Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hipotesis Pemilu 1987: Penggunaan Sistem Distrik

8 Juli 2024   02:55 Diperbarui: 8 Juli 2024   04:14 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi/Harian Suara Merdeka Edisi 6 Januari 1987

**Hipotesis Perolehan Suara dan Kursi PPP-Golkar-PDI di Pemilu 1987 Jika Menggunakan Sistem Pemilu Distrik**

Pemilihan Umum (Pemilu) 1987 di Indonesia merupakan salah satu pemilu yang mencatatkan dominasi besar oleh Golkar. Pada pemilu tersebut, Golkar berhasil memperoleh suara mayoritas dan mendominasi perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) mendapatkan porsi suara dan kursi yang jauh lebih kecil. Artikel ini akan mengupas hipotesis mengenai perolehan suara dan kursi PPP, Golkar, dan PDI pada Pemilu 1987 apabila sistem pemilu yang digunakan adalah sistem pemilu distrik, bukan sistem proporsional.

### Latar Belakang Pemilu 1987

Pada Pemilu 1987, Indonesia menggunakan sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup. Dalam sistem ini, pemilih memberikan suara untuk partai politik, dan kursi DPR dialokasikan secara proporsional berdasarkan perolehan suara setiap partai di tingkat nasional. Golkar berhasil meraih 62,1% suara, PPP memperoleh 15,9%, dan PDI mendapatkan 10,9% suara. Dominasi Golkar terlihat sangat kuat, dan ini tercermin dalam alokasi kursi DPR yang mereka peroleh.

### Sistem Pemilu Proporsional vs. Sistem Pemilu Distrik

Sistem pemilu proporsional bertujuan untuk mencerminkan proporsi suara yang diterima partai dalam pembagian kursi. Sebaliknya, sistem pemilu distrik (sistem distrik tunggal) membagi negara menjadi sejumlah distrik, dan setiap distrik diwakili oleh satu anggota DPR yang dipilih berdasarkan suara terbanyak di distrik tersebut. Sistem ini cenderung menghasilkan perwakilan yang lebih fokus pada daerah tertentu dan sering kali memberikan keunggulan pada partai-partai besar.

### Hipotesis Perolehan Suara dan Kursi

Dengan asumsi bahwa sistem pemilu yang digunakan adalah sistem distrik, kita dapat merumuskan beberapa hipotesis mengenai perolehan suara dan kursi PPP, Golkar, dan PDI pada Pemilu 1987.

#### 1. Dominasi Golkar Akan Semakin Menguat

Dalam sistem distrik, partai dengan dukungan geografis yang luas dan merata cenderung diuntungkan. Pada Pemilu 1987, Golkar memiliki dukungan yang kuat dan merata di berbagai daerah di Indonesia. Dengan demikian, hipotesis pertama adalah bahwa dominasi Golkar akan semakin menguat dalam sistem pemilu distrik. Golkar kemungkinan besar akan memenangkan sebagian besar distrik, terutama di wilayah-wilayah pedesaan dan pinggiran kota di mana mereka memiliki basis pemilih yang kuat.

#### 2. PPP dan PDI Akan Kesulitan Mendapatkan Kursi

PPP dan PDI, meskipun memiliki dukungan yang signifikan, cenderung memiliki basis pemilih yang lebih terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Dalam sistem pemilu distrik, partai-partai dengan dukungan yang tidak merata akan kesulitan untuk memenangkan distrik-distrik di mana mereka tidak memiliki basis pemilih yang kuat. Oleh karena itu, hipotesis kedua adalah bahwa PPP dan PDI akan kesulitan untuk mendapatkan kursi dalam jumlah yang signifikan. Mereka kemungkinan hanya akan memenangkan distrik-distrik di mana mereka memiliki dukungan kuat, seperti daerah-daerah dengan konsentrasi pemilih muslim yang tinggi untuk PPP dan daerah perkotaan tertentu untuk PDI.

#### 3. Potensi Peningkatan Representasi Daerah Tertentu

Sistem pemilu distrik dapat meningkatkan representasi daerah-daerah tertentu yang memiliki kandidat kuat dari partai yang lebih kecil. Hipotesis ketiga adalah bahwa meskipun PPP dan PDI mungkin mengalami kesulitan secara keseluruhan, mereka masih dapat memenangkan distrik-distrik di mana mereka memiliki kandidat yang populer dan berpengaruh. Hal ini bisa terjadi di kota-kota besar atau daerah-daerah yang memiliki tradisi politik yang kuat dan mendukung salah satu dari kedua partai tersebut.

### Simulasi Hipotetis

Untuk memperjelas hipotesis ini, kita bisa melakukan simulasi sederhana dengan membagi Indonesia menjadi beberapa distrik berdasarkan data pemilih pada tahun 1987. Misalnya, jika Indonesia dibagi menjadi 300 distrik, maka setiap distrik akan memilih satu anggota DPR. Berdasarkan perolehan suara pada Pemilu 1987, kita dapat memperkirakan hasil sebagai berikut:

- **Golkar**: Dengan dominasi suara yang mencapai 62,1%, Golkar kemungkinan besar akan memenangkan mayoritas distrik. Jika kita asumsikan Golkar memenangkan sekitar 70-80% dari total distrik, mereka akan mendapatkan antara 210 hingga 240 kursi.

  - **PPP**: Dengan perolehan suara 15,9%, PPP mungkin akan memenangkan distrik-distrik di wilayah dengan konsentrasi pemilih muslim yang tinggi. Jika kita asumsikan PPP memenangkan sekitar 10-15% dari total distrik, mereka akan mendapatkan antara 30 hingga 45 kursi.

- **PDI**: Dengan perolehan suara 10,9%, PDI mungkin akan memenangkan distrik-distrik di wilayah perkotaan atau daerah dengan basis pendukung yang kuat. Jika kita asumsikan PDI memenangkan sekitar 5-10% dari total distrik, mereka akan mendapatkan antara 15 hingga 30 kursi.

### Dampak Sistem Pemilu Distrik

Penggunaan sistem pemilu distrik akan menghasilkan peta politik yang berbeda di Indonesia. Dominasi Golkar mungkin akan semakin kuat, sementara partai-partai seperti PPP dan PDI harus berjuang lebih keras untuk memenangkan distrik-distrik tertentu. Sistem ini juga dapat mendorong kandidat-kandidat yang lebih berorientasi pada kepentingan daerah, karena mereka harus memenangkan dukungan langsung dari pemilih di distrik mereka.

Namun, sistem pemilu distrik juga memiliki kelemahan, seperti potensi terjadinya gerrymandering (manipulasi batas distrik untuk keuntungan politik) dan kurangnya representasi proporsional bagi partai-partai kecil. Oleh karena itu, meskipun sistem ini dapat mengubah dinamika politik, implementasinya harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai faktor untuk memastikan keadilan dan representasi yang tepat bagi seluruh rakyat Indonesia.

### Kesimpulan

Hipotesis mengenai perolehan suara dan kursi PPP, Golkar, dan PDI pada Pemilu 1987 jika menggunakan sistem pemilu distrik menunjukkan bahwa Golkar kemungkinan besar akan semakin mendominasi perolehan kursi, sementara PPP dan PDI akan menghadapi tantangan dalam mendapatkan representasi yang signifikan. Sistem pemilu distrik memiliki potensi untuk mengubah peta politik Indonesia, namun juga membawa tantangan tersendiri dalam hal keadilan dan representasi. Penelitian lebih lanjut dan simulasi yang lebih mendalam diperlukan untuk memahami secara komprehensif dampak dari perubahan sistem pemilu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun