"Empat. Ini yang bungsu." Toipah menunjukkan anak gadis di sebelahnya. "Baru SMA," jelasnya.
Saya tersenyum. "Kalau bawang goreng, Bu?"
"Juga sendiri. Itu di belakang ada tanah sedikit. Kita tanam bawang, dikupas dan potong serta dimasak sendiri."
Kemudian kami pun di ajak melihat kebun miliknya. Ukurannya lumayan besar sebenarnya untuk ditanami bawang.
"Biasanya laku berapa, Bu, dalam sehari?" tanya saya beberapa saat kemudian.
"Tidak tentu, Pak, kadang ramai, biasanya kalau hari raya atau liburan. Kadang juga sepi. Tapi adalah yang beli."
"Dagangnya sendiri sudah berapa lama, Bu?"
"Kalau di sini," Toipah menujuk pada plang warungnya yang bertuliskan 'Telor Asin Istimewa Abah Jaya', kemudian ia melanjutkan penjelasannya, "di sini baru lima tahunan, tapi saya sudah dagang sejak tahun 95-an."
"Sudah 20 tahunan dong, Bu," ulang saya.
"Iya. Bisanya hanya ini," tutupnya.
Dari perbincangan itu saya pun mengambil secuil hikmah bahwa di tengah kondisi ekonomi yang luar biasa menimpa negara ini ternyata masih ada saja orang yang mau berusaha dan memanfaatkan apa yang mereka miliki. Toipah adalah contoh kecil bagaimana keuletan, kesabaran, dan pribadi pantang menyerah yang ada di sekitar kita.