Mohon tunggu...
Badruz Zaman
Badruz Zaman Mohon Tunggu... Human Resources - Penghobi olah huruf A s.d. Z

Pengharap Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Taushiyah HAM: Hak Mengisi Ruang Publik, Jalan Aspal dan Media Sosial

13 Januari 2022   07:42 Diperbarui: 13 Januari 2022   07:45 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hak asasi manusia akan berjalan kalau saling tahu diri dan saling mengerti hak orang. Baru akhirnya saling menghormati dan menghargai. Sesama pengguna jalan (aspal) harus mematuhi peraturan lalu lintas. 

Mau pakai sepeda, motor roda dua, roda tiga, roda empat, roda enam dsb semua memiliki hak yang sama yaitu hak pengguna jalan aspal. Bagi yang melanggar peraturan lalu lintas sudah ada sanksinya, termasuk sanksi bila terjadi kecelakaan sesama pengguna jalan sudah ada wasitnya.

Di dunia nyata (sosial) sesama warga mememiliki hak yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan dan jabatan (ruang) publik, dengan melalui sederat persyaratan yang semua orang bisa mengikuti kompetisinya. Yang berhasil lolos tidak boleh menghina yang tidak lolos. Yang tidak lolos tidak boleh merasa paling berhak, yang lain tidak berhak dan tidak pantas. 

Padahal sudah jelas-jelas tidak lolos, tapi tidak 'legowo'. Sama-sama memiliki hak, tapi tidak paham akan haknya dan hak orang lain. Terlebih bagi orang yang terlalu lama menjabat di jabatan tertentu sehingga merasa suatu lembaga adalah miliki dirinya, padahal lembaga negara/lembaga pemerintah dan/atau lembaga publik yang semua orang punya hak berada disana.

Begitu juga diruang maya (internet). Setiap orang berhak sebagai pengguna media sosial. Siapa saja, mau tamatan SD sampai profesor boleh, sama halnya hak dalam menggunakan jalan aspal dan ruang publik. 

Di jalan aspal bahkan tidak kelihatan mana yang tamatan SD mana yang profesor. Yang berlaku bukan ijazah, tetapi ketaatan dalam berlalu lintas. Hak untuk berkumpul dan bergaul di dunia sosial (publik) juga hak semua warga mulai dari tamatan SD sampai profesor. 

Jika hak turut serta dalam pemerintahan dan jabatan publik dengan sederet peraturan kompetisi fair play dan terbuka juga untuk setiap warga yang memenuhi syarat. Tanpa penentuan persyaratan, kondisi sosial dan ruang publik akan gaduh dan penuh konflik horisontal. Disitulah perlunya peraturan.

Terkadang menggelikan, saking tidak pahamnya atas hak asasi, orang dengan seenaknya menghina yang lain. Misalnya menghina seseorang karena tamatan madrasah, dirinya tamatan sekolah yang katanya TOP, tetapi akhlaknya NOL besar. Merasa mulia, sebenarnya adalah hina. Merasa pintar, sebenarnya adalah bodoh. Begitulah kata petugel atau pepatah bijaksana.

Saya sengaja tidak mengetengahkan dalil agama maupun pasal perundangan di Indonesia tentang pentingnya saling menghormati dan menghargai. Pakai logika sederhana saja atau cara 'bodon' (bodoh) agar dijangkau oleh nalar semua orang yang tidak sekolah, tamatan SD sampai profesor.

Sering kita lihat di internet penggunanya dalam 'neyetatus atau komentar' dalam tema sesuatu nyaris tak ada bedanya pengguna yang tidak bergelar dan bergelar akademik setinggi langit. 

Mengapa? Karena status dan komentar di internet hanya merangaki huruf A-Z, mudah dilakukan. Yang membedakan adalah nalar sehat, kesantunan dan saling menghargai dalam merangkai huruf 'A-Z'  itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun