#### Pendahuluan
Kebijakan pemerintah Indonesia untuk memotong gaji pekerja sebesar 2,5% sebagai kontribusi bagi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan. Dikenal sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan program perumahan rakyat, kebijakan ini menjadi sorotan karena dianggap memberatkan pekerja, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis kebijakan tersebut dari perspektif Marhaenisme, ideologi yang digagas oleh Soekarno yang menekankan pada keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
#### Kebijakan Pemotongan Gaji dan Tujuan Tapera
Tapera dirancang sebagai solusi untuk mengatasi masalah perumahan yang terus menghantui Indonesia. Dengan menabung sebagian dari gaji pekerja, diharapkan setiap warga negara dapat memiliki akses terhadap perumahan yang layak. Secara teoretis, kebijakan ini bertujuan baik: meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kepemilikan rumah yang terjangkau.
Namun, penerapan kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Pemotongan gaji sebesar 2,5% dianggap terlalu membebani, terutama bagi pekerja yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Selain itu, ketidakjelasan dalam mekanisme pengelolaan dana Tapera dan transparansi alokasinya menambah kekhawatiran tentang efektifitas dan keadilan kebijakan ini.
#### Analisa Marhaenisme
Marhaenisme, sebagai sebuah ideologi, mengedepankan kepentingan rakyat kecil dan menolak segala bentuk penindasan dan eksploitasi. Soekarno, sebagai pencetus Marhaenisme, berpendapat bahwa pembangunan harus berbasis pada kebutuhan rakyat banyak dan bukan hanya menguntungkan segelintir elite.
1. **Eksploitasi Buruh:**
  Dalam konteks pemotongan gaji 2,5%, kita dapat melihat elemen eksploitasi buruh. Pekerja dipaksa untuk menyisihkan sebagian dari penghasilan mereka, yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan mendesak lainnya, demi program yang manfaatnya belum tentu dapat mereka nikmati dalam waktu dekat. Ini menciptakan kesenjangan di mana beban pembangunan perumahan rakyat lebih banyak ditanggung oleh mereka yang justru memerlukan bantuan, bukan oleh mereka yang memiliki sumber daya lebih besar.
2. **Ketidakadilan Sosial:**
  Dari sudut pandang Marhaenisme, kebijakan ini mencerminkan ketidakadilan sosial. Pekerja berpenghasilan rendah dipotong gajinya tanpa ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan manfaat yang setimpal. Sebaliknya, mereka yang berpenghasilan lebih tinggi cenderung tidak merasakan dampak signifikan dari pemotongan tersebut. Hal ini berpotensi memperlebar jurang kesenjangan antara kaya dan miskin, bertentangan dengan prinsip-prinsip Marhaenisme yang mengutamakan kesejahteraan kolektif.
3. **Partisipasi Rakyat dalam Pembangunan:**
  Marhaenisme juga menekankan pentingnya partisipasi rakyat dalam proses pembangunan. Kebijakan Tapera, meskipun dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat, terlihat diputuskan secara top-down tanpa melibatkan masukan dari para pekerja yang terkena dampaknya. Keputusan yang kurang partisipatif ini mengabaikan suara dan aspirasi mereka yang seharusnya menjadi subjek utama dalam kebijakan perumahan.
#### Implikasi dan Solusi
Implikasi dari kebijakan ini bisa sangat luas, termasuk penurunan daya beli pekerja, peningkatan ketidakpuasan sosial, dan potensi protes dari serikat pekerja. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa solusi dapat dipertimbangkan:
1. **Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:**
  Pemerintah harus memastikan transparansi dalam pengelolaan dana Tapera. Pelaporan yang jelas dan audit berkala dapat meningkatkan kepercayaan pekerja terhadap program ini.
2. **Subsidi dan Bantuan Pemerintah:**
  Pemerintah dapat mempertimbangkan memberikan subsidi atau bantuan tambahan bagi pekerja berpenghasilan rendah untuk meringankan beban pemotongan gaji. Alternatif lainnya adalah mengurangi atau bahkan menghapus pemotongan bagi mereka yang berpenghasilan di bawah batas tertentu.
3. **Partisipasi Pekerja dalam Pengambilan Keputusan:**
  Melibatkan perwakilan pekerja dalam proses pengambilan keputusan terkait Tapera dapat memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka.
#### Kesimpulan
Kebijakan pemotongan gaji 2,5% untuk Tapera, meskipun bertujuan mulia, harus dievaluasi kembali dalam bingkai Marhaenisme Dan Pancasila untuk memastikan tidak terjadi penghisapan manusia atas manusia. Prinsip keadilan sosial, partisipasi rakyat, dan penolakan terhadap eksploitasi harus menjadi landasan dalam setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, diharapkan kebijakan perumahan rakyat dapat benar-benar mencerminkan semangat gotong royong dan kesejahteraan bersama yang diidamkan oleh Marhaenisme.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H