Berawal dari ekonomi lemah
Kesenjangan sosial di masyarakat Indonesia masih tampak jelas. Status ekonomi yang beragam ibarat kasta yang tidak bisa dipisahkan. Dalam kesehariannya, mulai dari penampilan pun sudah bisa dibedakan antara kalangan menengah ke atas dengan kalangan menengah ke bawah. Status ekonomi lah yang merubah kacamata masyarakat tentang status sosial.
TIdak bisa dipungkiri bahwa ekonomi adalah mesin utama pembangun kesejahteraan. Materi masih menjadi faktor utama penilaian dari kesejahteraan suatu masyarakat. Ekonomi lemah digolongkan sebagai kurang sejahtera. Ekonomi menengah sebagai kalangan cukup sejahtera. Dan golongan sejahtera masih menjadi wajah ekonomi kelas atas.
Ya memang ekonomi penyebabnya. Akan tetapi bukan berarti faktor ekonomi menjadi momok menakutkan akan pencapaian kesejahteraan. Bukan juga mesti ditelan secara mentah – mentah bahwa ekonomi lemah sebagai “kutukan” orang miskin untuk tidak bisa sejahtera.
Perubahan harus dilakukan. Urgensi pengentasan kemiskinan adalah prioritas yang harus dijunjung semua elemen, terutama pemerintah. Karena kemiskinan ini bercabang ke segala arah dampaknya. Pendidikan, kepribadian sosial, hukum, dan kesehatan merupakan bidang – bidang yang terkena dampak dari kemiskinan.
Elemen yang terlibat langsung untuk kemajuan bidang masing - masing harus selalu memperhatikan masalah perekonomian masyarakat. Tidak serta merta hanya membahas peraturan undang – undang saja namun langkah kongkrit pun harus menjadi bahasan utamanya. Bukankah Presiden Jokowi memerintahkan semua menteri beserta jajarannya untuk senantiasa “bekerja”? Saya yakin maksud “bekerja” dalam bahasa Presiden Jokowi adalah lebih mengarah ke program real yangdirasakan langsung oleh masyarakat Indonesia.
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sudah diciptakan berpasang – pasangan. Saling membutuhkan dan saling tolong menolong. Itulah yang dibutuhkan oleh seorang manusia. Kita tidak bisa menolak bantuan orang lain karena kita sendiri tidak bisa hidup tanpa ada campur tangan orang lain.
Kebersamaan adalah ciri dari makhluk sosial. Dengan kebersamaan juga tujuan – tujuan hidup akan dirasa mudah karena ditanggung bersama. Begitu juga dengan kesejahteraan.
Istilah subsidi silang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Program subsidi silang sudah digunakan di instansi pendidikan, contohnya perguruan tinggi. Bukan hanya di lembaga pendidikan saja, namun sektor kesehatan juga sudah melakukan sistem subsidi silang untuk membantu warga miskin tentunya.
Kemiskinan, Kekayaan, dan Kesehatan memiliki korelasi yang unik. Kenapa bisa dibilang unik? Kekayaan bak gerbang pembatas untuk orang miskin dalam mendapatkan kesehatan. Kesempatan untuk berobat dengan layak terhalang oleh minimnya dana. Sehingga tidak heran kalau banyak orang miskin tidak terdata memiliki status penyakit berbahaya. Karena memang tidak ada datanya. Dengan kata lain, “penyakit khusus” yang diderita oleh orang miskin akan diobati secara otodidak/tradisional atau hanya berharap keajaiban saja.
Macam penyakit jantung koroner, penyakit ginjal, dan penyakit – penyakit lainnya yang harus memiliki penanganan khusus, rata – rata diderita oleh orang – orang berkemampuan dalam finansial (alias orang kaya). Kadang ada anekdot “orang kaya terlalu banyak pikiran dibanding orang miskin sehingga timbullah penyakit aneh – aneh.”
Sehingga terjadilah pemikiran bahwa orang – orang kaya sering mendapat penyakit yang kompleks daripada orang miskin. Padahal kesimpulan yang benar adalah orang – orang kayalah yang mempunyai kemampuan untuk mengobati penyakit – penyakit khusus. Perlu adanya solusi dengan berkaca pada kondisi tersebut untuk membantu penanganan kesehatan ke seluruh masyarakat Indonesia.
Perlunya Nilai Gotong Royong dalam Membangun Indonesia Lebih Sehat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan solusi untuk mengatasi masalah kesehatan di Indonesia. BPJS Kesehatan mengajak untuk membangun Indonesia lebih sehat. Program – program menuju Indonesia lebih sehat hanya akan berhasil jika semua pihak ikut terlibat menyukseskannya.
Ketimpangan status ekonomi jadi bukan halangan jika semua pihak saling menyadari bahwa kesehatan itu harus dinikmati bersama – sama. BPJS Kesehatan menjadi fasilitator dalam hal tersebut. Program iuran tiap bulan yang dilaksanakan sangat memberikan pengaruh besar dalam bidang kesehatan untuk warga miskin khsususnya. Dengan memberikan iuran tersebut maka secara langsung kita juga beramal untuk membantu sesama.
Beberapa fasilitas kesehatan seperti puskemas, klinik TNI, klinik POLRI, klinik Pratama, dan Dokter Prakek, sudah banyak. Fasilitas kesehatan tersebut sebagai proses awal penanganan kesehatan masyarakat. Jika memang tidak bisa ditangani di tahap awal maka akan dirujuk ke rumah sakit rujukan. Dan semuanya itu gratis!
