Di titik ini,
waktu hanyalah sekumpulan detik bagiku Â
Ketika hujan kunikmati sendiri, tanpamu; alasan terurainya sepi Â
Pada langit, kutitipkan rindu yang tak kunjung usai Â
Menyelam di samudra kelabu, mencarimu di antara milyaran tetes air Â
Setiap butirnya, adalah kenangan yang tertinggal Â
Tanpa hadirmu, aku bagai kapal tanpa haluan, terombang-ambing dalam gelisah Â
Senja menyapa dengan warna yang memudar, seiring hari yang berlalu Â
Cakrawala menangis dalam diam, mengiringi langkah-langkah kecilku Â
Di setiap helai daun gugur, kutemukan jejak bayangmu Â
Namun hanya angin yang menjawab, dengan bisikan hampa Â
Malam tiba, bersama kerlip bintang yang berpendar sepi Â
Bulan menjadi saksi, kesunyian yang tiada bertepi Â
Kusandarkan hati pada bayangan rembulan, berharap menemukan hangatmu di sana Â
Namun kegelapan hanya menambah luka, memperdalam jurang kerinduan Â
Di taman bunga yang pernah kita pijak, warna-warninya kini layu Â
Mawar merah berubah pucat, kehilangan sentuhanmu yang lembut Â
Di setiap kelopaknya, tertulis kisah yang tak pernah selesai Â
Aku terjebak dalam labirin kenangan, mencari jalan keluar yang tak pernah ada Â
Setiap pagi yang datang, terasa seperti ribuan tahun tanpamu Â
Matahari pun enggan menyinari hari, merasakan kehilangan yang sama Â
Aku berjalan dalam bayang-bayang, berharap suatu hari kau kembali Â
Menghapus sepi yang memenjara, menyatukan kita dalam waktu yang abadi Â
Di titik ini,
waktu masih sekumpulan detik bagiku Â
Namun di setiap detiknya, ada harapan yang menyala, meski kecil Â
Bahwa suatu hari, di ujung senja atau di pelukan malam, Â
Aku akan menemukanmu, dan sepi ini pun akan sirna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H