Mohon tunggu...
Hasanudin Abdurakhman
Hasanudin Abdurakhman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bukan siapa-siapa. Hanya seorang penulis. Blog saya yang lain: http://berbual.com http://budayajepang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nandemo Yaru

29 September 2015   06:56 Diperbarui: 29 September 2015   12:32 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika saya tanyakan soal air tadi, mereka menjawab bahwa standar mereka adalah di bawah 20 mikro Siemens. Apakah bisa di bawah 5? Bisa, tapi tidak bisa dijamin untuk terus dipertahankan. Sulit, kata mereka. Mereka heran, mengapa produk pewangi ruangan memerlukan air semurni itu, padahal mereka yang membuat kosmetik saja tidak memerlukannya. Terlihat keengganan dalam pertanyaan itu.

Hasil temuan itu saya laporkan ke Jepang. Lalu mereka minta saya mengirimkan sampel air, dan saya kirimkan. Calon pelanggan kami menjadwalkan untuk berkunjung lagi tiga minggu kemudian dengan tim yang lebih besar dan lengkap untuk melihat lebih detil calon partner, baik perusahaan filler maupun pembuat botol. Saya siapkan sambutan dan layanan untuk mereka.

Dua hari sebelum kedatangan Presdir saya menelepon dari Jepang. Ia meminta saya mencari calon partner cadangan. Siapa tahu calon yang saya sodorkan ini tidak memenuhi syarat. Ini tugas yang tidak mudah, karena waktu sudah terbatas. Kalaupun saya temukan calon partner lain, tak ada waktu bagi tamu saya nanti untuk berkunjung. Jadwal mereka sudah padat. Tapi saya sanggupi juga.

Setelah bertanya ke sana sini saya temukan sebuah perusahaan di daerah Narogong. Beberapa kali saya telepon, saya gagal menghubungi penanggung jawabnya. Hampir saja saya putuskan untuk tidak mengontak lagi perusahaan ini ketika akhirnya saya berhasil berbicara dengan penanggung jawab di perusahaan tersebut. Lalu saya minta setengah memaksa untuk bertemu dan melihat fasilitas mereka. Di situ saya fokuskan untuk melihat mutu air. Sama seperti perusahaan tadi, mereka juga menetapkan standar 20 mikro Siemens. Tapi saya lihat data aktual mereka, umumnya hasil pengukuran menunjukkan angka di bawah 5. Saya tanya, bisakah dipertahankan di bawah 5? Mereka jawab, bisa, tapi akan ada biaya tambahan.

Tamu saya datang, saya antar berkeliling ke berbagai tempat, termasuk beberapa perusahaan Jepang produsen kemasan. Lalu kami berkunjung ke perusahaan filler yang sudah saya jadwalkan. Setelah bertemu dengan lebih banyak orang di situ saya berkesimpulan bahwa perusahaan ini pun tak layak. Manajemennya ternyata tak serapi yang saya duga. Setiap kali ditanya sesuatu, tak ada manajer yang bisa memberikan jawaban pasti. Ketika kami kunjungi are produksi kami semakin melihat banyak kekurangan. Dan masalah air tadi tetap jadi sandungan, mereka sama sekali tidak mengusulkan solusi apa-apa.

Usai meninjau, di ruang rapat saya lihat tamu saya bingung. Sepertinya mereka sudah hampir memastikan untuk mencoba produksi di Indonesia. Sudah cukup jauh perjalanan ditempuh, tapi pada titik ini sepertinya rencana itu harus dibatalkan. Senior Production Manager perusahaan tamu saya itu saya lihat begitu tertekan. Ia melepas kaca mata, menunduk di meja sambil menutup wajah dengan satu tangan. Sempat saya berfikir, inilah akhirnya: kami tak jadi dapat pelanggan baru.

Lalu tiba-tiba saja di mata saya terbayang angka-angka hasil pengukuran konduktivitas air di perusahaan di Narogong tadi. Spontan saya keluar ruangan, menelepon ke sana. Gagal. Dua kali, tiga kali tak diangkat. Telepon keempat akhirnya diangkat. Saya minta kunjungan mendadak, urgent kata saya. Pihak sana ragu-ragu. Saat itu sudah jam hampir jam 4 sore. Perjalanan ke sana setidaknya memerlukan waktu 1 jam, itupun kalau tidak macet. Padahal mereka tutup jam 4.30. Di atas itu tak ada produksi lagi. "Tak apa," kata saya meyakinkan. " Yang penting kami bisa melihat fasilitas Anda," akhirnya pihak sana setuju untuk menerima kami.

Saya kembali ke ruang rapat. Saya sampaikan ajakan untuik mengunjungi perusahaan di Narogong tadi. Saya berbicara dalam bahasa Jepang, jadi tidak perlu sungkan dengan tuan rumah, karena mereka tak paham. Tamu saya setuju, dan kami bergegas ke sana. Menjelang jam 5 kami tiba di tujuan, saat perusahaan itu sudah sepi. Lalu kami meninjau berbagai fasilitas. Bingo! Di sini ternyata serba memuaskan. Semua rapi, dan hampir memenuhi syarat. Yang masih kurang disanggupi manajemen untuk dibenahi. "Koko de yaru." kata Senior Manager memutuskan.

Hari-hari berikutnya adalah masa pematangan rencana. Mengurus impor bahan baku, mengatur jadwal, rapat-rapat, dan berbagai penyesuaian. Saya yang tadinya nyaris tidak direncanakan untuk terlibat banyak dalam proses produksi, sekarang memegang kunci. Saya jadi pengatur semuanya. Menjembatani komuniikasi antara pelanggan, perusahaan kami, dan partner-partner kami. Ketika kemudian tamu saya datang lagi untuk percobaan produksi di tempat partner, saya selalu memimpin rapat.

Persiapan kami hampir matang ketika ada satu lagi masalah. Ada satu bahan baku yang tadinya diharapkan dibeli di Indonesia, dengan merk yang sudah ditetapkan pelanggan kami, ternyata bahan itu tidak tersedia. Ada masalah produksi sehingga pasokan menurun drastis. Lalu saya bergerak lagi, mencari bahan pengganti dari merk lain. Dapat. Saya kirimkan sampel untuk ditest. Belakangan ternyata calon pelanggan kami juga kesulitan untuk mendapat bahan tersebut di Jepang. Mereka juga membutuhkannya untuk membuat isi ulang produk ini nanti. Lalu mereka meminta saya mengatur penjualan bahan baku tadi ke Jepang. Dan itupun saya lakukan.

Begitulah. Berbagai kesulitan kami atasi, hingga kami tiba pada hari Sabtu itu. Ketika produksi bisa dimulai. Di berbagai kesempatan kolega saya dari perusahaan pelanggan tadi berkali-kali memuji dan berterima kasih pada saya. "Hasan san wa nandemo dekiru ne," kata dia mengomentari variatifnya pekerjaan yang harus saya urus. (Hasan san serba bisa ya) "Chigaimasu. Nademo dekirun ja nai yo. Watashi wa nandemo yarimasu. Yatte mite kara dekiru youni naruno," jawab saya. (Bukan begitu. Saya tidak serba bisa. Saya hanya mau mencoba melakukan apa saja. Setelah mencoba, saya jadi bisa).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun