Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Pemilu di Bawah Bayang-bayang Kecemasan

18 Desember 2018   22:41 Diperbarui: 18 Desember 2018   23:20 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga

Kembali Seknas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggelar diskusi menyoroti berbagai isu aktual yang terjadi seputar pemilu dan pemilihan presiden. Kali ini, tema yang diangkat dalam diskusi di Seknas Prabowo-Sandi adalah "Keamanan Pilpres 2019: Optimisme atau Kekhawatiran."

Diskusi yang digelar di kantor Seknas Prabowo-Sandiaga ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Letjen (Purn) Soeharto, mantan Komandan Jenderal Korps Marinir, Benny K Harman, Ketua DPP Partai Demokrat, Natalius Pigai, mantan Anggota Komnas HAM dan Hendrajit, Direktur Global Future Institute.

Dalam paparannya, Benny K Harman menyoroti soal suksesnya pemilu. Menurutnya, ada dua indikator yang bisa jadi ukuran, sebuah kontestasi politik itu bisa dikatakan sukses. Indikator pertama dengan melihat prosesnya. Dan indikator kedua adalah terkait hasil. Harapan semua orang, terutama adalah yang terlihat langsung dalam kontestasi, proses pemilu bisa berjalan demokratis, transparan, jujur, adil, bebas dan rahasia. Tapi, kata dia, ketika dari sejak proses, pesta demokrasi sudah tak transparan, jangan harap nanti bakal menghasilkan  pemimpin yang sesuai kehendak rakyat.  Pemimpin yang jujur. Kalau dari proses saja pemilu sudah tak transparan, yang muncul adalah kecemasan.

Politikus Partai Demokrat itu dengan terus terang jika melihat proses pemilu 2019, ia merasa cemas. Ia pun berharap, kecemasan itu tak terjadi. Tapi ia yakin, banyak yang cemas dengan proses politik yang sedang berlangsung saat ini. Ia pun berharap, jangan sampai pemilu serentak yang merupakan pertama kali dalam sejarah, prosesnya transparan."  Jangan sampai kita mendapatkan pemimpin yang prosesnya tidak transparan, tidak adil, dan tidak akuntabel. Masalahnya adalah proses-proses inilah yang mencemaskan. Apakah kita optimis atau cemas, lebih banyak cemasnya," kata dia.

Suasana diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga
Suasana diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga
Salah satu yang dicemaskannya, adalah ketika kekuasaan disalahgunakan. Petahana punya peluang menyalahgunakan kekuasaan yang sedang digenggamnya. Karena itu, ia mengingatkan, agar yang sedang punya kuasa menyalahgunakan posisinya yang secara politik dominan. Sehingga pesta demokrasi ini tidak menghasilkan pemimpin yang tidak amanah.

Benny pun kemudian menyinggung soal dana desa. Baginya, kucuran dana desa menjelang pemilu atau saat tahun politik rentan disalahgunakan untuk kepentingan pemilu. Bagi rakyat di desa, 'permainan' dengan memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan politik mungkin tak dipahami. Jangan sampai kemudian.ketidakpahaman ini dimanfaatkan untuk memilih. Oleh sebab itu perlu pengawasan.

" Karena itu Timnas Prabowo- Sandi membangun inisiatif baru untuk meyakinkan rakyat jangan mudah tertipu," katanya.

Hal lain yang disinggung Benny, adalah soal netralitas lembaga dan aparatur negara, baik itu TNI, Polri, BIN ataupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia cemas, jika lembaga dan aparatur negara tidak netral.

" Kita lihat, apakah TNI, Polri, ASN dan BIN netral? Kita cemas. Saya lebih banyak cemasnya," ujarnya.

Kalau lembaga negara tidak netral, maka dampaknya kata Benny akan buruk. Misal, dalam penegakan hukum. Penegakan hukum yang mestinya otonom tanpa intervensi, akan dimainkan sedemikian rupa demi kepentingan kelompok tertentu. Ini sangat berbahaya. Karena mengancam bangunan supremasi hukum yang harusnya dijaga. Hukum harus tetap adil. Kalau ada kesalahan, atau pelanggaran, jangan ada diskriminasi.

