" Pak Darmin buat kebijakan dikritik Maruarar Sirait, lalu  diluruskan Pak Luhut (Panjaitan). Saya ingin melihat tidak lagi dari sisi ekonomi, tapi kapasitas leadership seorang presiden. Di militer enggak ada anak buah salah, yang salah komandan. Kalau anak buah berantem sendiri, yang salah komandannya. Pemerintah enggak sekali ini blunder, tapi berkali-kali. Misal kenaikan harga BBM, 45 menit diumumkan lalu ditunda," kata Harsubeno.
Dengan terus terang, Harsubeno merasa heran. Oleh pendukung pemerintah sendiri kebijakan relaksasi dikritik. " Â Ini persoalan kapasitas seorang presiden, seorang leader," katanya.
Sementara itu, Marwan Batubara mengatakan, jika diperhatikan, kenapa paket ini diterbitkan, alasannya agar bisa memperbaiki defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran berjalan. Tapi yang jadi permasalahan, Â ternyata defisit yang paling besar kontribusinya dari impor minyak mentah dan BBM. Itu komoditas yang sangat besar kontribusinya.
" Â Tahun 2015-2016 kita tertolong harga minyak dunia 40 dolar per barel. Tahun 2017-2108 harga kembali di atas 60 dolar. Dengan kebijakan pemerintah tidak mau naikkan BBM, yang dikorbankan Pertamina," katanya.
Menurutnya, kebijakan relaksasi DNI layak dibatalkan. Sebab akan merugikan. " Kebijakan yang merugikan kalau bisa dibatalkan ya dibatalkan saja," katanya.
Salamuddin Daeng juga satu suara. Menurutnya, kebijakan relaksasi tidak memiliki satu dasar kepentingan nasional yang jelas. Tapi lebih memfasilitasi kepentingan negara tertentu atau orang tertentu. Bahkan, Salamuddin menyebut, kebijakan relaksasi adalah kebijakan pesanan. Bukan kebijaka  yang lahir dari analisis mendalam.
" DNI itu bukan insentif. Asing tahu bahwa barang ini tak boleh diganggu. Agar masyarakat di bawah tidak resisten terhadap investasi. Sebetulnya yang bingung dengan berbagai kebijakan bukan hanya asing, apalagi asing. Paket ini sudah 16. Bagi saja empat tahun. Berarti satu kuartal ada empat kebijakan," katanya.
Ujungnya, karena tanpa analis kata dia, bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal lagi yang diubah. Ini akan kontraproduktif, sebab bisa memicu ketakutan investor dari negara lain karena perubahan regulasi.
" Â Pemerintah kita gandrung kepada nekolim. Gagasan perdagangan bebas. Tapi mau tampak nasionalis. Ingin tampak ke publik sebagai pemerintahan nasionalis. Kalau investasi asing dibuka kita tak akan berani, karena kita harus bersaing dengan asing," kata Salamuddin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H