"Menunggu guru ASN sulit dan lama, akhirnya diangkat guru-guru yang diberi label honorer. Ini menurut saya kelalaian pemerintah yang menjadi bom waktu."
Belum lagi data dari Kemendikbud, menunjukkan di tahun 2020 terdapat 72.976 guru yang akan pensiun. Ini menambah kekurangan guru menjadi 1.020.921 orang. Tidak behenti disana, kekurangan guru ini berlanjut di tahun 2021 yang diprediksi mencapai 1.090.678 orang. Jika ditarik proyeksi datanya ke tahun 2024, Indonesia diprediksi bakal kekurangan guru sebanyak 1.312.759 orang.
Bayangkan Indonesia kekurangan lebih dari satu juta guru! Jika Nagabonar masih ada maka tepat sekali jika ia mengatakan Apa Kata Dunia? Bagaimana mungkin Indonesia bisa mencerdaskan kehidupan bangsa jika minim jumlah pahlawan pendidikannya?
Pemerintah pun menggaungkan kebijakan barunya. Program perekrutan satu juta guru diharapkan menjadi solusi dari kekurangan guru dalam beberapa tahun ke depan.
Pemerintah melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) mengumumkan Rencana Perekrutan Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Program PPPK diharapkan bisa memenuhi kekurangan guru yang terus menurun hingga 6 persen tiap tahunnya. Data Pokok Pendidikan (Dapodik) menyebutkan bahwa guru ASN yang tersedia di sekolah negeri hanya 60 persen.
Program PPPK ini juga bertujuan untuk menyejahterakan bagi para guru honorer. Skema PPPK ini mengacu pada fakta bahwa kesejahteraan antara guru honorer dan ASN yang sangat jauh bak bumi dan langit.
Tentu tujuan mulia ini harus patut kita apresiasi. Namun sayangnya, kenapa program PPPK ini dinilai bukan malah menjadi solusi tetapi malah menjadi kontroversi? Mari kita lanjutkan bahasan seru ini dengan memakai kacamata guru honorer.
Lensa Guru Honorer
Kita mulai dari fakta kesejahteraan guru honorer di lapangan. Kalau kita mau merunut prahara dan nestapa guru honorer, sejatinya tidak cukup penulis tuangkan dalam artikel yang terbatasi seribu kata ini. Setidaknya sedikit cerita perjuangan guru honorer berikut menjadi cerminan bahwa keadaan tenaga pendidik Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Guru Hervina di Sulawesi Selatan
Kita mulai dari kasus yang viral di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Seorang guru honorer yang bernama Hervina mengunggah gajinya yang dirapel selama empat bulan sebesar Rp700 ribu. Guru honorer yang mengabdi selama 16 tahun tersebut kemudian disanksi berupa pemecatan secara sepihak melalui pesan singkat. Miris bukan?