Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Andai Kata Pemilu 1997 Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka

19 Juni 2024   04:17 Diperbarui: 19 Juni 2024   05:19 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi PRIBADI/Suara Merdeka Edisi 30 Mei 1997

Hipotesis

Pemilu 1997 di Indonesia dilaksanakan pada masa Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu ini diadakan dengan sistem proporsional tertutup, di mana rakyat hanya memilih partai politik, dan partai yang menentukan calon-calon yang akan duduk di legislatif. Andaikata Pemilu 1997 menggunakan sistem proporsional terbuka, di mana rakyat dapat memilih langsung calon anggota legislatif, akan ada sejumlah perubahan yang signifikan dalam dinamika politik dan hasil pemilu tersebut. Medio 1995-1996, Tuntutan Perubahan Atas Sistem Pemilu Mengemuka, bahkan sebelum dan setelah Peristiwa Mei 1998, Suara Suara Yang Menginginkan Perubahan Sistem Pemilu Kembali Menggema. Artikel ini akan mengulas beberapa hipotesis utama mengenai bagaimana perubahan sistem pemilu tersebut bisa memengaruhi hasil pemilu, partisipasi politik, representasi, dan stabilitas politik di Indonesia.

Perubahan Hasil Pemilu

Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih tidak hanya memilih partai tetapi juga kandidat yang mereka inginkan untuk duduk di legislatif. Hal ini memungkinkan pemilih untuk lebih terlibat dalam proses seleksi perwakilan mereka. Andaikata Pemilu 1997 menggunakan sistem ini, kita dapat menghipotesiskan bahwa hasil pemilu akan menunjukkan variasi yang lebih besar dalam representasi kandidat dari partai yang sama. Kandidat dengan popularitas tinggi atau dengan kampanye yang lebih kuat mungkin akan mendapatkan suara lebih banyak dibandingkan dengan kandidat lain dari partai yang sama.

Sebagai contoh, Golkar sebagai partai dominan di era tersebut mungkin masih memenangkan mayoritas suara, namun jumlah perwakilan individu dari Golkar yang terpilih bisa lebih bervariasi, tergantung pada popularitas masing-masing calon. Partai-partai oposisi seperti PDI dan PPP mungkin juga melihat peningkatan jumlah kursi mereka karena kandidat-kandidat tertentu yang populer di tingkat lokal bisa mendapatkan lebih banyak suara daripada yang mereka dapatkan dalam sistem tertutup.

Peningkatan Partisipasi Politik

Sistem proporsional terbuka dapat mendorong partisipasi politik yang lebih tinggi dari pemilih. Pemilih mungkin merasa lebih terlibat dan terdorong untuk berpartisipasi karena mereka memiliki suara langsung dalam memilih perwakilan mereka. Pada Pemilu 1997, tingkat partisipasi pemilih cukup tinggi sekitar 90%, tetapi sistem proporsional terbuka mungkin mendorong tingkat partisipasi yang lebih antusias karena adanya pilihan langsung terhadap calon legislatif.

Selain itu, kandidat individu yang memiliki hubungan kuat dengan konstituen mereka mungkin akan lebih termotivasi untuk berinteraksi langsung dengan pemilih, mengadakan kampanye yang lebih mendalam, dan memperkuat hubungan antara wakil rakyat dan konstituen mereka. Ini akan meningkatkan rasa keterlibatan dan kepercayaan pemilih terhadap proses pemilu.

Perbaikan Representasi

Sistem proporsional terbuka memungkinkan pemilih untuk memilih calon yang mereka rasa benar-benar mewakili kepentingan mereka, bukan hanya partai politik. Ini dapat menghasilkan perwakilan yang lebih akurat dari berbagai kelompok masyarakat. Pada Pemilu 1997, dengan sistem tertutup, keputusan siapa yang akan menduduki kursi legislatif berada sepenuhnya di tangan partai. Sistem ini sering kali mengakibatkan munculnya elit-elit partai yang menduduki posisi tanpa mempertimbangkan aspirasi langsung dari pemilih.

Jika Pemilu 1997 menggunakan sistem proporsional terbuka, kandidat dengan basis dukungan lokal yang kuat, aktivis masyarakat, atau figur publik yang populer karena prestasi tertentu, bisa memiliki peluang lebih besar untuk terpilih. Ini akan meningkatkan diversitas dan kualitas perwakilan di legislatif, dengan anggota yang mungkin lebih responsif terhadap kebutuhan konstituen mereka.

Stabilitas Politik

Salah satu risiko utama dari sistem proporsional terbuka adalah potensi meningkatnya fragmentasi politik. Dengan lebih banyak kandidat yang terpilih berdasarkan popularitas individu, partai politik bisa menjadi lebih terpecah, dan stabilitas politik bisa terganggu. Andaikata sistem ini diterapkan pada Pemilu 1997, mungkin akan muncul faksi-faksi dalam partai besar seperti Golkar, yang bisa mengakibatkan ketidakstabilan internal.

Namun, di sisi lain, keterbukaan sistem ini bisa memaksa partai politik untuk lebih demokratis dan responsif terhadap anggota dan pemilih mereka, karena mereka harus mendukung kandidat yang populer dan bisa memenangkan suara. Ini bisa menjadi langkah positif menuju demokrasi yang lebih matang dan representatif.

Kesimpulan

Andaikata Pemilu 1997 di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka, hasilnya kemungkinan besar akan berbeda dalam beberapa aspek penting. Hasil pemilu mungkin akan menunjukkan variasi yang lebih besar dalam representasi, partisipasi politik kemungkinan meningkat, representasi di legislatif bisa lebih baik, namun juga ada risiko fragmentasi politik yang lebih tinggi. Sistem proporsional terbuka memiliki potensi untuk membuat pemilu lebih inklusif dan representatif, tetapi juga memerlukan manajemen yang baik untuk memastikan stabilitas politik yang berkelanjutan. Artikel ini menggarisbawahi pentingnya sistem pemilu yang adil dan transparan dalam membentuk demokrasi yang sehat dan efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun