Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Relaksasi DNI "Entertain" Kepentingan Asing?

28 November 2018   03:07 Diperbarui: 28 November 2018   03:19 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi Menyoal Relaksasi DNI. Sumber foto : Fajar.co.id

Kebijakan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dilansir pemerintah menuai kritikan. Kebijakan ini, dinilai hanya makin membuat kepentingan asing gampang masuk. Ujungnya, kepentingan nasional kian terdesak.

Menyikapi itu, hari Selasa, 27 November 2018, Seknas Prabowo-Sandi menggelar diskusi yang khusus menyoroti kebijakan relaksasi DNI dengan tajuk,"  " Menyoal Kebijakan Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI)." Diskusi dibuka langsung Ketua Seknas Prabowo-Sandi, Muhammad Taufik dengan menghadirkan beberapa narasumber antara lain Kardaya Warnika, anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra yang dikenal sebagai pemerhati masalah energi, Syahganda Nainggolan, Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Intitute, Hersubeno Arief, Wartawan Senior, Marwan Batubara, peneliti IRESS dan Salamuddin Daeng, pengamat ekonomi dari AEPI.

Dalam paparannya,  Kardaya Warnika, mengatakan DNI dibuat untuk melindungi kepentingan nasional. Jadi spiritnya untuk keberpihakan dalam  mendukung kepentingan nasional. DNI juga harus dipandang sebagai sebuah  upaya untuk  meningkatkan kemampuan nasional dan lain sebagainya. Dan DNI sudah digagas dari dulu. Dikeluarkan agar negeri ini bisa menjadi maju berkembang.

" Saya terlibat berpuluh-puluh tahun. Semua negara di dunia dengan caranya sendiri-sendiri selalu memperjuangkan kepentingan nasional. Keberpihakan kepada nasional utama. DNI adalah suatu upaya keberpihakan kepada nasional. Nah, DNI ini sekarang dicabut," kata Kardaya.

Begitu dicabut, maka menurut Kardaya, yang akan menangis adalah rakyat. Sebab pencabutan DNI, sama sekali tidak menguntungkan bagi negara dan kesejahteraan rakyat. Bahkan Kardaya menilai, langkah pemerintahan Jokowi mencabut DNI,  tidak sesuai dengan jiwa konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945. Langkah ini, bukannya memajukan, tapi justru mengecilkan,  menurunkan atau memperlemah kemakmuran rakyat. Karena sama sekali tidak ada keberpihakan kepada kepentingan nasional.

"Jadi yang dikeluarkan keberpihakan kepada asing. Yang mau ditarik bukan investor, tapi pencari kerja. Ini hanya untuk meng-entertain kepentingan asing," kata Kardaya.

Ia contohkan, di bidang energi yang mau ditarik adalah jasa pengeboran.  Menurutnya, hal itu ibaratnya dokter salah mendiagnosa penyakit. Kenapa kebijakan kontraproduktif itu diambil, ada dua kemungkinannya, kata Kardaya.  Pertama,  tidak mengerti. Kedua  tidak mau mengerti.

" Lalu terkait relaksasi, kementerian yang terkait menyampaikan untuk menarik investasi. Itu salah besar. Dia tidak mengerti kalau investasi tidak masuk utamanya karena kita tidak konsisten menerapkan peraturan perundan-undangan. Investor besar kalau terkait UU ditabrak, tidak dihormati, maka tidak masuk. Jadi, itu yang harus diobati. Tegakkan UU," katanya.

Pembicara lainnya, Syahganda Nainggolan lebih keras lagi. Kata dia, kebijakan relaksasi DNI, adalah bukti bahwa rezim hari wajahnya adalah  nekolim. Karena dengan kebijakan relaksasi, pemerintah seakan  membiarkan seluruh sektor kehidupan masyarakat masuk dalam perangkap kepentingan nekolim.

" Ini yang kita lihat dari 54 direvisi jadi 25, sebetulnya kepentingan itu. Pariwisata nanti bisa langsung diberikan ke asing. Asing dilindungi oleh paket kebijakan ini. Dengan dibebaskan itu, kita akan semakin terpojok. Makin lama tidak ada lapangan kerja yang menjamin anak-anak muda kita bisa bekerja," ujar Syahganda.

Narasumber lain, Hersubeno Arief berpendapat, kebijakan yang sekarang ramai jadi polemik, kurang tepat jika menggunakan istilah relaksasi. Kata dia, yang lebih tepat adalah "tegangisasi". Karena yang tegang buka  hanya kalangan masyarakat tapi kalangan pemerintah sendiri.

" Pak Darmin buat kebijakan dikritik Maruarar Sirait, lalu  diluruskan Pak Luhut (Panjaitan). Saya ingin melihat tidak lagi dari sisi ekonomi, tapi kapasitas leadership seorang presiden. Di militer enggak ada anak buah salah, yang salah komandan. Kalau anak buah berantem sendiri, yang salah komandannya. Pemerintah enggak sekali ini blunder, tapi berkali-kali. Misal kenaikan harga BBM, 45 menit diumumkan lalu ditunda," kata Harsubeno.

Dengan terus terang, Harsubeno merasa heran. Oleh pendukung pemerintah sendiri kebijakan relaksasi dikritik. "  Ini persoalan kapasitas seorang presiden, seorang leader," katanya.

Sementara itu, Marwan Batubara mengatakan, jika diperhatikan, kenapa paket ini diterbitkan, alasannya agar bisa memperbaiki defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran berjalan. Tapi yang jadi permasalahan,  ternyata defisit yang paling besar kontribusinya dari impor minyak mentah dan BBM. Itu komoditas yang sangat besar kontribusinya.

"  Tahun 2015-2016 kita tertolong harga minyak dunia 40 dolar per barel. Tahun 2017-2108 harga kembali di atas 60 dolar. Dengan kebijakan pemerintah tidak mau naikkan BBM, yang dikorbankan Pertamina," katanya.

Menurutnya, kebijakan relaksasi DNI layak dibatalkan. Sebab akan merugikan. " Kebijakan yang merugikan kalau bisa dibatalkan ya dibatalkan saja," katanya.

Salamuddin Daeng juga satu suara. Menurutnya, kebijakan relaksasi tidak memiliki satu dasar kepentingan nasional yang jelas. Tapi lebih memfasilitasi kepentingan negara tertentu atau orang tertentu. Bahkan, Salamuddin menyebut, kebijakan relaksasi adalah kebijakan pesanan. Bukan kebijaka  yang lahir dari analisis mendalam.

" DNI itu bukan insentif. Asing tahu bahwa barang ini tak boleh diganggu. Agar masyarakat di bawah tidak resisten terhadap investasi. Sebetulnya yang bingung dengan berbagai kebijakan bukan hanya asing, apalagi asing. Paket ini sudah 16. Bagi saja empat tahun. Berarti satu kuartal ada empat kebijakan," katanya.

Ujungnya, karena tanpa analis kata dia, bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal lagi yang diubah. Ini akan kontraproduktif, sebab bisa memicu ketakutan investor dari negara lain karena perubahan regulasi.

"  Pemerintah kita gandrung kepada nekolim. Gagasan perdagangan bebas. Tapi mau tampak nasionalis. Ingin tampak ke publik sebagai pemerintahan nasionalis. Kalau investasi asing dibuka kita tak akan berani, karena kita harus bersaing dengan asing," kata Salamuddin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun