Mohon tunggu...
Acep Firmansyah
Acep Firmansyah Mohon Tunggu... -

Ikhtiar Membuat Jejak Amal Shaleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa dengan Dilan?

12 Februari 2018   09:42 Diperbarui: 12 Februari 2018   10:18 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: facebook.com/sibedil.komik

Seperti kebayakan novel serupa, bumbu-bumbu kisah percintaan adalah nilai yang biasa di jual untuk menyedot antusias para pembaca, seolah jika tidak ada hal tersebut sebuah novel bahkan film tidaklah dianggap menarik.

Sebenarnya tidak masalah jika sebuah novel/film mengangkat tema percintaan di dalamnya terlebih untuk edukasi seperti novel-novel karya Habiburahman El-Shirazy, novel-novel beliau hampir semua memiliki unsur drama percintaan namun semua di balut dalam koridor syar'i sesuai dengan adat ketimuran kita, sehingga menjadi sebuah bacaan yang bergizi jika kita mengkonsumsinya.

Namun menjadi masalah jika sebuah novel/film mengangkat tema utama tentang percintaan tanpa memperhatikan koridor-koridor syar'i sehingga pada akhirnya menggiring para pembaca/penonton kepada kebolehan mengekspresikan cinta yang bebas tanpa batas, membebek budaya  barat yang memang sudah liberal tidak mengenal bagaiman konsep ketuhanan dalam system kehidupan termasuk dalam urusan percintaan.

Terlebih masyarakat kita pada umumnya memang menganggap bahwa budaya percintaan diluar pernikahan atau dalam nama lain budaya pacaran, adalah sebagai hal lumrah dan biasa, padahal gelombang kehancuran moral salah satunya di sumbang dari hal tersebut. Seks bebas, hamil di luar nikah, bahkan HIV adalah produk dari sebuah budaya bernama pacaran.

Kedua :  Miskin nilai positif.

Sisi negatif terkadang menjadi daya tarik bagi sebagian orang yang kurang faham dan lemah iman, sehingga tidak jarang sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan begitu banyak peminat dan penikmatnya, sepertihalnya video porno, survei yang dilakukan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat ke-2 di dunia sebagai pengakses video porno terbanyak setelah Amerika. Sungguh sebuah prestasi yang memilukan.

Terlalu jauh memang jika mengaitkan penomena Dilan dengan fakta bahwa indonesia adalah sebagai penikmat video porno terbesar ke-2 di dunia, namun diantara keduanya memiliki simpul yang sama, satu gerbang yang sama untuk menuju kerusakan moral generasi bangsa khususnya para remaja. 

Penomena Dilan menghasilkan pembenaran terhadap fantasi cinta yang dimiliki para remaja kemudian mengekspresikanya tanpa tahu batasan dan aturan. Ujungnya seperti yang di katakan tadi bahwa transaksi seks bebas dan lainya bisa terjadi, dan semua bermula darisana.

Nilai positif yang kita anut tidak dilihat dari hukum positif yang kini berlaku di negri ini,  yang kadang bertabrakan dengan norma-norma yang ada, asal suka sama suka maka perzinahan tidak melanggar hukum, asal tidak mengganggu orang lain maka judi, minuman keras, bahkan narkoba menjadi legal. Nilai Positif yang kita anut adalah dilihat dari nilai-nilai ketuhanan sebagaimana agama kita mengaturnya.

Islam punya cara pandang tersendiri bagaimana mengekspresikan cinta terhadap lawan jenis. Ia hanya ada dalam bingkai yang sakral di ikat dalam sebuah janji suci pernikahan. Jika belum mampu maka syariat menentukan agar kita menahan diri dan memperbanyak Ibadah.

Masa remaja adalah masa produktif, tuntutan terbesarnya adalah fokus belajar dan menyiapkan diri untuk meraih masa depan terbaik. Jodoh tidak akan kemana, tiap orang sudah Allah takdirkan tentang siapa pasangan yang kelak akan menjadi jodohnya, tidak perlu sibuk menjemput dan mencoba mengekapresikan cinta sebelum waktunya, karena tidak akan mengasilkan kebaikan apapun selain berakhir dengan kehinaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun