Untuk bisa meredakan pro-kontra tersebut, menurut hemat penulis cukup sederhana, yaitu dengan cara menanamkan pemikiran bahwa untuk menciptakan harmoni antara umat pemeluk beragama cukup dengan pemikiran bahwa : Hindari perdebatan terkait perbedaan, intensifkan berdiskusi terkait titik persamaan.
Dengan dasar pemikiran seperti itu kita tahu bahwa baik umat Yahudi, Nasrani, Umat Islam sama menyembah Tuhan Allah, Tuhan yang sama. Maka ketika Tuhan yang disembahnya sama kenapa mesti meributkan masalah pengucapan kata Selamat Hari Natal...?
Kalau toh ini menyangkut akidah atau keyakinan yang secara tidak langsung sebagai sebuah pengakuan akan Trinitas ketuhanan Umat Kristiani, dan itu bisa merusak aqidah umat Islam, toh penulis sampai saat ini Alhamdulillah masih tetap meyakini Agama Islam sebagai agama saya dan saya masih menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
Pada ahirnya penulis hanya bisa mengatakan bahwa : hidup rukun, hidup harmonis, penuh kekeluargaan walaupun bukan seiman, itu lebih indah dan lebih penulis harapkan dari pada hidup penuh kecurigaan saling berburuk sangka satu sama lainnya.
Terlebih kita hidup di negara Indonesia yang berasaskan Pancasila, negara yang mengakui lebih dari satu agama, dengan masyarakat yang heterogen dan persoalan yang kompleks, menciptakan kerukunan antar umat beragama itu bukan perkara yang mudah, atas dasar tersebut yuk kita sama-sama untuk membiasakan sikap toleransi beragama.
Toleransi beragama adalah sikap saling menghormati, menerima perbedaan, dan hidup berdampingan dengan damai di antara individu atau kelompok yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Toleransi beragama merupakan bagian dari Pancasila, khususnya sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sekian.
Penulis : Mihdar Ketua Poktan BUTA (Bumi Tani Anugerah) dan Owner Rumah Makan BEBEK Haji Mihdar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H