Mohon tunggu...
Jaja Zarkasyi
Jaja Zarkasyi Mohon Tunggu... Penulis - Saya suka jalan-jalan, menulis dan minum teh

Traveller, penulis dan editor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jalan Pulang untuk Farah

14 Juni 2019   15:35 Diperbarui: 14 Juni 2019   15:41 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam kian beranjak menuju kegelapan yang teramat tebal. Dan rasa dingin semakin menusuk pori-pori, bahkan sesekali membuat tubuh siapapun akan menggigil. Karena malam itu Kota Pemalang tengah diguyur hujan yang hampir lama tak kunjung datang.

Aku pun satu di antara mereka yang malam itu menggigil kedinginan. Hanya bertemankan secangkir teh, mataku masih belum menyerah dan badanku masih enggan direbahkan. Meski terasa sepi, tapi aku masih berharap seorang tamu akan datang dan menghangatkan dompetku.

"Ada tamu tuh. Giliran kamu,"

"Asyik. Akhirnya, ga jadi jomblo ini malam"

"Jangan seneng dulu. Belum tentu dompetnya tebel"

"Ah biar ga tebel asal cukup buat sebotol bir"

"Huh dasar! kumpulin duitnya buat masa depan"

"Apa? masa depan? jangan ngomongin masa depan di sini mba"

"Kenapa? memangnya akan selamanya mau di sini?"

"Huh... Bagiku kehidupan sudah berakhir di sini"

"Aku tak menyerah. Hanya realistis aja, rin. Mana ada yang mau dengan kita"

Rina berhenti menatap wajah farah yang tengah sibuk memoles bibirnya dengan lipstik andalannya. Ia tajam memandang sahabat yang telah dikenalnya lebih dari setahun ini.

"Terus, kamu sendiri hari esoknya mau seperti apa?"

Farah sesekali menegnok sahabatnya yang tampak kaku dan senyum bibirnya jelas tertahan oleh sebuah keraguan.

"Hari esokku masih ada, far. Setidaknya itu aku baca dari kisah-kisah mereka yang akhirnya berlabuh di sebidang dada laki-laki baik dan merubah nasibnya"

"Kamu masih percaya dengan dongeng seperti itu, Rin? Omong kosong Rin"

"Bagaimana kamu bisa menyebutnya omong kosong?"

"Hanya ada 1 laki-laki dari seribu orang yang rela menikahi wanita yang terbiasa dibelai para lelaki seperti kita ini. Coba kamu bayangkan, berapa wanita yang profesinya sama dengan kita? Jangan mimpi kita kebagian lelaki itu, Rin"

"Sejak kemarin aku tak lagi berani lagi bermimpi hari esok, rin. Bagiku hidupku adalah hari ini, karena esok hanya ilusi yang tak pernah bisa aku pahami kehendaknya"

"Ah, pasti ceritamu karena lelaki yang kemarin kau jumpai ya. Itu pengecualiaan Far"

Lelaki itu? kamu selalu saja mengingatkan pada sosok sempurna itu, Rin.

Namaku farah. Ya, gadis yang sama dengan gadis-gadis lainnya: senang belanja dan mengagumi laki-laki. Aku normal. Itu saja. Begitu singkat ceritanya.

Tapi jalan hidupku tak seperti para gadis lainnya: sekolah, sesekali mencintai dan lalu menikah jika telah cukup usianya. Sementara aku? Tak seindah seperti mereka.

Jalan hidupku disesaki dengan kisah-kisah perselingkuhan. Pengalamanku berselingkuh dimulai saat kuterima sebuah perasaan mengisi kehidupanku, padahal ia telah memiliki keluarga. Entahlah, lelaki itu terlalu kuat memberiku rasa nyaman.

"Kamu pikirkan ulang donk, masa pacaran sama suami orang"

"Masa depanmu masih panjang. Jangan terbaca amosimu. "

"Mencitalah sewajarnya dengan lelaki singel"

Dan maish banyak nasihat yang sampai di telingaku agar aku mengurungkan niat pacaran dengan lelaki itu.

"Tapi ini soal perasaan. Bagaimana bisa aku melawan perasaan ini?"

"Bukankah perasaan itu sendiri adalah waktu? Jika tiba waktunya, ia akan pergi tanpa berbicara"

Dan hari-hariku dihabiskan untuk menjadi alasan pembenar akan pilihan itu. Hingga akhirnya tanpa restu, aku hamil dan melahirkan, tak satupun terlontar ijab qabul dari lelaki itu.

"Ini jalanku. Tak akan kuratapi, akan kubesarkan jagoanku dengan tenagaku sendiri"

Jalan hidup memantapkanku untuk berani memandang terus ke depan, memilah kebaikan-kebaikan yang bisa kuambil untuk rasa nyamanku. Dan hingga satu tahun usia anaku, itulah awal kehidupan yang tak bisa kuhindari.

"Aku akan lebih baik. Tak ada pilihan!"

Di titik ini aku begitu yakin akan kuat dalam perubahan. Hingga akhirnya sebuah pilihan tak kuasa kutolak: kembali menerima kehadiran seorang laki-laki.

Duniaku semakin semarak, karena harapan itu seperti datang dengan kesempurnaannya. Baik, mapan dan perhatian. Ideal banget untuk seorang wanita seusiaku.

"Kamu harus terus membesarkan anakmu. Dan aku adalah sandaramu hari ini, esok dan selamanya"

Ya sudah!!! Tak bisa lagi kutolak laki-laki yang baik ini hadir dan mengisi kehidupanku. Meski ada saja nasihat yang mengingatkanku agar selektif dan tidak mudah menerima pinangannya.

"Hati-hati, Far. Pastikan apakah dia single dan benar-benar baik"

"Jangan terulang kedua kalinya. Sesal kedua kali lebih merusak"

"Ia far, kasihanilah masa depanmu untuk ke sekian kalinya. Jangan kau mudah terenggut oleh rayuan"

Percuma!!

Aku tetap saja melangkah bersama lelaki itu. Karena tak ada alasan waktu untukku menolaknya. Dan itu seperti yang sering ia ucapkan ketika kami menghabiskan waktu bersama.

Hingga akhirnya....Lelaki itu mencampakkannya setelah 6 bulan berkenalan

**

"Sudah sana, pelangganmu sudah menunggu"

"Kan kujemput bajingan ke 50 itu rin. Akan kusiksa dia agar tak bisa kembali di kehidupannya"

Sarah beranjak menuju kamar yang telah menunggunya sejak 1 jam yang lalu. Dengan langkah pasti, ia menatap pintu yang baru saja ia ketuk. Dalam benaknya hanya ada satu pilihan: menyiksa sang lelaki dengan memberinya pengalaman gila yang karenanya ia sulit menikmati jalan pulang di kehidupan normalnya.

Dia harus hancur sebagaimana para lelaki menghancurkan kehidupanku. Aku takkan membiarkan mereka kembali ke istrinya dengan bahagia, karena hanya denganku kepuasan itu bisa diraih.

Hingga adzan subuh berkumandang Farah tak kunjung menemukan jalan untuk pulang. Entah esok atau lusa.

Semoga!

Pemalang, Medio Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun