3. **PDI**: Partai Demokrasi Indonesia (PDI) adalah partai nasionalis yang lebih pluralistik, yang mencoba menarik dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Namun, pada masa itu, PDI mengalami tekanan dari pemerintah yang berusaha untuk melemahkan oposisi.
### Prediksi Perolehan Suara
Berdasarkan konteks dan popularitas partai pada tahun 1988, berikut adalah perkiraan perolehan suara masing-masing partai jika pilkada langsung diadakan:
1. **Golkar**: Dengan dominasi dan kontrol yang dimiliki oleh Golkar, partai ini diprediksi akan meraih suara mayoritas. Kita bisa memperkirakan Golkar akan mendapatkan sekitar 60-70% suara, mengingat dukungan yang meluas dan penggunaan sumber daya negara untuk kampanye.
2. **PPP**: Meskipun berada dalam posisi yang lebih lemah, PPP memiliki basis dukungan yang solid di kalangan umat Islam. Diperkirakan PPP akan meraih sekitar 15-20% suara, dengan dukungan utama dari wilayah-wilayah dengan populasi Muslim yang kuat.
3. **PDI**: Sebagai partai oposisi yang pluralistik, PDI mungkin akan mendapatkan sekitar 10-15% suara. Dukungan utama PDI kemungkinan besar datang dari kalangan yang menginginkan perubahan dan reformasi, serta dari komunitas-komunitas yang merasa terpinggirkan oleh kebijakan Orde Baru.
### Konteks Politik Indonesia pada Tahun 1988
Pada tahun 1988, Presiden Soeharto baru saja terpilih kembali untuk masa jabatan kelimanya. Pemerintah Orde Baru yang dipimpinnya telah mengendalikan politik Indonesia selama lebih dari dua dekade, dengan kekuatan yang terpusat pada militer dan birokrasi yang loyal. Partai Golkar, yang merupakan kendaraan politik utama Soeharto, mendominasi panggung politik, sementara dua partai lainnya, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), hanya memiliki peran marginal dalam sistem yang sangat terkontrol.
### Dinamika Sosial dan Politik
Meskipun Soeharto dan Golkar memiliki kendali yang kuat, tidak dapat diabaikan bahwa ada ketidakpuasan yang berkembang di kalangan rakyat. Isu-isu seperti korupsi, ketidakadilan sosial, dan kebebasan politik mulai mengemuka. Dalam konteks pilkada langsung, isu-isu ini bisa menjadi faktor penentu dalam menarik dukungan pemilih.
Selain itu, dukungan dari organisasi masyarakat sipil dan kelompok-kelompok agama akan memainkan peran penting. NU dan Muhammadiyah, dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki pengaruh signifikan dan bisa menjadi penentu arah dukungan politik. Gus Dur, dengan latar belakang NU-nya, mungkin mendapat dukungan luas dari kalangan ini.