1. **Stabilitas Pekerjaan**: Marhaenisme menekankan pentingnya stabilitas pekerjaan sebagai bagian dari kesejahteraan sosial. Kebijakan yang mempermudah pemutusan hubungan kerja dapat mengancam stabilitas ini, menyebabkan ketidakpastian dan ketidakamanan bagi pekerja. Dalam perspektif Marhaenisme, stabilitas pekerjaan adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh rakyat.
2. **Keseimbangan Kekuasaan**: Prinsip Marhaenisme menekankan perlunya keseimbangan kekuasaan antara pengusaha dan pekerja. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" cenderung memperbesar ketimpangan kekuasaan, karena pengusaha memiliki keleluasaan lebih besar dalam memutuskan nasib pekerja. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan pemerataan kesempatan ekonomi yang diusung oleh Marhaenisme.
3. **Perlindungan Hak-Hak Pekerja**: Marhaenisme menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk hak atas pekerjaan yang layak dan upah yang adil. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" dapat mengabaikan perlindungan ini, karena fokus utamanya adalah pada fleksibilitas dan efisiensi ekonomi, bukan pada kesejahteraan pekerja.
4. **Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan**: Marhaenisme mengadvokasi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, di mana setiap individu memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan. Kebijakan "Easy Hiring, Easy Firing" yang lebih mengedepankan efisiensi jangka pendek dapat mengabaikan tujuan jangka panjang dari pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
### Solusi dan Alternatif
Untuk mengakomodasi kebutuhan fleksibilitas pasar tenaga kerja tanpa mengorbankan prinsip-prinsip Marhaenisme, beberapa alternatif kebijakan dapat dipertimbangkan:
1. **Perlindungan Sosial yang Kuat**: Memperkuat sistem perlindungan sosial, seperti asuransi pengangguran dan pelatihan ulang, untuk memastikan pekerja yang terdampak oleh pemutusan hubungan kerja tetap memiliki jaringan pengaman ekonomi.
2. **Dialog Sosial**: Meningkatkan dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang seimbang, yang memperhatikan kepentingan semua pihak.
3. **Kebijakan Ketenagakerjaan Aktif**: Mengembangkan kebijakan ketenagakerjaan aktif yang mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas, seperti insentif untuk pelatihan dan pengembangan keterampilan, serta dukungan untuk usaha kecil dan menengah.
4. **Fleksibilitas yang Terkendali**: Mengadopsi pendekatan fleksibilitas yang terkendali, di mana perusahaan memiliki ruang untuk beradaptasi dengan perubahan pasar, tetapi tetap ada mekanisme perlindungan yang memadai bagi pekerja.
### Kesimpulan