Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah 'Murkanya' Panglima ABRI

6 Oktober 2016   17:30 Diperbarui: 6 Oktober 2016   17:39 3332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir Juli 2016, saya pernah datang ke Danau Toba, Sumatera Utara. Saya kesana untuk meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak menutup acara Musyawarah Masyarakat Adat Batak, yang digelar di tepi Danau Toba.

Usai acara selesai, gerimis turun. Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, yang ikut mendampingi Menteri Tjahjo, tiba-tiba mengajak mampir ke sebuah rumah makan. Rumah makan sendiri, letaknya tak begitu jauh dari tempat acara. Sebab, baru sebentar mobil bergerak, sudah kembali berhenti untuk singgah di rumah makan.

Waktu itu, selain saya, ada wartawan lain yang ikut diajak meliput. Dia adalah Carlos, wartawan Suara Pembaruan. Tiba di rumah makan, langsung menuju meja yang sudah disiapkan. Saya dan Carlos diajak Menteri Tjahjo untuk duduk satu meja. Tak lama setelah itu, makanan yang dipesan datang. Makanannya menu ikan. Ada ikan bakar, goreng dan yang berbumbu.

Sambil menyantap hidangan ikan goreng, Menteri Tjahjo pun bercerita. Banyak kisah yang ia ceritakan mulai dari soal tempat 'keramat' di sekitar Danau Toba yang pernah ia singgahi, sampai kisah Jenderal Faisal Tanjung yang murka.

Cerita tentang 'murkanya' Jenderal Faisal Tanjung itu yang menurut saya menarik diceritakan ulang. Suatu ketika, kata Tjahjo, ia diajak oleh Faisal Tanjung ikut berkunjung mendampingi Pak Harto ke Yogyakarta. Saat itu, Jenderal Faisal Tanjung sedang menjabat sebagai Panglima ABRI (TNI-red). Sementara dirinya ketika itu berstatus sebagai Ketua Umum KNPI.

" Waktu itu saya Ketua Umum KNPI. Saya sering diajak Pak Faisal," kata Tjahjo.

Tiba di Yogyakarta, keluar dari bandara rombongan mobil yang membawa Presiden pun secara beriringan mulai bergerak ke Yogyakarta. Dirinya waktu itu, satu mobil dengan Jenderal Faisal Tanjung. Rombongan mobil yang membawa Presiden bergerak cepat ke tengah kota.

Tiba-tiba, kata Tjahjo, mobil-mobil berhenti mendadak. Tidak berapa lama, ajudan Presiden datang tergopoh-gopoh menghampiri mobil yang ditumpangi Faisal Tanjung dan dirinya. Lalu mengetuk kaca mobil. Tak lama Faisal keluar. Lalu bersama ajudan Pak Harto, bergegas menuju mobil RI-1 yang ada di depan.

Tidak lama setelah itu, Faisal kembali lagi ke mobilnya. Tjahjo mengenang, ketika masuk mobil, wajah Panglima TNI itu merah padam menaham marah. Sampai kemudian keluar kalimat 'kasar' yang diucapkan penuh emosi dari mulut Jenderal Faisal.

" Goblok semuanya," kata Tjahjo mengenang kembali kisah 'murkanya' Jenderal Faisal Tanjung.

" Saya pecat-pecatin semuanya," kembali Jenderal Faisal berkata dengan murkanya.

Karena penasaran Tjahjo pun coba bertanya kepada Faisal Tanjung, apa gerangan yang membuat orang nomor satu di ABRI itu marah-marah. Tapi Faisal justru menghardiknya. " Kamu diam saja," kata Tjahjo menceritakan kembali hardikan Jenderal Faisal.

Akhirnya Tjahjo pun tahu alasan 'murkanya' Faisal Tanjung. Faisal setelah itu menceritakan kenapa ia marah sedemikian hebat. Ternyata kata Tjahjo, Jenderal Faisal marah, karena rombongan mobil Presiden 'terpaksa' berhenti hanya karena ada kereta mau lewat.

Menurut Faisal, tak boleh seperti itu protapnya. Mobil RI-1, harus tetap jadi prioritas utama. Kereta justru yang harus berhenti, sampai Presiden lewat.

" Bagaimana jika kemudian ketika mobil Presiden berhenti diserang. Ditembaki, atau ada penembak gelap," kata Tjahjo mengulang kembali perkataan Faisal yang disampaikanya pada dia.

Karena masih penasaran, Tjahjo mengaku ketika itu ia kembali bertanya. " Waktu di panggil Pak Harto berkata apa?"

Tjahjo pikir, Faisal marah karena disemprot Presiden. Ternyata Pak Harto tak menyemprot Faisal. Hanya Pak Harto perintahkan ajudannya untuk menanyakan kepada Faisal kenapa rombongan berhenti. " Pak Harto, ternyata waktu itu cuma bertanya, ono opo Sal (Faisal)," ujar Tjahjo.

Saya dan Carlos setelah mendengar akhir cerita itu, langsung terbahak. Bupati Nikson juga ikut tergelak. Ternyata hanya kalimat ono opo Sal, yang membuat Jenderal Faisal murka bukan kepalang. Tjahjo juga bercerita, kabar yang ia dengar setelah itu, para penanggungjawab keamanan di Yogyakarta dicopot. Termasuk kepala stasiun Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun