Di negeri yang terselubung kabut,
Harapan terjerat dalam anyaman kusut.
Langit kelabu memeluk mimpi,
Menjerit sunyi dalam hati yang terhimpit.
Rakyat melangkah dengan langkah tertatih,
Menyusuri jalan yang tak pernah lurus.
Dalam labirin kebijakan yang ruwet,
Hanya mimpi yang masih setia menunggu.
Di desa-desa yang terpencil,
Anak-anak bermain di atas tanah yang retak.
Mereka bermimpi tentang sekolah,
Namun realitas menampar keras, membuat hati terkoyak.
Para petani menggarap sawah,
Dengan tangan yang keras dan kulit yang legam.
Hasil panen tak pernah memadai,
Tertindas oleh harga yang selalu tak sepadan.
Di kota yang gemerlap oleh lampu neon,
Kemewahan dan kemiskinan berpelukan.
Gedung-gedung tinggi menantang langit,
Namun di bawahnya, pemulung mencari sisa-sisa hidup.
Mimpi tentang keadilan tak kunjung tiba,
Hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Korupsi merajalela bak penyakit kronis,
Merongrong sendi-sendi bangsa, menghancurkan etika.
Di negeri ini, demokrasi bagai sandiwara,
Rakyat hanya figuran dalam panggung politik.
Janji-janji pemimpin hanyalah angin lalu,
Menggantung mimpi di awan, tak pernah mendarat di tanah.
Namun di tengah segala ruwet ini,
Masih ada nyala semangat yang tak padam.
Mimpi-mimpi tetap hidup dalam jiwa yang tabah,
Berjuang di antara keping-keping harapan yang rapuh.
Mimpi di negeri ruwet adalah mimpi yang keras,
Ditempa oleh realitas yang pahit dan getir.
Namun mimpi itu tetap hidup, tak pernah layu,
Menjadi lentera di kegelapan, menuntun langkah yang terhuyung.
Di ujung jalan yang penuh duri,
Mimpi tentang perubahan menunggu.
Harapan tak pernah benar-benar mati,
Karena dalam setiap hati, masih ada cahaya kecil yang berpendar.
Di negeri yang ruwet ini,
Mimpi adalah kekuatan yang tak ternilai.
Menghidupi semangat untuk terus berjuang,
Mewujudkan negeri yang lebih adil, lebih sejahtera.
Mimpi di negeri ruwet adalah mimpi kita semua,
Menanti hari di mana kabut menghilang.
Ketika harapan dan keadilan bersinar terang,
Menyongsong masa depan yang penuh makna.