Mohon tunggu...
Nur Azis
Nur Azis Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang waktu

Bercerita dalam ruang imajinasi tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tunggu Aku di Stasiun Kereta

25 Desember 2018   09:01 Diperbarui: 25 Desember 2018   09:03 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nafasku naik turun. Di hadapannya, aku membantah. Aku tidak seperti yang ada di foto itu. Aku tidak pernah tidur seranjang dengan perempuan yang tidak halal bagiku. "Kau tentu tahu siapa aku Sofia, kau mengenaku tidak baru kemarin"

"Iya, mungkin, selama ini aku terlalu buta untuk melihatmu dengan sebenar-benarnya. Tidakkah foto itu dirimu, menikmati dosa dengan pelacur murahan yang kau tiduri itu ?"

"Tidak, tidak Sofia, tidak seperti yang kau bayangkan. Demi Tuhan Sofia, aku tidak melakukannya"

"Oh... kami masih bisa menyebut Tuhan? Kau masih punya Tuhan?" dia rampas Handphonnya yang kupegang. "Lihat ini, kau tak jauh beda dengan binatang paling najis di muka bumi ini"

Sofia langsung pergi. Meninggalkan aku sendiri. Aku merasa, ada yang sengaja memfitnahku. Aku ingat, itu saat ulang tahun Meida. Iya, itu di apartemen Meyda. Ada aku, Lidya dan beberapa teman yang lain. Ardian juga ikut di sana. Dia bersahabat juga dengan Lidya.

Malam itu, kami berpesta. Berjoget dengan lagu-lagu rancak yang membuat semua orang ingin menggoyangkan seluruh tubuhnya. Lagu-lagu yang tak pernah aku perdengarkan sebelumnya.

Lantas Meyda, menuangkan minuman dari botol berwarna kuning keemasan itu ke gelasku. Aku tidak mau, aku tahu itu bisa membuat aku seperti binatang. Tak bisa berpikir, hanya bisa menuruti semua keinginan nafsuku. Meyda memaksaku lagi, dan aku menolaknya lagi.

Hingga akhirnya, Ardian memaksa, demikian juga Lidya. Setetes saja kata mereka. Demi persahabatan lanjutnya. Benar-benar mereka telah menjelma menjadi iblis yang kabur dari neraka. Segala bujuk rayunya, nyatanya mampu menggoyahkan pertahananku. Demi persahabatan kataku, kutengguk minuman di gelasku.

Rasanya sungguh tidak ada enak-enaknya. Tenggorokanku seperti terbakar. Aku sungguh heran, mengapa orang-orang ini selalu saja menikmati minuman yang seperti ini. Minuman dari neraka itu, nyatanya terus ku tengguk. Hingga kepalaku terasa pusing, pandanganku sedikit buyar. Aku seperti setengah sadar.

Pagi-paginya, aku mendapati tubuhku terbaring di kamar Lidya, berselimut tebal. Namun ada yang tidak biasa, aku tidak mengenakan apa-apa kecuali celana dalam yang menutupi kemaluanku.

"Oh Tuhan, apa yang telah aku perbuat." Kuambil celanaku, yang tercecer di lantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun