### Pengantar
Konsep "Easy Hiring, Easy Firing" merujuk pada kebijakan ketenagakerjaan yang memudahkan perusahaan untuk merekrut dan memberhentikan karyawan. Kebijakan ini sering dianggap sebagai cara untuk meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi dalam pasar tenaga kerja, serta merespons dinamika ekonomi yang cepat berubah. Namun, dalam konteks ideologi Marhaenisme, yang berakar pada prinsip keadilan sosial dan ekonomi yang dikembangkan oleh Soekarno, kebijakan ini dapat menimbulkan pertanyaan mengenai keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Tulisan ini akan mengkaji apakah konsep "Easy Hiring, Easy Firing" berbenturan dengan prinsip-prinsip ideologi Marhaenisme.
### Konsep Easy Hiring, Easy Firing
Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" didasarkan pada premis bahwa pasar tenaga kerja yang fleksibel dapat meningkatkan daya saing dan produktivitas. Dengan memudahkan perusahaan untuk merekrut dan memberhentikan karyawan, diharapkan perusahaan dapat lebih cepat menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan pasar, mengadopsi teknologi baru, dan merampingkan operasi mereka. Dalam konteks ini, fleksibilitas tenaga kerja dianggap sebagai faktor kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai stabilitas pekerjaan dan kesejahteraan pekerja. Dalam sistem yang mempermudah pemutusan hubungan kerja, pekerja dapat menghadapi ketidakpastian pekerjaan yang lebih besar, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan ekonomi mereka. Selain itu, tanpa perlindungan yang memadai, kebijakan ini dapat menciptakan ketimpangan kekuasaan antara pengusaha dan pekerja.
### Ideologi Marhaenisme
Marhaenisme, yang dikembangkan oleh Soekarno, berakar pada prinsip keadilan sosial dan ekonomi. Ideologi ini berfokus pada pemberdayaan rakyat kecil, yang disebut sebagai "Marhaen", untuk mencapai kemandirian ekonomi dan sosial. Dalam pandangan Marhaenisme, pembangunan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit.
Prinsip-prinsip Marhaenisme mencakup keadilan distributif, perlindungan terhadap hak-hak pekerja, dan pemerataan kesempatan ekonomi. Soekarno menekankan pentingnya membangun ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai gotong royong dan solidaritas sosial, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan sejahtera.
### Pertentangan antara Easy Hiring, Easy Firing dan Marhaenisme
Konsep "Easy Hiring, Easy Firing" dapat dilihat sebagai bertentangan dengan prinsip-prinsip Marhaenisme dalam beberapa hal:
1. **Stabilitas Pekerjaan**: Marhaenisme menekankan pentingnya stabilitas pekerjaan sebagai bagian dari kesejahteraan sosial. Kebijakan yang mempermudah pemutusan hubungan kerja dapat mengancam stabilitas ini, menyebabkan ketidakpastian dan ketidakamanan bagi pekerja. Dalam perspektif Marhaenisme, stabilitas pekerjaan adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat.
2. **Keseimbangan Kekuasaan**: Prinsip Marhaenisme menekankan perlunya keseimbangan kekuasaan antara pengusaha dan pekerja. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" cenderung memperbesar ketimpangan kekuasaan, karena pengusaha memiliki keleluasaan lebih besar dalam memutuskan nasib pekerja. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan pemerataan kesempatan ekonomi yang diusung oleh Marhaenisme.
3. **Perlindungan Hak-Hak Pekerja**: Marhaenisme menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk hak atas pekerjaan yang layak dan upah yang adil. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" dapat mengabaikan perlindungan ini, karena fokus utamanya adalah pada fleksibilitas dan efisiensi ekonomi, bukan pada kesejahteraan pekerja.
4. **Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan**: Marhaenisme mengadvokasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" yang lebih mengedepankan efisiensi jangka pendek dapat mengabaikan tujuan jangka panjang dari pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
### Solusi dan Alternatif
Untuk mengakomodasi kebutuhan fleksibilitas pasar tenaga kerja tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Marhaenisme, beberapa alternatif kebijakan dapat dipertimbangkan:
1. **Perlindungan Sosial yang Kuat**: Memperkuat sistem perlindungan sosial, seperti asuransi pengangguran dan pelatihan ulang, untuk memastikan pekerja yang terdampak oleh pemutusan hubungan kerja tetap memiliki jaringan pengaman ekonomi.
2. **Dialog Sosial**: Meningkatkan dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang, yang memperhatikan kepentingan semua pihak.
3. **Kebijakan Ketenagakerjaan Aktif**: Mengembangkan kebijakan ketenagakerjaan aktif yang mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas, seperti insentif untuk pelatihan dan pengembangan keterampilan, serta dukungan untuk usaha kecil dan menengah.
4. **Fleksibilitas yang Terkendali**: Mengadopsi pendekatan fleksibilitas yang terkendali, di mana perusahaan memiliki ruang untuk beradaptasi dengan perubahan pasar, tetapi tetap ada mekanisme perlindungan yang memadai bagi pekerja.
### Kesimpulan
Konsep "Easy Hiring, Easy Firing" dan ideologi Marhaenisme memiliki titik-titik pertentangan yang signifikan, terutama dalam hal stabilitas pekerjaan, keseimbangan kekuasaan, dan perlindungan hak-hak pekerja. Namun, dengan pendekatan kebijakan yang seimbang dan inklusif, dimungkinkan untuk menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel dan efisien tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan sosial dan ekonomi yang diusung oleh Marhaenisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H