Para guru juga kata Rizal, dilanda kecewa. Profesi kesehatan juga demikian. Â Jadi secara sektoral, petani, nelayan, buruh, guru, profesi kesehatan ingin perubahan. Perubahan sebetulnya bisa terjadi. Mohon maaf, saya di atas kertas sudah simpulkan, perubahan sudah selesai. Memang lembaga-lembaga poling mengatakan, petahana masih unggul 20%," kata Rizal.
Kemudian Rizal pun menyorot soal lembaga polling politik.  Bahkan tanpa tedeng aling-aling  Rizal menuding pada
pada Pemilu 2014 sebanyak 12 perusahaan polling dibayar oleh enam orang yang punya  kuasa. Sehingga  lembaga-lembaga survei ini,  menyimpulkan kalau PDIP mengajukan Megawati, PDIP akan anjlok dari 16% ke 12%. Tapi kalau PDIP menyorong Jokowi, PDIP bakal naik dari 16% ke 33-35%.
"Saya enggak punya perusahaan poling. Tapi Rizal Ramli ketemu rakyat di jalan. Kami simpulkan waktu itu Jokowi effect hanya 2%. Apa yang terjadi? Jokowi terpilih jadi presiden, PDIP hanya naik dari 16% ke 18%. Artinya, kesalahan proyeksi 8,5 kali dari margin of error. Sebetulnya survey yang bayar boleh siapapun. Kalau betul-betul ilmiah, metodologinya, margin of error 2%," urai Rizal.
Jadi menurut Rizal,  lembaga polling ini, tidak usah dipercaya. Karena kata dia, hanya jadi  alat propaganda. Padahal kalau di luar negeri, lembaga polling dengan jujur akan mengatakan, siapa yang membiayai survei mereka. Sehingga rakyat bisa tahu. Tapi di Indonesia tak seperti itu. Tak ada penjelasan dari mana sumber pembiayaannya. Dan, hari ini sebagian besar lembaga survei menyatakan  bgap Jokowi dengan Prabowo sebesar 20% lebih.
"Come on, pada saat jaya-jayanya Mas Jokowi, dia cuma dapat 52-53%. Kok hari ini ada yang klailm lembaga survei Jokowi dapat 56%. Yang benar saja. Wong di puncaknya saja (2014) dia hanya 53%. Jadi lembaga survei sudah kompak maintenance perbedaan Jokowi dan Prabowo itu 20%. Supaya nanti bisa menjustifikasi kecurangan," kata Rizal.
Padahal kata Rizal, gapnya sekarang sebenarnya sudah kurang 10%. Elektabilitas Jokowi stagnan. Sementara klaim Rizal, elektabilitas Prabowo-Sandiaga naik. Dan gap-nya itu kurang dari 10%. Sera yang belum menentukan sikap sekitar 20%. Maka kalau misalnya ada kecurangan, maksimum efeknya 5%. Oleh karena itu, kalau mau menang Prabowo-Sandi harus menang double digit. Di atas 10% baru kecurangan itu tidak ada artinya.
"Kuncinya militansi, militansi, militansi. Wong duitnya kagak punya. Prabowo bilang sama saya, Mas Rizal ada kemajuan tidak? Saya bilang ada. Prabowo lalu bilang, syukur alhamdulilah. Wong kita selama ini 'pahe' (paket hemat). Maksudnya Prabowo itu paket hemat. Mahatir Muhamamad, Anwar Ibrahim enggak punya duit lawan Najib. Najib punya media, punya uang tak terbatas. Mahatir menang, karena mereka militan militan. Jadi kalau mau double digit harus begitu," katanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H