Dalam sejarah cikal bakal ibadah Haji dan Qurban, terdapat jejak keluarga Nabi Ibrahim yang menjadi teladan dalam penghambaan dan keimanan yang kokoh. Keluarga Nabi Ibrahim, yang terdiri dari beliau sendiri, putra Kesayangannya Ismail, dan istri Hajar, melambangkan kesetiaan yang tanpa pamrih kepada Allah. Kisah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail sebagai ujian iman dan ketundukan yang luar biasa.
Ibadah Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi umat Muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan jiwa. Melaksanakan ibadah Haji bukan sekadar perjalanan fisik ke tanah suci, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang membawa umat Muslim lebih dekat kepada Allah.
Haji mengajarkan kita tentang kesederhanaan, kesabaran, pengendalian diri, serta kebersamaan umat Muslim di seluruh dunia. Dalam konteks penghambaan, ibadah Haji merupakan wujud totalitas seseorang dalam mengabdikan diri kepada Allah, menyerahkan segalanya dan merasakan kemesraan dengan Sang Pencipta.
Al-Quran menyebutkan dalam Surah As-Saffat (37:102-107) tentang pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail. Allah berfirman: "Maka ketika anak itu sampai pada umur sanggup bekerja bersama-sama Ismail, Ibrahim berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. Dikatakannya, 'Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'"
Dalam Hadits Rasulullah menyebutkan bahwa tidak ada amal lebih dicintai oleh Allah saat hari raya Qurban daripada mengorbankan hewan Qurban dengan ikhlas.
"Rasulullah SAW berkata: 'Tidaklah anak Adam berbuat amal pada hari raya yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengorbankan hewan pada hari raya Qurban. Sungguh, hewan tersebut datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kuku, lalu akan menyaksikan pemiliknya di hadapan Allah. Hewan tersebut diseru dengan suara yang nyaring: 'Wahai hamba Allah, aku adalah hewanmu yang akan menjadi Qurbanmu.' Kemudian hewan tersebut disebutkan bahwa hukumannya telah diampuni karena ia telah menjadi asbab penebus dosa dari pemiliknya.'" (HR. Ahmad)
Dari segi ilmu Nahwu dan Sorof, kata "Qurban" berasal dari kata "qaraba" yang berarti mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah Qurban bukanlah sekadar menyembelih hewan, tetapi lebih merupakan wujud kesetiaan dan penghambaan yang sungguh-sungguh. Ia melambangkan kesediaan untuk mengorbankan sebagian rezeki kita sebagai bukti ketaatan dan keikhlasan kepada-Nya.
Selain ibadah Haji, Idul Adha juga dikenal sebagai hari Raya Qurban di mana umat Muslim melaksanakan ibadah penyembelihan hewan yang kemudian diberikan kepada yang membutuhkan. Ibadah Qurban mengajarkan kita tentang pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian terhadap sesama.
Mengorbankan sebagian rezeki yang kita miliki sebagai bentuk ibadah kepada Allah menjadi simbol dari ketaatan dan penghambaan sejati bagi kaum Muslim Ibadah  Qurban mengajarkan bahwa sejatinya segala yang kita miliki adalah titipan dari Allah, dan dengan ikhlas mengorbankan sebagian dari rezeki kita, kita
Dalam konteks kekinian yang semakin kompleks dan penuh dengan virus-virus keimanan, menjadikan penghambaan seperti yang dilakukan oleh keluarga Nabi Ibrahim menjadi semakin relevan dan mendesak bagi umat Islam.Â
Keluarga Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang kesetiaan, kepatuhan, dan ketundukan yang bersumber dari keimanan yang teguh. Di tengah gempuran informasi dan godaan dunia yang semakin bermacam-macam, memahami makna sejati dari ibadah Haji dan Qurban menjadi sangat penting. Â