Di mata banyak pengamat, politik Indonesia sejak pemilu 2014 dan Pemilu 2019 mengalami polarisasi sangat tajam. Kondisi itu makin diperparah oleh Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dalam batas tertentu, polarisasi politik itu wajar, sepanjang berkompetisi untuk kemajuan Indonesia. Namun, jika polarisasi itu mengarah kompetisi yang saling merusak dan mengancam persatuan nasional, tentu itu sudah di luar batas wajar.
Sementara di sisi lain, bangsa ini tengah berhadapan dengan banyak tantangan. Mulai dari soal ketimpangan, penurunan daya beli rakyat marhaen, dan pemenuhan hak hak dasar.
TENTANG TUMBUHNYA POLARISASI PASCA-PEMILU 2014 & PEMILU 2019
Kondisi nasional tidak terlepas dari pengaruh ekonomi politik global. Pergantian kepemimpinan di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat dan Eropa, telah merubah kebijakan politik negara ke kondisi "ekstrem."
Dalam suasana itu percaturan Indonesia berada dan mempengaruhi kondisi ekonomi politik nasional. Suasana pra pemilu serentak 2024 telah terasa. Memang blok politik menjadi suatu keniscayaan. Polarisasi kekuatan politik turut mewarnai konfigurasi politik yang bersifat dinamis. Apalagi dalam politik kepartaian saat ini, seluruh pendulum perubahan selalu bermuara dari partai politik.
Masalah apa yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia?
Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks, termasuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif, ketimpangan sosial-ekonomi, infrastruktur yang memadai di seluruh wilayah, akses pendidikan yang merata, isu lingkungan seperti deforestasi, dan masalah korupsi yang masih perlu ditangani. Selain itu, ada juga permasalahan seperti akses kesehatan yang merata, perubahan iklim, dan upaya untuk menciptakan lapangan kerja bagi populasi yang besar dan berkembang pesat.
Lebih Lanjut...
Problem bangsa saat ini adalah, pertama, leadership para penguasa. Dalam arti nilai kepemimpinan yang berwatak Indonesia. Yaitu seorang pemimpin yang cinta Tanah Air, pejuang, memahami nilai sosial budaya bangsa, jujur, dan amanah.