Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

UU Nomor 3 Tahun 2020: Bertentangan dengan Marhaenisme dan Pancasila?

18 Mei 2024   03:49 Diperbarui: 18 Mei 2024   03:56 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pada tahun 2020, Indonesia menyaksikan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Undang-undang ini disahkan sebagai revisi dari UU No. 4 Tahun 2009, dengan tujuan memperbaiki tata kelola pertambangan di Indonesia. Namun, banyak pihak yang menilai bahwa UU ini bertentangan dengan nilai-nilai Marhaenisme dan Pancasila, yang menjadi landasan filosofis dan ideologis bangsa Indonesia. Artikel ini akan mengkaji secara kritis pertentangan tersebut dan dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat serta keberlanjutan lingkungan.

Marhaenisme dan Pancasila: Landasan Filosofis Bangsa

Marhaenisme, yang diperkenalkan oleh Soekarno, adalah ideologi yang berfokus pada keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Marhaenisme menekankan pada kemandirian ekonomi, keadilan dalam distribusi sumber daya, dan perlindungan terhadap kaum kecil dan terpinggirkan. 

Pancasila, sebagai dasar negara, mencerminkan lima sila yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Setiap kebijakan publik seharusnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila ini.

Kritik terhadap UU Nomor 3 Tahun 2020

1. Dominasi Korporasi dan Keadilan Sosial

Salah satu kritik utama terhadap UU Nomor 3 Tahun 2020 adalah bahwa undang-undang ini lebih menguntungkan perusahaan tambang besar daripada rakyat kecil. Beberapa ketentuan dalam undang-undang ini memberikan kemudahan perizinan dan perpanjangan kontrak bagi perusahaan tambang besar, sementara perlindungan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan alam dianggap kurang memadai. 

Dalam perspektif Marhaenisme dan Pancasila, kebijakan yang lebih memihak kepada korporasi besar bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Kesenjangan ekonomi yang diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi besar tanpa distribusi manfaat yang adil kepada masyarakat sekitar adalah bentuk ketidakadilan yang harus dihindari.

2. Kerusakan Lingkungan dan Keberlanjutan

UU Minerba juga dianggap kurang memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan. Pertambangan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti deforestasi, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Dampak negatif ini sering kali paling dirasakan oleh masyarakat lokal yang hidup di sekitar area tambang.

Pancasila mengajarkan pentingnya menghormati dan menjaga lingkungan sebagai bagian dari keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kebijakan pertambangan yang tidak berkelanjutan bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.

3. Partisipasi Publik dan Transparansi

Kritik lain terhadap UU Nomor 3 Tahun 2020 adalah minimnya partisipasi publik dalam proses pembuatannya. Banyak pihak merasa bahwa undang-undang ini disusun dan disahkan tanpa konsultasi yang memadai dengan masyarakat, khususnya komunitas yang terkena dampak langsung oleh pertambangan. Kurangnya transparansi dan partisipasi publik bertentangan dengan prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Partisipasi publik yang inklusif adalah kunci untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat luas. Tanpa partisipasi yang memadai, kebijakan cenderung lebih mudah dimanipulasi untuk kepentingan segelintir elit dan korporasi besar.

Rekomendasi dan Kesimpulan

Untuk menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan prinsip-prinsip keadilan sosial, kemandirian ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan yang diusung oleh Marhaenisme dan Pancasila, beberapa langkah harus diambil:

1. Revisi UU Minerba dengan Melibatkan Publik:

   Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang lebih luas dan inklusif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, LSM, akademisi, dan pakar lingkungan. Revisi UU harus memastikan bahwa kepentingan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan diutamakan.

2. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum:

   Diperlukan mekanisme pengawasan yang ketat terhadap kegiatan pertambangan untuk mencegah kerusakan lingkungan dan memastikan bahwa perusahaan tambang mematuhi standar lingkungan yang ketat. Penegakan hukum harus tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.

3. Pemberdayaan Masyarakat Lokal:

   Kebijakan pertambangan harus disertai dengan program pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat lokal, memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat langsung dari aktivitas pertambangan dan tidak hanya menanggung dampak negatifnya.

4. Transparansi dan Akuntabilitas:

Proses pengambilan keputusan terkait pertambangan harus transparan dan akuntabel. Pemerintah harus memberikan akses informasi yang memadai kepada publik dan melibatkan mereka dalam setiap tahap pengambilan keputusan.

Kesimpulannya, UU Nomor 3 Tahun 2020 perlu ditinjau kembali untuk memastikan kesesuaiannya dengan nilai-nilai Marhaenisme dan Pancasila. Kebijakan yang mengedepankan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan partisipasi publik adalah kunci untuk mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah dan semua pemangku kepentingan harus bekerja sama untuk mewujudkan visi tersebut demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun