Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Mengkritik Kebijakan Impor Pangan di Era Jokowi

29 Januari 2019   20:19 Diperbarui: 29 Januari 2019   20:35 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi kembali menggelar diskusi rutinnya bertajuk, " Topic of The Week". Kali isu yang diulas adalah masalah kebijakan impor pangan di era Presiden Jokowi. Beberapa narasumber dihadirkan sebagai pembicara. Mereka yang jadi pembicara adalah Ir. H. Azam Azman Natawijana, Anggota DPR, Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman, Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian dan Dradjat Wibowo, ekonom yang juga politisi PAN.

Namun di saat diskusi hendak dimulai, Amien Rais, politisi senior PAN datang ke tempat diskusi. Diskusi sendiri dibuka oleh M Taufik, Ketua Seknas Prabowo-Sandi.  Taufik mengawali sambutannya dengan menyentil kasus Ahmad Dhani yang telah divonis bersalah dalam kasus ujaran kebencian.

Menurut dia, dengan ditahannya Dhani yang merupakan calon legislatif dari Partai Gerindra, adalah sinyal bahwa demokrasi tengah dalam ancaman. Karena orang tak punya hak lagi bersuara. Padahal itu dijamin konstitusi.  Karena itu ia ingin, diskusi kedepan mengulas soal kasus Ahmad Dhani dengan mengundang para ahli hukum.

" Ini perlu dibahas tuntas. Apakah negara ini negara hukum atau kekuasaan? Mari kita sama-sama menumbangkan dengan cara konstitusional pada 17 April mendatang bersama Prabowo-Sandi," katanya.

Setelah Taufik, giliran mantan Ketua MPR Amien Rais yang mendapat giliran berbicara. Menurut Amien, setelah melihat fakta yang terjadi,  ia sampai pada kesimpulan sebenarnya di Indonesia saat ini yang berkuasa adalah para mafia. Dan, dari hasil pemetaannya, setidaknya ada empat macam mafia di Indonesia.

Pertama, mafia ecek-ecek di tingkat kecamatan sampai kabupaten. Mereka,  ada di pasar, di pabrik-pabrik,  di parkiran dan lain-lain. Mafia ecek-ecek ini daya rusaknya tidak begitu besar untuk bangsa dan negara.

Mafia kedua, mafia kelas menengah yang ada di berbagai provinsi. Mafia kelas menengah ini,  mempunyai jaringan untuk memaksakan kehendaknya dengan menekan para pejabat yang penting di level provinsi atau gubernur.  Ketiga, lebih tinggi lagi yakni mafia berskala nasional.

"Ini sudah enggak ketulungan. Apa yang tak diterabas mafia ini. Ada garam, beras, daging, cabai, kedelai, segala macam. Para mafia ini membentuk kartel-kartel yang sesungguhnya mereka yang menentukan jalannya ekonomi nasional," katanya.

Amien menambahkan, ia bukan ahli ekonomi. Tapi kata dia, mafia nasional tidak mungkin bisa langgeng atau eksis tanpa kerjasama dengan kekuasaan. " Ini saya kira sebuah rahasia umum, bukan rahasia baru," katanya.

Dan yang sangat mengkhawatirkannya adalah super mafia. Mereka adalah para  konglomerat dan koorporasi internasional yang kerap mendesakkan kemauannya  ke berbagai bangsa.  Persis seperti mafia. "  Mafia ini harus mulai di-cut pelan-pelan sayapnya supaya enggak ugal-ugalan," kata Amien.

Setelah Amien, Alamsyah Saragih Komisioner Ombudsman yang memberi paparan. Kata Alamsyah, secara keseluruhan banyak yang menyampaikan soal defisit neraca perdagangan dan lain sebagainya. Namun ombudsman sendiri hanya mengawasi yang terkait dengan  aspek kebutuhan pangan. " Yang kami awasi beras, gula, garam, dan  jagung," katanya.,

"Saya mulai dari beras. Data beras sejak 2015, total impor yang dilakukan pemerintahan Jokowi itu ada 4,7 juta ton. Kalau kita bandingkan dengan data impor beras selama pemerintahan Pak SBY, total impor di periode Pak SBY mencapai angka sedikit lebih tinggi 6,5 juta ton," katanya.

Pertanyaannya sekarang lanjut Alamsyah, apakah impor ini kemudian menjadi persoalan? Jawabannya sangat tergantung pilihan kebijakan masing-masing yang memerintah.  " Saya tidak tahu dalam tahun depan akan bertambah lagi. Kalau bertambah dia bisa remis, sama. Bisa lebih banyak," katanya.

Di sektor gula juga begitu, kata Alamsyah.  Untuk gula, di era pemerintahan yang lalu, total impor gula mencapai 12,7 juta ton. Tapi pada empat tahun periode pemerintahan Jokowi mencapai 17,2 juta ton. Jadi selisih lebih banyak pada pemerintahan  Jokowi yakni sebanyak kira-kira 4,5 juta ton. Ada peningkatan 4,5 juta impor gula.

"Jagung kelihatan pada periode pemerintahan Pak Jokowi tidak melonjak drastis. Tapi kita hati-hati, pada 2015 impor jagung subsidi pakan disubsidi dengan impor gandum. Jadi menurut saya pada dasarnya sama-sama impor," katanya.

Dan untuk garam, kata Alamsyah, impor garam di era pemerintahan sekarang masih jauh lebih tinggi dibandingkan pemerintahan yang lalu. Jadi bisa dikatakan, untuk 4 komoditi yang ia sebutkan skornya 3-1, kalau bicaranya siapa yang lebih banyak impor. Namun memang ada kendala yang di awal periode pemerintahan sekarang.

"Untuk beras, sepertinya pemerintahan begitu optimis mau menghentikan impor. Tapi satu tahun berkuasa baru disadari data produksi kita integritasnya rendah. Itu yang kemudian oleh BPS untuk beras pada 2015 dilakukan moratorium. Baru pada 2018 diketahui surplus beras," ujarnya.

Ditambahkannya, suka tidak suka kalau mau swasasembada pangan, pasti harga meledak. Dan ini akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Maka pemerintah pun mengambil keputusan untuk impor. "Pertanyannya apakah kebijakan tersebut sesuai target 3 tahun swasembada pangan? Menurut saya rencana tersebut kandas di tengah jalan," ujarnya.

Pembicara lainnya,  Azam Azman Natawijana mengatakan, di awal berkuasa, pemerintahan sekarang akan  akan menghapuskan impor beberapa komoditi. Setidaknya aada enam komoditas termasuk jagung, beras, garam, dan lain-lain yang tak lagi akan ada impor. Tapi makin lama sudut deviasinya kian jauh. Berputar 180 derajat dari apa yang disampaikan waktu itu.

"Kami melihat mafia ini dari berbagai sektor, dan berjalan sendiri-sendiri, ujungnya di perdagangan. Tidak berhasilnya pengelolaan komoditas pangan dan unggas. Di satu sisi yang bertanggung jawab terhadap pertanian mengatakan surplus. Tapi di sisi lain mengatakan tidak," kata Azam

Soal gula, Azam juga menilai pemerintah tidak punya data benar. Pembantu presiden pun tidak taat peraturan perundangan. Misalnya impor jagung akan masuk lagi.

"Menko  katakan ini permintaan mentan. Tetapi Mentan mengatakan kita surplus dan sudah ekspor ke Filipina. Tapi di satu sisi diamini untuk segera masuk. Mentan katakan jagung diserap pengusaha dan disimpan dalam gudang. Kemungkinan menunggu harga naik," katanya.

Bagi Azam, melihat persoalan yang ada, Pembantu presiden tidak taat amanat UU Pertanian. Padahal UU Pertanian menyatakan pemerintah harus mencatat dan meregister gudang di republik ini. Tapi Mendag tak punya data ini. Sehingga diambil keputusan untuk impor. " Kalau betul disimpan di gudang oleh pengusaha besar, kita berpikir mana yang benar mana yang salah," katanya.

Di satu sisi lanjut Azam, jagung diserap pengusaha besar dan dinyatakan telah  disimpan. Tapi di satu sisi, pemerintah tidak bisa mengeluarkan. Azam menduga ini permainan mafia besar.

"Mafia yang paling mudah dapatkan uang adalah komoditas pangan untuk diimpor ke republik ini," kata Azam.

Jadi kata dia, ada  kekacauan koordinasi dan sinkronisasi pembantu presiden. Akhirnya yang tercipta adalah perangkap yang dibuat sendiri. Ini karena masing-masing bekerja sendiri.  Ujungnya impor.

"Banyak hal-hal jadi perangkap untuk impor. Rakyat harus tahu situasi ini," katanya.

Setelah Azam, Rizal Ramli yang akan bicara. Kata Rizal, pangan itu di seluruh dunia adalah komoditi strategis. Negara yang stok pangannya tak cukup bisa dilanda  huru hara. Bahkan pemerintah bisa jatuh. Dan itu  sudah dialami Indonesia pada tahun 1965-1966.

"Cita-cita untuk kedaulatan pangan ini oleh para politisi setiap kampanye diulang-ulang," katanya.

Kemudian Rizal menyorot janji dan kebijakan pangan di era Presiden Jokowi. Katanya, saat kampanye  pada pemilihan presiden tahun 2014, Presiden Jokowi pidato dimana-mana tentang kedaualatan pangan. Jokowi berjanji akan setop impor ini dan itu.

"Tetapi kok hasilnya begini hari ini. Setelah 4 tahun Indonesia importir gula paling besar di dunia," katanya.

Padahal dulu lanjut Rizal, Indonesia sejak zaman Belanda adalah negara eksportir gula nomor satu. Bahkan yang membiayai industrisialisasi Belanda adalah Indonesia. Termasuk gula. " Kok bisa selama 4 tahun hasilnya itu sebaliknya semua," ujarnya.

Ini kata Rizal, yang harus jadi pelajaran. Sehingga nanti,  siapapun presidennya tak lagi ingkar janji.  Karena esensinya sederhana. Pidato tentang kedaulatan pangan dan Trisakti itu bagus sekali. Tapi begitu menyusun strategi, yang terjadi  strateginya ke kiri, sementara pidatonya ke kanan.

"Strategi ke kiri, kebijakan ke kiri, pengangkatan personalia ke kiri, padahal cita-citanya ke kanan. Tidak aneh hasilnya begini. Ini bukan hal luar biasa. Tapi kalau ada konsistensi antara cita-cita kedaulatan pangan, strategi dan personalia mesitnya kita jauh baik hari ini," kata Rizal.

Pertanyaannya sekarang lanjut Rizal, kenapa Presiden Jokowi pidatonya ke kanan, tapi hasilnya ke kiri? Jawabannya, karena  politik dipakai sebagai alat bagi-bagi kekuasaan. " Saya sih memahami tentu perlu koalisi, perlu macam-macam. Tapi minimal 10 menteri betul-betul ikut garis presiden. Profesional. Karena kalau tidak berulang lagi begini," kata Rizal.

Pada akhirnya rekam jejak kedaulatan pangan itu hanya slogan, kata Rizal. Hanya jadi alat kampanye. Bukan dihayati dari hati dan jiwa. Sebab kalau  kedaulatan pangan itu dari hati dan jiwa, pasti hari ini hasilnya lebih baik. Tapi karena hanya dijadikan slogan dan alat kampanye untukmenarik rakyat ini hasilnya, Indonesia  jadi importir terbesar.

"Saya enggak kebayang negara dengan 250 juta penduduk sangat tergantung dengan impor. Tak kebayang saya. Apa yang terjadi sesungguhnya? Ada kelangkaan yang benar-benar sesungguhnya terjadi. Misalnya lagi El Nino, panas luar biasa. Otomatis produksi beras kita turun 3 juta ton, ya kita harus impor. Saya juga gak ada masalah kalau betul-betul kelangkaan riil," tuturnya.

Tapi yang terjadi, kata Rizal,  birokrat yang merangkap pemain-pemain rente. Mereka  menciptakan kelangkaan semu. Dilebih-lebihkan kelangkaannya. Sehingga impornya pun dilebih-lebihkan. Misal impor garam dilebihkan sebanyak 1,5 juta ton. Petani garam di Jatim yang kena imbasnya.

"Harga garam tak laku dijual. Petani tebu dilebihkan impornya 2 juta ton. Gula petani tak laku, importir merangkap pedagang rafinasi pesta pora. Pejabat yang terima sogokan ini juga pesta pora. Total nilai impor berlebihan ini sekitar Rp 23 triliun. Dua kali anggaran kementerian pertanian," katanya.

Rizal pun berharap, presiden yang baru nanti menghentikan kebiasaan impor pangan dan sungguh-sungguh pro petani. Untuk itu perlu presiden yang modalnya bukan hanya slogan. Yang modalnya bukan hanya kampanye kedaulatan pangan, tapi sunggugh menciptakan kedaulatan pangan.

Dradjat Wibowo jadi pembicara penutup. Dalam paparannya, Drajad mengatakan untuk mewujudkan swasembada beras, mau tak mau harus cetak sawah baru. Tapi sawah yang dicetak di Sulawesi. " Suatu saat saya ketemu petani yang menanyakan satu pertanyaan sederhana, Pak Drajad kenapa orang-orang pintar, bikin sawah di luar Jawa yang tak subur sementara sawah di Jawa diubah?" Kata Drajad.

Pertanyaan petani di Jawa itu menurut Drajad, masuk akal. Karena mestinya yang diubah adalah kebijakan konversi sawah di Jawa."  Saya rasa itu masuk dalam program swasembada pangan Prabowo-Sandiaga," kata Drajad.

Selain menambah areal sawah di Sulawesi, lanjut Drajad, Indonesia juga harus  mempertahankan areal sawah yang ada di Jawa. Bahkan produktivitas pertanian harus ditingkatkan. Dan inovasi pertanian harus  di beri reward.

" Kita banyak inovator-inovator yang menciptakan varietas-varietas baru. Entah itu di padi atau tanaman-tanaman lain. Tapi tak pernah kita berikan perhatian mereka. Prabowo-Sandi harus lebih memberikan perhatian kepada para inovator-inovator pertanian kalau kita ingin genjot produksi pertanian," katanya.

Kemudian Drajad menyoroti soal impor gula. Saat ini, Indonesia menjadi importir gula terbesar. Dan ini terjadi tak  hanya pada tahun 2018, tapi pada tahun 2017, impor gula sudah melonjak.

"Sebanyak  84% persen impor gula dari Thailand untuk tahun 2018. Mudah-mudahan Prabowo-Sandi memberantas praktik-pratik impor," katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun