Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa Indonesia, ideologi-ideologi dan pemikiran-pemikiran politik memiliki peranan yang sangat penting. Di antaranya, Marhaenisme, Trisila, dan Pancasila muncul sebagai konsep-konsep yang membawa semangat perjuangan dan visi kebangsaan yang sama, mencerminkan jiwa dan aspirasi bangsa Indonesia. Meskipun memiliki fokus dan karakteristik yang berbeda, ketiganya saling melengkapi dan membentuk sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan nasional.
Marhaenisme: Ideologi Kerakyatan
Marhaenisme adalah sebuah ideologi politik yang diperkenalkan oleh Soekarno, presiden pertama Indonesia. Nama Marhaen diambil dari seorang petani kecil yang ditemui Soekarno di Bandung, yang menggambarkan nasib rakyat kecil yang berjuang untuk kelangsungan hidup di tengah kesulitan. Marhaenisme berakar pada semangat kerakyatan dan keadilan sosial, menekankan perlunya penghapusan penindasan dan eksploitasi, serta pembelaan terhadap hak-hak kaum pekerja dan petani.
Prinsip utama Marhaenisme adalah anti-kapitalisme, anti-imperialisme, dan anti-feodalisme. Soekarno melihat bahwa penindasan dan ketidakadilan yang dialami rakyat kecil adalah hasil dari sistem kapitalisme yang eksploitatif, imperialisme yang menindas, dan feodalisme yang mengekang. Oleh karena itu, Marhaenisme mengusung agenda perubahan sosial yang radikal untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, di mana kekayaan dan sumber daya negara digunakan untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Trisila: Konsep Dasar Kebangsaan
Trisila adalah konsep dasar yang juga dikembangkan oleh Soekarno sebagai bagian dari upayanya untuk merumuskan ideologi nasional. Trisila terdiri dari tiga prinsip utama: Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan. Ketiga prinsip ini mencerminkan visi Soekarno tentang sebuah negara yang adil, demokratis, dan berlandaskan pada nilai-nilai spiritual.
1. **Sosio-nasionalisme** menekankan pentingnya kebangsaan yang inklusif, di mana semua warga negara memiliki kesetaraan dan tidak ada diskriminasi berdasarkan suku, agama, atau ras.
2. **Sosio-demokrasi** menggarisbawahi pentingnya demokrasi yang tidak hanya bersifat politik tetapi juga sosial dan ekonomi, di mana kesejahteraan dan keadilan sosial menjadi tujuan utama.
3. **Ketuhanan** menegaskan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara harus berlandaskan pada nilai-nilai spiritual dan moral yang luhur, menghormati keberagaman agama dan kepercayaan.
 Pancasila: Fondasi BerNegara
Pancasila, yang diresmikan sebagai dasar negara Indonesia pada 1 Juni 1945, merupakan kristalisasi dari berbagai ide dan prinsip yang telah dikembangkan oleh para pendiri bangsa, termasuk Soekarno. Pancasila terdiri dari lima sila, yang masing-masing mencerminkan nilai-nilai fundamental yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:
1. **Ketuhanan Yang Maha Esa**: Mengakui keberadaan Tuhan dan menghormati kebebasan beragama.
2. **Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab**: Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan.
3. **Persatuan Indonesia**: Menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.
4. **Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan**: Mengedepankan prinsip demokrasi dan musyawarah untuk mufakat.
5. **Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia**: Berusaha mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Kesatuan yang Tak Terpisahkan
Meskipun Marhaenisme, Trisila, dan Pancasila memiliki fokus yang berbeda, ketiganya berbagi nafas yang sama dalam memperjuangkan keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan. Marhaenisme dengan semangat kerakyatannya, Trisila dengan prinsip-prinsip dasar kebangsaannya, dan Pancasila sebagai fondasi ideologis negara, semuanya saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain.
Marhaenisme memberikan landasan moral dan etis untuk perjuangan keadilan sosial yang tercermin dalam sila kelima Pancasila. Trisila memperluas visi kebangsaan yang inklusif dan demokratis, yang menjadi dasar bagi persatuan Indonesia dan sistem demokrasi yang diamanatkan oleh Pancasila. Pancasila, dengan kelima silanya, mengintegrasikan nilai-nilai yang dianut oleh Marhaenisme dan Trisila, membentuk sebuah ideologi yang komprehensif dan kokoh sebagai dasar negara.
Dalam konteks pembangunan bangsa, pemahaman yang mendalam tentang keterkaitan antara Marhaenisme, Trisila, dan Pancasila sangat penting. Ketiganya mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan bukanlah tugas yang terpisah, melainkan sebuah kesatuan yang harus dijalankan secara bersamaan. Dengan demikian, kita dapat membangun Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H