---
Seberkas cahaya lalu, Â
Kau tuang isak dalam tabu, Â
Nanar penantian, di sudut jurang pertemuan, Â
Hati terbelah, terjerat dalam keraguan.
Detik terus berlalu, Â
Pun kau masih tegak di panggungmu, Â
Mengotori kisah suci, Â
Muram, mengoyak sanubari.
Kaaffah, hentikan sandiwaramu, Â
Biarkan aku beranjak, Â
Dari sajak-sajak sesak, Â
Mengurai luka yang terjalin erat.
Kaulah senja yang tak lagi merona, Â
Kisah yang tersisa hanya asa, Â
Gaun merahmu menari dalam luka, Â
Membawa jiwa terhanyut dalam lara.
Kau pijakkan kaki di bayang kelam, Â
Merayap dalam malam, Â
Mimpi yang dulu berkilau indah, Â
Kini terkubur dalam sejuta resah.
Kaaffah, pergilah, Â
Dengan gaun merah, Â
Yang pernah menjadikanmu indah, Â
Kini hanya sisa kenangan yang memudar lelah.
Cinta yang pernah kita rajut dengan asa, Â
Hancur berkeping, di bawah rembulan yang fana, Â
Kau, si pemilik gaun merah yang mempesona, Â
Kini tinggalkan hanya bayangan yang tak bermakna.
Aku melangkah, Â
Meninggalkan jejak-jejak pahit, Â
Bersama rindu yang terus mengikat, Â
Namun biarkan semua terhapus oleh waktu.
Kaaffah, terbanglah, Â
Dalam gaun merah yang melambai, Â
Menuju cakrawala baru, Â
Tinggalkan kenangan kelabu.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H