Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Syair Orang Lapar

24 Juli 2024   19:56 Diperbarui: 24 Juli 2024   20:08 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lapar menyerang desaku

Kentang dipanggang kemarau

Surat orang kampungku

Kuguratkan kertas

 

Risau

Lapar lautan pidato

Ranah dipanggang kemarau

Ketika berduyun mengemis

Ke sinikan hatimu

Kuiris

Lapar di Pinggir Kota

Mayat dipanggang kemarau

Berjajar masuk kubur

Kau ulang jua

Di tengah malam kelam nan sunyi,

Terdengar bisikan lirih di sudut hati,

Perut keroncongan, kosong tak terisi,

Menggigil badan, lemah tak bertenaga lagi.

Pagi datang, membawa sinar mentari,

Namun lapar tak pergi, tetap menghantui diri,

Sisa-sisa harapan, seolah mengabur hari,

Hidup dalam kelaparan, tak berujung henti.

Rupiah di tangan, seolah tak berarti,

Harga-harga melambung, tak terjangkau lagi,

Di warung, di pasar, segalanya tinggi,

Bagaimana bisa bertahan, mengisi perut ini?

Anak-anak menangis, meminta nasi,

Ibu menghela nafas, hati tersayat pedih,

Ayah termenung, mengusap peluh di dahi,

Di mana ada jalan, untuk sekedar bertahan hari ini?

Di pelosok kota, di pinggiran desa,

Orang-orang lapar, berharap asa,

Namun janji-janji kosong, hanya sebatas kata,

Tak ada tindakan nyata, untuk mereka yang terjaga.

Politik bergejolak, debat tak bertepi,

Namun perut-perut kosong, tak terisi,

Keadilan sosial, masih jauh di mata hati,

Kapan kenyang merata, kapan hilang derita ini?

Di tengah deras hujan, di bawah terik matahari,

Orang-orang lapar, berjalan mencari rezeki,

Di lorong gelap, di bawah jembatan tinggi,

Mengais harapan, dari sisa-sisa mimpi.

Syair ini, syair orang lapar,

Yang hidupnya keras, penuh liku dan sabar,

Mereka yang tabah, walau hidup getir dan pahit,

Menanti hari, di mana hidup menjadi lebih baik.

Namun sampai kapan, mereka harus menanti?

Sampai kapan derita ini, berhenti menghantui?

Kepada pemimpin, kepada mereka yang mengerti,

Dengarlah syair ini, suara hati orang lapar yang menanti.

Dalam doa, dalam harap, mereka terus bertahan,

Menggantungkan asa, di tangan Tuhan,

Semoga suatu saat, datanglah perubahan,

Dan syair orang lapar, menjadi syair kenyang dan kebahagiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun