Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Politik Dinasti dalam Lensa Marhaenisme

9 Juni 2024   22:33 Diperbarui: 9 Juni 2024   22:33 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://kepahiang.progres.id/berita/mengenal-apa-itu-dinasti-politik-yang-lagi-viral-di-kaitkan-dengan-gibran.html/6?amp=1

Politik dinasti, sebuah fenomena di mana kekuasaan politik dikuasai oleh satu keluarga secara turun-temurun, telah menjadi topik hangat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dalam analisis marhaenisme, yang merupakan filosofi politik yang dicetuskan oleh Soekarno, pendiri bangsa dan Presiden pertama Indonesia, politik dinasti dapat dilihat dari perspektif yang kritis dan analitis.

**1. Konsep Politik Dinasti**

Politik dinasti sering kali dikaitkan dengan nepotisme, di mana kekuasaan dan posisi politik diberikan bukan berdasarkan kompetensi dan kapabilitas, melainkan karena hubungan keluarga. Fenomena ini dapat ditemukan di berbagai level pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Keluarga yang sudah memiliki kekuasaan cenderung mempertahankan dan memperluas pengaruh mereka dengan menempatkan anggota keluarga dalam posisi strategis.

**2. Marhaenisme: Sebuah Landasan Filosofis**

Marhaenisme, yang berasal dari istilah "Marhaen" yang dipopulerkan oleh Soekarno, merujuk pada golongan rakyat kecil yang mandiri, namun tertindas oleh sistem yang tidak adil. Marhaenisme berfokus pada keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan penolakan terhadap penindasan dalam bentuk apapun. Dalam konteks politik, marhaenisme menekankan pentingnya partisipasi politik yang merata dan adil, di mana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik tanpa diskriminasi.

**3. Politik Dinasti dan Marhaenisme**

Dalam lensa marhaenisme, politik dinasti dapat dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan pemerataan kesempatan. Politik dinasti cenderung menciptakan oligarki, di mana kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir orang dan keluarga. Hal ini bertolak belakang dengan semangat marhaenisme yang berjuang untuk pemberdayaan rakyat kecil dan pemerataan kekuasaan.

Politik dinasti juga dapat menghambat meritokrasi, yaitu sistem di mana posisi dan kekuasaan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasi. Dalam politik dinasti, kesempatan untuk menduduki posisi strategis sering kali tertutup bagi mereka yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan elite penguasa, meskipun mereka memiliki kapabilitas dan kompetensi yang tinggi. Ini jelas merupakan bentuk ketidakadilan yang ingin dihapuskan oleh marhaenisme.

**4. Dampak Politik Dinasti terhadap Demokrasi**

Politik dinasti memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas demokrasi. Pertama, politik dinasti dapat mengurangi partisipasi politik dari kalangan luas karena banyak yang merasa tidak memiliki kesempatan untuk bersaing secara adil. Kedua, politik dinasti dapat menurunkan kualitas pemerintahan karena penempatan posisi didasarkan pada hubungan keluarga, bukan kompetensi. Ketiga, politik dinasti dapat memperburuk korupsi karena kekuasaan yang terpusat memudahkan penyalahgunaan wewenang tanpa mekanisme kontrol yang memadai.

**5. Jalan Menuju Perubahan: Perspektif Marhaenis**

Dari perspektif marhaenisme, mengatasi politik dinasti memerlukan beberapa langkah konkret:

**a. Reformasi Politik:** Mendorong reformasi politik yang memastikan sistem pemilihan umum yang adil dan transparan, di mana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.

**b. Pendidikan Politik:** Meningkatkan pendidikan politik di kalangan masyarakat, agar mereka memahami pentingnya meritokrasi dan partisipasi politik yang adil. Pendidikan politik juga harus menekankan nilai-nilai marhaenisme, seperti keadilan sosial dan pemerataan kesempatan.

**c. Pembatasan Masa Jabatan:** Menerapkan pembatasan masa jabatan untuk posisi-posisi tertentu dalam pemerintahan, guna mencegah terjadinya penguasaan kekuasaan oleh satu keluarga dalam jangka waktu yang lama.

**d. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:** Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, dengan memperkuat lembaga-lembaga pengawas yang independen dan efektif.

**Kesimpulan**

Politik dinasti, dalam lensa marhaenisme, merupakan bentuk ketidakadilan yang harus diatasi untuk mewujudkan pemerintahan yang adil dan merata. Dengan mengedepankan prinsip-prinsip marhaenisme seperti keadilan sosial, meritokrasi, dan partisipasi politik yang luas, kita dapat menciptakan sistem politik yang lebih demokratis dan bebas dari praktik-praktik nepotisme dan oligarki. Perjuangan untuk menghapus politik dinasti adalah bagian dari perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang adil dan makmur, di mana setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun