bekasi, ditemukan tergantung di kamar mandi rumahnya. Gadis tersebut diyakini mengakhiri hidupnya karena merasa malu sering diejek teman-teman sekelasnya sebagai anak tukang bubur. Kasus yang hampir sama dialami oleh gadis bernama Linda Utami (15 tahun), siswi kelas 2 di SLTPN 12 Jakarta. Ia ditemukan menggantung diri di kamar tidurnya. Tindakan tersebut diduga kuat terjadi karena depresi akibat sering diejek teman-temannya di sekolah lantaran ia tidak naik kelas (http://mfahmia2705.blogspot.com/2007/06/ budaya-bullying-di-sekitar-kita.html).

Mengapa kasus bullying di sekolah ini kurang banyak mendapat perhatian hingga akhirnya jatuh korban? Pertama, efeknya tidak tampak secara langsung, kecuali bullying dalam bentuk kekerasan fisik. Ini pun sebagian besar tidak terendus karena banyak korban yang tidak mau melaporkan kekerasan yang dialaminya, entah karena takut, malu, diancam atau karena alasan-alasan lain. Kedua, banyak kasus bullying yang secara kasatmata tampak seperti bercandaan biasa khas anak-anak sekolah atau remaja yang dikira tidak menimbulkan dampak yang serius. Ejekan-ejekan dan olok-olokan verbal termasuk dalam kategori ini. Banyak orangtua dan guru yang mengira bahwa teguran saja mungkin sudah cukup untuk menyelesaikan bercandaan bocah-bocah itu. Padahal luka psikis dan emosional yang dialami korban kekerasan verbal itu jauh lebih dalam dan menyakitkan. Ketiga, sebagian orangtua dan guru masih belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bullying dan dampaknya bagi kehidupan anak. Sehingga sebagian orangtua dan guru benar- benar tidak tahu bahwa ada masalah serius di sekitar mereka.

  • Agresi dan Bullying

Bullying sebenarnya adalah salah satu dari bentuk perilaku agresi. Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Dalam hal ini, jika menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku agresi. Rasa sakit akibat tindakan medis misalnya, walaupun sengaja dilakukan bukan termasuk agresi. Sebaliknya, niat menyakiti orang lain meski tidak berhasil, dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi. Pengertian agresi merujuk pada perilaku atau bentuk keinginan (drive-motivation) yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi adalah fenomena kompleks yang terdiri dari sejumlah perilaku dari jenis yang lebih khusus (Hall & Lindzey, 1993).

  • Faktor-faktor Agresi

Beberapa teori agresi mengatakan bahwa penyebab utama munculnya perilaku agresi adalah terhalangnya seseorang dalam mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan, atau pengharapannya. Frustrasi yang muncul ini disebabkan adanya faktor dari luar yang begitu kuat menekan sehingga muncul perilaku agresi. Bandura menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan hasil dari proses belajar sosial melalui pengamatan terhadap dunia sosial (Soedardjo & Fadilla, 1998).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun