Di persimpangan malam, cinta kita berlabuh,
Seperti mentari yang hilang di ufuk senja,
Kusulam harap dalam jalinan waktu,
Namun langkah kita terhenti di bayang kelam.
Dengan namamu kujadikan tanda berhenti,
Setiap hurufnya adalah gema kenangan,
Mengalun dalam alunan syahdu yang pudar,
Menyapa hati yang terluka oleh asa.
Bulan memeluk langit dalam cumbuan lirih,
Seperti cinta kita yang terkurung sunyi,
Kusimpan rindumu dalam butir hujan,
Tiap tetesnya adalah isyarat bisu.
Kita bagai bintang yang terpisah jarak,
Menyusuri malam tanpa ujung dan arah,
Namun cinta ini tetap abadi di semesta,
Membias dalam pelangi harapan yang patah.
Pada setiap jejak, aku menulis namamu,
Dalam puisi yang tak berujung, tak berpangkal,
Seperti ombak yang setia mencumbu pantai,
Begitu juga rinduku, abadi dan pilu.
Namun kau adalah kata yang tak terucap,
Dalam sajak ini, kau adalah tanda berhenti,
Mengisyaratkan akhir dari segalanya,
Meski cinta ini takkan pernah mati.
Di bawah gemerlap bintang, aku terdiam,
Menganyam kenangan dalam syair malam,
Dengan namamu, aku berhenti bermimpi,
Namun cinta kita tetap abadi dalam sunyi
Kurangkai perjalanan cinta ini dalam bait bait puisi.Â
dengan namamu kujadikan tanda berhenti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H