Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kontradiksi Antara Marhaenisme dan Atheisme

30 Juli 2024   04:08 Diperbarui: 30 Juli 2024   04:49 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

**Perspektif Marhaenis Religius terhadap Atheisme**

Dari perspektif Marhaenis yang religius terutama mereka yang berpegang teguh pada Sosio-Nasionalisme - Sosio-Demokrasi - Berketuhanan yang akrab denagn istilah TRISILA (intisari dari Pancasila), atheisme mungkin dilihat sebagai ancaman terhadap nilai-nilai moral yang dipegang teguh dalam perjuangan mereka. Soekarno sendiri sering mengingatkan bahwa perjuangan tanpa landasan moral dan spiritual bisa kehilangan arah dan menjadi destruktif. Dalam pandangan ini, agama memberikan panduan dan motivasi untuk terus berjuang demi keadilan sosial.

Namun, penting juga untuk mengakui bahwa pandangan ini bisa menjadi bahan diskusi yang konstruktif. Marhaenis religius dan atheis bisa berdialog tentang bagaimana moralitas dan etika bisa dijaga dan diterapkan dalam perjuangan sosial tanpa harus mengorbankan prinsip dasar masing-masing.

**Kesimpulan**

Kontradiksi antara Marhaenisme dan atheisme terletak pada perbedaan mendasar dalam hal spiritualitas dan sumber moralitas. Marhaenisme, dengan akar spiritualnya, melihat agama sebagai sumber moralitas dan panduan hidup, sementara atheisme menolak agama sebagai dasar moralitas dan lebih mengandalkan logika dan rasionalitas.

Namun, keduanya juga memiliki interseksi dalam perjuangan melawan ketidakadilan sosial dan penindasan. Dialog antara Marhaenis religius dan atheis bisa menjadi sarana untuk memperkuat perjuangan sosial dengan menghormati perbedaan pandangan dan mencari titik temu dalam tujuan bersama.

Dengan demikian, meskipun terdapat kontradiksi yang signifikan antara Marhaenisme dan atheisme, keduanya juga memiliki potensi untuk saling melengkapi dalam upaya mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan bagi rakyat kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun