Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penyesalan yang Terlambat

25 Juli 2024   19:14 Diperbarui: 25 Juli 2024   19:17 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di bawah sinar purnama malam,

Terbentang kisah yang kelam,

Di relung hati yang penuh diam,

Tersimpan penyesalan mendalam.

Dulu kuberlari mengejar mimpi,

Tak hiraukan cinta yang setia menemani,

Kujunjung tinggi ambisi,

Hingga hati yang tulus kucabik sendiri.

Angin malam membisikkan pilu,

Pada bintang yang redup berlalu,

Ada rindu yang tak pernah beradu,

Dalam bayangan masa lalu.

Senyummu yang hangat menghangatkan pagi,

Kini tinggal kenangan yang tak bertepi,

Sorot matamu yang menyinari hati,

Lenyap ditelan waktu yang tak kembali.

Pada langit kukirimkan doa,

Agar waktu berbaik hati membuka sela,

Namun, realita tak pernah alpa,

Penyesalan datang saat segalanya telah sirna.

Setiap langkah yang kuambil,

Menjejak pada relung luka yang kian membumbung,

Di setiap sudut kota yang kutemui,

Kenanganmu menghantui tak henti.

Ah, betapa bodohnya aku,

Melepaskan cinta yang begitu syahdu,

Kini hidup seperti bayangan semu,

Tanpa dirimu, segalanya terasa abu-abu.

Dalam sunyi malam aku merintih,

Mencari jejak-jejak yang kian menipis,

Namun semua itu hanya ilusi yang lirih,

Kau telah pergi, dan aku tenggelam dalam tangis.

Ingin rasanya waktu kuputar kembali,

Menghapus segala khilaf yang menghampiri,

Tapi semua itu hanyalah mimpi,

Kenyataan takkan pernah bisa kutari.

Di ujung hari yang kian gelap,

Tersemat rasa yang tak kunjung lenyap,

Penyesalan ini begitu melekat rapat,

Mengiringi langkahku yang kian tersesat.

Wahai cinta yang hilang,

Maafkan aku yang pernah terbang tak pulang,

Kini aku hanya bisa mengenang,

Penyesalan yang datang terlalu lambang.

Dalam sunyi kuucap kata,

Pada bayangmu yang entah di mana,

Andai bisa mengulang segalanya,

Kukan memilih tetap bersamamu selamanya.

Aku di sini tak beranjak, menunggu harapan yang tak pasti

Terbelenggu masa lalu yang sangat menyiksa

Waktu yang lalu tiada terulang

Kenangan itu tak kembali

Tangis sedih hanyalah penyesalan

Ingatan sedih itu takkan kuingat

Hati ini terlambat untuk melihat

Sesal jiwa sudah sangat terlambat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun