---
Di balik mega-mega jingga, Â
Saat senja menutup tirai hari, Â
Di kampung kumuh, tempat kisah terlupakan, Â
Terukir nasib-nasib tanpa peri.
Rintihan senyap dalam bisikan angin, Â
Anak-anak bermain dengan bayang suram, Â
Di lorong-lorong sempit, di sela-sela dinding kusam, Â
Harapan menipis, terselip di balik puing.
Bocah kecil bertelanjang kaki, Â
Menapaki jalan berbatu yang tak rata, Â
Menyusuri mimpi di balik mata bening, Â
Dengan senyum tulus, walau perih mendera.
Rumah-rumah reyot berdiri berdesakan, Â
Atap bocor, dinding lapuk menyapa hujan, Â
Dalam kegelapan malam, cahaya lampu temaram, Â
Menggambarkan hidup yang tak pernah lapang.
Di setiap sudut, cerita pilu tersimpan, Â
Pekerja keras, mencari nafkah sejumput, Â
Peluh dan darah menyatu di hamparan, Â
Dalam derita panjang, mereka tetap berdegup.
Ibu tua, duduk di atas tikar usang, Â
Menyulam kenangan dengan benang duka, Â
Menatap senja yang perlahan hilang, Â
Dengan mata sayu, penuh doa tanpa jeda.
Sementara, di balik gedung pencakar langit, Â
Kehidupan berputar dalam gemerlap, Â
Namun di sini, di kampung yang sepi lirih, Â
Ada cerita nyata yang tak tersentuh apik.
Senja pun berlalu, meninggalkan warna kelabu, Â
Namun asa mereka tetap menyala, Â
Dalam tiap langkah, dalam tiap nafas, Â
Mengguratkan kekuatan yang tak pernah rapuh.
Wahai dunia, dengarlah jerit mereka, Â
Di kampung kumuh, di balik megahnya kota, Â
Ada jiwa-jiwa yang merindu bahagia, Â
Mencari tempat, dalam pelukan semesta.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H