" Penegak hukum wajib untuk menegakan hukum secara otonom, kalau memang salah ada manipulasi pelanggaran hukum proses. Baik dua kubu harus proses. Tidak boleh memilih. Untuk mewujudkan harus adil. Kalau  penegakam hukum tidak otonom, rakyat cemas, maka rakyat akan memilih jalannya (main hakim sendiri)," tuturnya.

Pun media massa. Benny berharap, media massa bisa netral dan berimbang. Tidak berpihak hanya pada satu kelompok. Tapi harus berimbang mengabarkan atau mewartakan informasi. Jangan ada bias. Apalagi sampai memanipulasi informasi.

"  Kebangkanlah opini yang menyejukan publik. Jangan sampai jurnalis pemilik media jadi bagian tim sukses pasangan calon tertentu," katanya.

Serta yang tak kalah penting, lanjut Benny, adalah independensi penyelenggara pemilu baik itu KPU dan Bawaslu. Karena itu, ia meminta permasalahan yang terkait dengan e-KTP atau pun Daftar Pemilih Tetap (DPT) bisa diselesaikan secara tuntas dan transparan. Harus diselesaikan secara terbuka. Publik mesti tahu itu.

" Penyelenggara pemilu sungguh sunggug menjaga netralitas. Masalah e-KTP harus diselesaikan termasuk DPT, masa ada hantu-hantu. DPT siluman,
Hentikan praktek semacam itu. Apakah hantu DPT atau hantu TPS atau hantu C6," katanya.

Ketua Seknas Prabowo-Sandiaga, M Taufik yang hadir dalam diskusi  ikut urun pendapat. Ia menyorot khusus soal masalah kotak suara dari kardus. Terkait ini, Taufik menyinggung soal rusaknya kotak suara dari kardus seperti yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. Tentu, baginya ini mencemaskan. Karena itu sudah diputuskan, maka salah satu jalan agar tak ada kecurangan, pengawasan yang harus diketatkan.

" Mari kita kawal,  saya punya pengalaman DKI Jakarta semua dikawal,  masyarakat yang mau mengawal," katanya.

Taufik menambahkan, pola kecurangan ada di bawah. Maka kalau proses pemilu di bawah dikawal dengan ketat, ia yakin, kubunya bakal menang.

" Kalau berbicara keamanan Pilpres 2019, opimisme atau kekhawatiran. Ini kekhawatiran, nuansa keadilan sudah tidak ada. Ini seperti  David dan Goliat. Petahana punya semua, keamanan, media, BIN, uang dan TNI juga dia punya. Lalu apa yang dipunyai oleh bukan petahana? Yang bukan petahana hanya punya satu Gusti Allah," katanya.

Kembali soal kotak suara dari kardus, Taufik berpendapat kalau bisa tak harus dari kardus. Kotak suara bisa dari aluminium. Bahkan itu lebih kuat. Misalnya, kalau inginnya transparan, tinggal dari beberapa sisi diberi lubang yang bisa dilihat siapa pun. Tapi tetap aman dan kuat.

" Ini  kan kotak suara akan dibawa dari TPS ke kecamatan, bayangkan akan diinapkan segala macam, dan geografis kita kan kayak Papua terus daerah lain kan jauh-jauh, kan susah," ujarnya.

Suasana diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga
Suasana diskusi di Seknas Prabowo-Sandiaga
Namun karena kotak kardus yang diputuskan bakal digunakan, tidak ada cara lain, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, pengawasan dan pengawalan yang ketat yang harus dilakukan.

" Kita awasi secara bersamalah, yang paling penting kan pemilihan umum ini jangan curang, masa beberapa kali pemulihan umum terus curang lagi curang lagi," katanya.

Tim Prabowo sendiri kata Taufik, sudah menelaah dan memetakan  dimana posisi potensi-potensi kecurangan yang bakal terjadi. Dan tim  sudah menyiapkan antisipasinya. "  Satu-satunya jalan kita kawal secara ketat," ujarnya.

