Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Suara yang Tak Didengar

25 Juni 2024   17:25 Diperbarui: 25 Juni 2024   17:27 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/id/vektor/kelompok-siluet-orang-mengangkat-fist-dan-tanda-tanda-protes-di-latar-belakang-gm1176042958-327730817

Di balik tirai malam yang pekat,  

Ada suara-suara lirih tak terhitung.  

Mereka berbisik dalam angin yang dingin,  

Mengalir di antara bisingnya kota yang tak pernah tidur.

Adalah suara ibu-ibu di pasar pagi,  

Menghitung recehan dengan jari gemetar,  

Menimbang harapan di atas timbangan rusak,  

Bermimpi tentang masa depan yang cerah.

Adalah suara anak-anak di sudut jalan,  

Bermain di bawah bayang lampu neon,  

Dengan tawa yang memecah kesunyian,  

Namun mata mereka menyimpan kesedihan.

Adalah suara petani di ladang gersang,  

Bercakap dengan tanah yang retak.  

Mereka menanam benih-benih perjuangan,  

Namun panennya hanya janji-janji kosong.

Adalah suara buruh di pabrik tua,  

Bekerja keras di bawah matahari kejam.  

Keringat mereka mengalir seperti sungai,  

Namun gaji mereka tak pernah mengalir cukup.

Adalah suara nelayan di lautan luas,  

Berlayar di atas ombak penuh harap.  

Mereka mengejar ikan-ikan impian,  

Namun pulang dengan jala kosong dan perut lapar.

Adalah suara orang-orang tua di desa,  

Bercerita tentang masa lalu yang damai.  

Mereka menanti di bawah pohon kenangan,  

Namun zaman modern menutup telinga mereka.

Suara-suara ini adalah simfoni,  

Yang terabaikan oleh telinga kuasa.  

Mereka adalah bait-bait puisi,  

Yang tertulis di halaman sunyi sejarah.

Di balik tembok-tembok megah kota,  

Suara-suara ini bergema,  

Namun hanya menjadi latar,  

Dalam drama kehidupan yang sibuk.

Ketika pemimpin berbicara di podium,  

Dengan kata-kata manis dan janji-janji muluk,  

Suara-suara ini tenggelam,  

Di bawah riuhnya tepuk tangan kosong.

Namun suara-suara ini adalah nyawa,  

Dari sebuah bangsa yang berdiri rapuh.  

Mereka adalah api yang menyala,  

Dalam gelapnya malam ketidakpedulian.

Suara-suara ini adalah kita,  

Setiap nafas, setiap langkah, setiap doa.  

Mereka adalah panggilan dari hati,  

Untuk dunia yang lebih adil dan penuh cinta.

Di hari yang cerah nanti,  

Suara-suara ini akan menjadi teriakan.  

Membawa revolusi, mengguncang dunia,  

Membuka mata dan telinga yang tertutup.

Karena suara yang tak didengar,  

Adalah kekuatan yang menunggu saatnya.  

Untuk menjadi badai yang menghapus,  

Ketidakadilan dan ketidakpedulian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun