Tapi jalan hidupku tak seperti para gadis lainnya: sekolah, sesekali mencintai dan lalu menikah jika telah cukup usianya. Sementara aku? Tak seindah seperti mereka.
Jalan hidupku disesaki dengan kisah-kisah perselingkuhan. Pengalamanku berselingkuh dimulai saat kuterima sebuah perasaan mengisi kehidupanku, padahal ia telah memiliki keluarga. Entahlah, lelaki itu terlalu kuat memberiku rasa nyaman.
"Kamu pikirkan ulang donk, masa pacaran sama suami orang"
"Masa depanmu masih panjang. Jangan terbaca amosimu. "
"Mencitalah sewajarnya dengan lelaki singel"
Dan maish banyak nasihat yang sampai di telingaku agar aku mengurungkan niat pacaran dengan lelaki itu.
"Tapi ini soal perasaan. Bagaimana bisa aku melawan perasaan ini?"
"Bukankah perasaan itu sendiri adalah waktu? Jika tiba waktunya, ia akan pergi tanpa berbicara"
Dan hari-hariku dihabiskan untuk menjadi alasan pembenar akan pilihan itu. Hingga akhirnya tanpa restu, aku hamil dan melahirkan, tak satupun terlontar ijab qabul dari lelaki itu.
"Ini jalanku. Tak akan kuratapi, akan kubesarkan jagoanku dengan tenagaku sendiri"
Jalan hidup memantapkanku untuk berani memandang terus ke depan, memilah kebaikan-kebaikan yang bisa kuambil untuk rasa nyamanku. Dan hingga satu tahun usia anaku, itulah awal kehidupan yang tak bisa kuhindari.