Tercatat pada tanggal 27 Mei 2016, jumlah peserta BPJS mencapai 166.738.432 orang. Angka yang fantastis. Jumlah yang begitu membludak tersebut adalah efek dari kebermanfaatan program BPJS Kesehatan.
Dari jumlah peserta BPJS Kesehatan yang banyak tersebut ada beberapa kesimpulan menarik yang diambil oleh penulis.
- Orang Kaya dan Miskin sama saja. Biaya pengobatan semuanya gratis, baik itu orang kaya atau orang miskin. Sekelas manager perusahaan pun sama “derajatnya” dengan buruh. Hanya saja perbedaan terletak dalam nilai iurannya. Iuran yang dibayarkan sesuai kelas yang diinginkan sedikit membedakannya. Namun pada intinya biaya pengobatan semuanya sudah gratis.
- Saling bergotong royong. Dengan membayarkan iuran tiap bulannya maka peserta secara langsung ikut bergotong royong membantu kesehatan masyarakat Indonesia. Iuran yang kita bayarkan seperti sedekah untuk orang yang membutuhkan. Law of Attraction pun terjadi ketika kita membantu orang lain maka jika keadaan buruk menimpa, kita pun dibantu oleh orang lain. Ini merupakan dampak dari program gotong royong yang sistematis
- Sadar akan pentingnya kesehatan. Pemikiran terbalik adalah mengabaikan apa yang akan menjadi takdir kita. Maksudnya, boleh jadi kita sekarang tampak sehat dan merasa terus fit. Justru pikiran itu menjadi buah simalakama ketika kita tidak sadar akan pentingnya kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan adalah orang – orang yang peduli dan sadar akan hal itu.
Beberapa solusi dari penulis (Berdasarkan pengalaman pribadi)
Saya sebenarnya memiliki asuransi dari perusahaan dan ikut juga program BPJS Kesehatan. Mindset berpikirnya bukan karena sudah dicover perusahaan lantas tidak mengikuti program BPJS. Orientasi adalah membantu sesama. Menjadi anggota BPJS Kesehatan bisa meringankan beban pengobatan untuk orang lain. Iuran yang kita bayarkan adalah bukti kita melakukan upaya membantu kesehatan Indonesia lebih baik lagi.
Sesempurna apapun suatu program pasti ada kekurangan. Penulis memberikan beberapa saran berdasarkan pengalaman pribadi. Pengalaman ketika mendengar keluhan ibu dari balita dekat kontrakan saya dan pengalaman ketika mengantar tetangga ke klinik umum.
Seperti kita tahu ,balita sangat rentan terhadap penyakit. Imunitasnya belum kuat sehingga virus penyakit mudah menyerang balita. Waktu itu sore hari, tepat depan kontrakan saya. Balita menangis gegara sakit. Saya pun segera memberi saran untuk diberikan obat. Setelah saya tanya ternyata obatnya memang tidak ada.
Ibunya pun lantas menjelaskan kronologisnya kenapa dia tidak mendapatkan obat padahal dia memiliki kartu BPJS. Usut punya usut, sebenarnya ibu itu merasa kesal karena jadwal pengambilan obat di klinik bentrok dengan jam istirahat. Orang yang seharusnya memberikan obat kepadanya malah mementingkan istirahat dan menyuruh untuk tunggu sampai beres istirahat, kurang lebih satu jam lebih. Bagaimana tidak kesal coba pemilihan prioritas yang salah tersebut mengakibatkan imagenegatif terhadap pelayanan klinik.
Yang kedua adalah ketika saya mengantar tetangga menuju klinik umum. Kondisi sangat lemas karena demam. Saya pun membonceng dia meskipun badannya jauh lebih besar daripada saya. Dia sangat butuh pengobatan secepatnya di klinik tersebut. Namun yang didapat adalah dokter jaganya tidak masuk dan terpaksa menunggu dokter pengganti selama satu jam. Kondisi seperti ini bisa ditolerir jika satu kali saja, tapi apa jadinya jika kejadian tersebut berulang?
Kita tidak bisa menyalahkan program BPJS Kesehatan. Secara prosedur, tahapan untuk melakukan pengobatan memang harus menuju klinik terdekat lebih dahulu. Setelah itu barulah jika tidak bisa ditangani klinik maka mendapat rujukan dari klinik menuju rumah sakit. Pastinya tidak dipungut biaya.
Namun penulis menyarankan alangkah baiknya pelayanan pertama (klinik) harus lebih ditingkatkan. Karena pengobatan pertama dan sangat menentukan adalah pada pengobatan di klinik. keterlambatan atau pelayanan yang kurang baik akan memberikan efek terhadap pasien atau peserta BPJS.
Disamping itu juga penulis menyarankan untuk peserta BPJS Kesehatan selalu tepat waktu dalam membayar iuran. Bukan masalah telat bayar akan dikenakan denda tetapi justru kita harus memandang terhadap kemaslahatan masyarakat. Jika kita kurang peka terhadap pentingnya kesehatan dengan kata lain selalu telat bayar, bagaimana mungkin kesehatan Indonesia bisa menjadi lebih baik?
Yang terakhir adalah, berdasarkan audit BPK yang menilai BPJS Kesehatan mendapat nilai Wajar Tanpa Pengecualian, itu merupakan prestasi yang bagus di lembaga kesehatan yang dipercayakan oleh pemerintah tersebut. Pengawasan keuangan (iuran) harus terus dijaga dan terus ditingkatkan sehingga tidak ada temuan bermasalah. Karena ini menyangkut amanah dalam bergotong royong menuju Indonesia lebih sehat.
Terima kasih
Ferry Aldina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H