Saya ingat nasihat itu dari Profesional Blogger di agenda Kompasiana Nangkring. Jadi ketika kita ngeblog atau menulis sesuatu, jangan sampai reportase tentang sebuah acara. Karena ngeblog itu sejatinya bukan seperti pembawa berita. Sisi kreatifitasnya diuji disini, sehingga dalam ngeblog ibaratnya seperti soft selling, Pembaca menarik untuk menyelesaikan bacaan dari tulisan kita atau dengan kata lain terhipnotis oleh tulisan kita. Dan akhirnya yang awalnya reader menjadi buyer. Hehe
Ngeblog itu menulis berdasarkan sudut pandang pembaca bukan malah sudut pandang penulis. Ketika calon pembaca dihadapkan dengan judul yang kurang menarik maka jangan salahkan siapa-siapa jika tulisan kita sedikit viewersnya. Terlebih lagi kalau isinya tidak bermanfaat. Jangan mimpi deh. Hehe
Meskipun tulisan yang menurut kita bermanfaat tetapi jika membawakannya membuat pembaca ngantuk, ya percuma.
Tugas seorang blogger yang paling utama adalah menulis dengan sudut pandang pembaca. Menulis seperti berkomunikasi dengan para pembaca. Sehingga seolah-olah penulis sedang ngobrol dengan pembaca. Itulah inti dari blogging.
Saya senang sekali selama berkecimpung dalam dunia kompasiana. Platform terbesar di Indonesia yang mewadahi semua kalangan (blogger, karyawan, penulis, public figure, dll) untuk mencurahkan ide dalam sebuah tulisan yang bisa dibaca oleh warga Indonesia. Meskipun saya terbilang baru bergabung di kompasiana tetapi ilmu-ilmu baru pun langsung saya dapati. Karena dulu saya hanya otodidak saja alias ngeblog ngalor ngidul dan sekarang beruntung bergabung dengan kompasianer lainnya.
Melestarikan Budaya Literasi
Sudah tahu kan tahun 2016 Indonesia termasuk peringkat kedua terendah dalam hal minat baca? Ini sedunia lho. Padahal kalau melihat negara-negara lain yang maju pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraannya, rata-rata mereka memiliki minat baca yang tinggi. Katakanlah Jepang, orang Jepang yang tidak lepas dari membaca buku sehingga menjadikan negaranya jauh lebih maju dibanding Indonesia.
Orang Jepang sering menyibukkan diri membaca buku di transportasi umum. Sedangkan kita lebih sibuk dengan gadget masing-masing.
Orang Jepang melakukan budaya Tachiyomiyaitu membaca buku gratis di toko-toko buku. Penjual buku pun tidak merasa dirugikan dengan adanya buku yang sengaja dibuka bungkus plastiknya. Mereka berharap budaya membaca Jepang terus digalakkan.
Ada lagi yang menarik, sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo, Yoshiko Shimbun, memberitakan bahwa setiap sekolah yang ada di Jepang mewajibkan 10 menit membaca sebelum pelajaran sekolah dimulai. Ini membuktikan bahwa budaya membaca Jepang dipupuk sejak dini.
Dari sanalah saya terbuka wawasan bahwa dengan bergabung di platformkompasiana, saya akan menyalakan api semangat literasi di Indonesia. Kegemaran membaca membuat setiap individu bisa bertukar wawasan, budaya, dan ilmu pengetahuan.
Dalam platform terbesar inilah, saya bisa belajar banyak, Dengan membaca artikel dari penulis dengan mencantumkan berbagai sumber sehingga bisa saling berdiskusi dengan sesama penulis.