Mengenai lembaga keuangan Islam, salah satu prinsip utama yang mesti dianut dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah terbebas dari maysir (spekulasi), yakni transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
Adapun lembaga keuangan non-bank yang terdiri atas pasar modal (capital market), pasar uang (money market), perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan modal ventura, lembaga pembiayaan, perusahaan pegadaian, dan lembaga keuangan Islam mikro adalah lembaga keuangan yang lebih banyak jenisnya dibanding lembaga keuangan bank, masing-masing jenis tersebut juga memiliki ciri tersendiri untuk menjalankan usahanya.
Lalu, bagaimana jika terjadi pembiayaan bermasalah pada lembaga keuangan Islam?
Pembiayaan bermasalah merupakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian pembiayaan oleh lembaga keuangan. Risiko tersebut merupakan keadaan dimana pembiayaan tidak kembali tepat waktunya atau melebihi jangka waktu yang telah ditentukan. (Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, hal. 94).
Adiwarman Karim juga menyebutkan, bahwa risiko pembiayaan merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya counterparty dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank Islam, risiko pembiayaan mencakup risiko terkait produk dan risiko terkait dengan pembiayaan. (Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, hal. 260).
Penanganan masalah pada Lembaga Keuangan Islam
Setidaknya, Suyud Margono pernah menyebutkan dalam bukunya yang berjudul "ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum", bahwa penanganan pembiayaan bermasalah menurut teori Islam salah satunya adalah Perdamaian (as-Shuhlh).
Secara harfiah mengandung pengertian memutus pertengkaran atau perselisihan. Dalam pengertian Islam dirumuskan sebagai suatu jenis perjanjian untuk mengakhiri perselisihan antara dua orang yang berlawanan.
Dari situ, lebih hematnya dapat kita katakan dengan cara bermusyawarah. Lewat musyawarah diharapkan bisa mendapat solusi atas sebuah perselisihan antara dua pihak dengan cara damai guna mencapai suatu kesepakatan bersama.
Penyelesaian permasalahan dengan jalan perdamaian (al-Shulh) ini, nampaknya cara yang baik untuk mengakhiri sengketa dengan tidak ada yang merasa dikalahkan, sehingga dua pihak sama-sama merasa puas dan terhindar dari rasa permusuhan. Cara ini biasa dilakukan oleh lembaga keuangan, lebih-lebih lembaga keuangan Islam.
Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 9-10
Untuk meminimalkan permasalahan, biasanya lembaga keuangan Islam melakukan survei terlebih dahulu sebelum memberikan pembiayaan, dalam hal ini lembaga keuangan Islam menerapkan prinsip kehati-hatian untuk meminimalisir permasalahan yang akan terjadi.
Lebih dari itu, bila ada masalah yang terjadi di luar dugaan, lembaga keuangan Islam biasanya menerapkan prinsip perdamaian (al-Shulh) itu tadi. Jalan perdamaian ini merupakan solusi terakhir yang dijalankan oleh lembaga keuangan Islam.
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَاۚ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُواالَّتِي تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْٓءَ إِلَى أَمْرِ اللّٰهۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوْاۗ إِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan jika ada dua kelompok dari orang-orang mukmin bertikai, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka tindaklah kelompok yang berbuat aniaya itu sehingga ia kembali kepada perintah Allah, jika ia telah kembali maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (9). Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah (bagaikan) bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kamu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (10)." (QS: Al-Hujurat: 9-10).
Dalam kitab tafsirnya, M. Quraish Shihab menafsirkan ayat 9 di atas bahwa, ayat di atas memerintahkan untuk melakukan ishlah sebanyak dua kali.
Tetapi yang kedua dikaitkan dengan kata(بِالْعَدْل)bi al-'adl/ dengan adil. Ini bukan berarti bahwa perintah ishlah yang pertama tidak harus dilakukan dengan adil, hanya saja pada yang kedua itu ditekankan lebih keras lagi karena yang kedua telah didahului oleh tindakan terhadap kelompok yang enggan menerima ishlah.
Dari sini ayat di atas menyebut secara tegas perintah adil itu. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 245). Ayat 10 ini juga ditafsirkan lagi oleh M. Quraish Shihab, bahwa setelah ayat yang lalu memerintahkan untuk melakukan perdamaian antara dua kelompok orang beriman, ayat di atas menjelaskan mengapa hal itu perlu dilakukan.
Itu perlu dilakukan dan ishlah perlu ditegakkan karena sesungguhnya orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan.
Dengan demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga keterikatan bagaikan seketurunan; karena itu wahai orang-orang beriman yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu apalagi jika jumlah yang bertikai lebih dari dua orang dan bertakwalah kepada Allah yakni jagalah diri kamu agar tidak ditimpa bencana, baik akibat pertikaian itu maupun selainnya supaya kamu mendapat rahmat antara lain rahmat persatuan dan kesatuan. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, hal. 247).
Akhrinya, ayat tersebut tampak tidak hanya untuk meminimalkan dan memecahkan masalah ekonomi saja. Lebih dari itu, cakupannya bisa lebih luas; mendamaikan orang yang bermusuhan, mempererat tali persaudaraan, dan yang lainnya. Wallahua'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H