Bandung, kota yang dikenal dengan julukan "Paris van Java", memiliki pesona alam yang menakjubkan dan keunikan budaya yang kental. Namun, di balik keindahan alam dan kekayaan budayanya, Bandung juga menghadapi tantangan dalam menjaga harmoni sosial dan lingkungan di tengah perkembangan kota yang pesat. Untuk itu, penting bagi kita untuk merenungkan kembali nilai-nilai Trisila Sukarno yang bisa menjadi fondasi untuk mewujudkan Bandung yang lebih geulis (indah) dan harmonis.
 Trisila Sukarno: Fondasi Ideologis untuk Kota yang Lebih Baik
Trisila Sukarno, yang terdiri dari tiga nilai utama yaitu Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Yang Maha Esa, bisa menjadi pedoman dalam pembangunan dan pengelolaan kota Bandung. Mari kita telaah bagaimana ketiga nilai ini dapat diaplikasikan dalam konteks Bandung.
 1. Sosio-nasionalisme: Mengedepankan Kepentingan Bersama
Sosio-nasionalisme mengajarkan kita untuk mencintai tanah air dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu atau kelompok tertentu. Di Bandung, nilai ini dapat diterapkan dengan memperkuat rasa kebersamaan dan gotong-royong antarwarga. Misalnya, dalam mengatasi masalah lingkungan seperti sampah dan polusi, pemerintah kota bersama masyarakat harus bekerja sama dalam menjaga kebersihan dan kelestarian alam.
Program-program seperti kerja bakti massal, kampanye pengurangan sampah plastik, dan penghijauan kota adalah langkah konkret yang dapat diambil untuk menerapkan nilai sosio-nasionalisme. Selain itu, dukungan terhadap produk lokal dan UMKM juga merupakan bentuk nyata dari cinta tanah air yang dapat menggerakkan roda perekonomian kota.
 2. Sosio-demokrasi: Membangun Partisipasi dan Keadilan Sosial
Sosio-demokrasi menekankan pada pentingnya partisipasi aktif warga dalam proses pengambilan keputusan dan keadilan sosial. Di Bandung, penerapan sosio-demokrasi dapat dilakukan dengan memperkuat mekanisme partisipasi publik dalam perencanaan dan pengelolaan kota. Misalnya, dengan mengadakan forum warga, musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), dan memperkuat peran RW/RT sebagai jembatan antara pemerintah dan masyarakat.
Selain itu, keadilan sosial harus diwujudkan dengan memastikan bahwa semua warga, termasuk kelompok marginal, mendapatkan akses yang adil terhadap layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Program-program yang mendukung inklusi sosial dan ekonomi harus menjadi prioritas agar tidak ada warga yang tertinggal dalam arus pembangunan.
 3. Ketuhanan Yang Maha Esa: Menjaga Moralitas dan Etika