Taufik juga sempat menangapi pernyataan Prabowo Subianto tentang negara bakal punah. Menurut Taufik, pernyataan itu adalah cara Prabowo untuk memompa semangat kader Gerindra, agar jangan sampai negara ini punah.

" Yang  mendefinisikan bubar itu seperti apa, kalau negara ini dikuasai asing semuanya? Kita bisa definisikan apa?
Saya kira itu semangat mendorong supaya kader Gerindra semangat untuk memenangkan calonnya Pak Prabowo,  Pak Sandi," ujarnya.

Taufik juga optimistis, kali ini pihaknya yang menang. Karena kalau melihat respon publik, keinginan untuk ganti pemimpin cukup kuat terasa. " Insya Allah kita menang, tidak hanya di DKI Jakarta," kata Taufik.

Sementara Letjen (Purn) Soeharto coba menguraikan persaingan dalam pemilu dengan membandingkan dengan strategi pertahanan. Menurutnya, konsepsi ketahanan dan pertahanan,  hanya copy paste dari apa yang dilakukan  Belanda ketika menguasai Indonesia. Belanda ketika ingin menguasai Indonesia, maka langkah pertama yang dilakukannya adalah menguasai Pulau Jawa.

"  Untuk menguasai Jawa, kuasailah Batavia. Jadi kalau saya lihat konsep itu berlanjut kepada kita sehingga waktu kita merdeka, tentara ini kita fokuskan di Jawa. Padahal masalah keamanan itu jauh terhadi di teritorial, seperti di Aceh Poso, Papua dan lain-lain," katanya.

Maka ini yang harus dirubah. Jawa jangan terlalu diistimewakan, tanpa mengabaikan Jawa. Sehingga tak terjadi disparitas. "  Jadikan Jawa sebagai  pulau masa lalu, bukan artinya kita menelantarkan pulau Jawa," katanya.

Natalius Pigai, dalam paparannya juga menyoroti soal potensi kecurangan dengan modus manipulasi suara. Kata mantan anggota Komnas HAM itu, kalau Prabowo dan Sandiaga ingin menang, maka perolehan suaranya minimal punya selisih 10 persen dari petahana. Atau unggul di atas dua digit. Kalau seperti itu, sulit dilakukan manipulasi suara.

" Kalau selisihnya 10 persen itu bisa menghindarkan manipulasi data akhir perolehan suara. Kalau tidak mau dimanipulasi harus menang dengan selisi dua digit, kalau selisih hanya 1-2 persen rentan sekali dimanipulasi," katanya.

Karena itu kata dia diperlukan kerja keras. Semua elemen pendukung Prabowo harus bahu membahu, agar perolehan suaranya itu selisihnya mencapai 10 persen. Selain itu yang harus dilakukan adalah mengawal proses pemungutan suara. Peran relawan Prabowo-Sandi dalam tahapan ini sangat penting. Relawan yang akan jadi andalan dalam mengawasi secara ketat penghitungan suara di wilayahnya masing-masing, terutama di wilayah rawan kecurangan.

"Di luar Jawa sebenarnya perolehan suara kedua capres bisa berimbang, oleh karena itu perlu diawasi secara ketat di wilayah-wilayah pinggiran yang rawan, jangan lengah yang jelas," kata Natalius.

Sedangkan narasumber lainnya, Hendarjit menyinggung soal peran KH Ma'ruf Amin, cawapres Jokowi yang disebut kurang memberi efek elektabilitas kepada Jokowi.  Menurut Hendarjit, tak mungkin kemudian KH Ma'ruf Amin diganti di tengah jalan. Sebab, itu justru beresiko secara politik. Jika KH Ma'ruf Amin diganti di tengah jalan, ini akan menganggu hubungan politik antara Jokowi dengan PKB, terutama.

Hendrajit sendiri menangkap ada semacam kerisauan dari kubu Jokowi, tentang pengaruh Ma'ruf Amin yang seperti tak sesuai harapan. Maka mencuat suara kekecewaan akan pengaruh Ma'ruf Amin. " Mereka iri dengan tingginya mobilitas Cawapres Prabowi, Sandiaga Salahuddin Uno, yang terbukti mampu mendongkrak elektabilitas Prabowo," kata Hendrajit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun