Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berita Po An Tui, Saat Media Hanya Jadi 'Tukang Tuding'

1 Maret 2016   14:39 Diperbarui: 1 Maret 2016   15:17 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Dalam peresmian monumen Po An Tui di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa tujuan didirikannya monumen Po An Tui adalah untuk mengingatkan siapa leluhur kita dan perjuangan laskar China dalam melawan penjajah VOC Belanda pada tahun 1740 – 1743," demikian lead berita yang ditulis Posmetro.info.

Tentu lead itu jadi pertanyaan. laskar Cina atau Tiongkok yang monumennya diresmikan Menteri Tjahjo merujuk pada Po An Tui? Sebab dalam lead Posmetro.info, langsung menyebut Po An Tui. Apa dasarnya Posmetro.info yakin laskar itu Po An Tui? Bahkan, dalam lead berita tersebut disebutkan rentang tahun sepak terjang Po An Tui, yakni antara tahun 1740 – 1743. Sudah diujikah fakta tersebut?

Rasanya tidak. Sebab, dalam tubuh berita, tak ada upaya untuk menguji itu, misalnya meminta tanggapan kepada sejarawan. Tapi, berita isinya langsung memvonis. Lag-lagi verifikasi diabaikan. Dan, bagi saya itu bukan sebuah berita, hanya opini, asumsi, yang sialnya tak akurat, karena tak ada referensi untuk memperkuat itu. Padahal referensi sangat penting, agar berita tak jadi kabar burung, gosip atau propaganda.

Dan, itulah kelemahan berita yang dimuat Posmetro.info serta beberapa media online lainnya yang memuat berita serupa. Berita mereka, minim referensi. Padahal, ketika sebuah berita memuat tentang jejak sejarah, minimal ada referensi yang jadi rujukan. Apakah referensi itu berasal dari buku, sejarawan, atau informasi lain yang terpercaya. Karena harus hati-hati dalam memuat berita berisi sejarah yang terjadi di masa lalu. Salah referensi, berita jadi menyesatkan. Fakta terbalik-balik.

Pertanyaannya, benarkah Po An Tui, adalah laskar Cina yang monumennya diresmikan Menteri Tjahjo? Dalam klarifikasinya, Menteri Tjahjo sendiri membantah, bila monumen yang diresmikannya di TMII merujuk pada Po An Tui. Tapi, monumen itu untuk mengenang laskar Cina yang pernah ada pada tahun 1740 – 1743. Laskar ini, pernah ikut berjuang melawan penjajah, Belanda. Dalam kontek masa itu, penjajah yang dimaksud adalah VOC atau Vereenigde Oostindische Compagnie atau kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda. Mengutip Wikipedia.org, VOC didirikan pada 20 Maret 1602. Kongsi ini kemudian bangkrut dan ditutup 31 Desember 1799.

Lalu bagaimana dengan Po An Tui? Ada beberapa buku yang bisa dijadikan referensi. Salah satunya buku berjudul, "Po An Tui : 1947-1949, Tentara Cina Jakarta," terbitan Masup Jakarta, Pustaka Komunitas Bambu. Buku ini ditulis Sulardi. Menurut saya, buku ini bisa jadi referensi untuk mengetahui, cikal bakal, serta sepak terjang Po An Tui.

Dalam buku itu, Sulardi mengulas tentang Po An Tui, mulai dari awal pembentukannya sampai sepak terjangnya yang kontroversial. Dan, dengan jelas, Sulardi dalam bukunya menuliskan, Po An Tui, lahir sekitar tahun 1947. Bukan terbentuk pada antara rentang tahun 1740-1743. Dan, era itu, bukan era VOC, tapi era Nederlandsch Indië Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration yang biasa disingkat NICA. Era itu adalah fase sejarah saat NICA mulai datang mengangkangi republik yang baru saja di proklamirkan tahun 1945.

Di berita Detik.com pun, monumen yang diresmikan Menteri Tjahjo, merujuk pada laskar kaum Tionghoa yang dibentuk antara rentang tahun 1740-1743 di era VOC bercokol, bukan di masa NICA menjajah. Detik.com, adalah media yang meliput peresmian monumen tersebut. Karena mereka, melengkapi beritanya dengan foto Menteri Tjahjo saat meresmikan monumen yang sekarang menuai reaksi tersebut. Lalu, pertanyaannya kenapa kemudian dikaitkan dengan Po An Tui, laskar atau milisi Cina di era NICA?

Kembali ke buku Sulardi. Dalam bukunya tentang Po An Tui, menjelaskan dengan runut, latar belakang kenapa sampai kemudian lahir laskar atau kelompok milisi Po An Tui. Pembentukan Po An Tui, dipicu oleh kekacauan di awal republik berdiri. Ketika itu, banyak etnis Tionghoa jadi korban ekses dari aksi militer Belanda. Kemudian muncul pemikiran dari sejumlah tokoh Tionghoa, di Jakarta untuk mencari cara agar etnis Tionghoa tak terus jadi korban. Lalu, Perkumpulan Chung Hua Tsung Hui Jakarta menginisiasi dilakukannya sebuah konferensi. Konferensi ini, dihadiri oleh perwakilan-perwakilan Perkumpulan Chung Hua Tsung seluruh Indonesia. Konferensi digelar selama tiga hari dari tanggal 24 sampai 26 Agustus 1947. Konferensi menghasilkan beberapa keputusan. Pertama tentang perlunya pembentukan Pao An Tui atau Badan Pelindung Keamanan Tionghoa. Kedua, mendirikan suatu badan penyiaran resmi. Ketiga, menyebarluaskan hasil keputusan ke dalam dan luar negeri. Ketiga, koordinasi untuk menolong korban-korban yang akan dibentuk di setiap daerah. Dan pada 29 Agustus 1947, Pao An Tui disahkan berdasarkan keputusan rapat perwakilan Tionghoa Indonesia yang tergabung ke dalam Chung Hua Tsung Hui Lien Ho Pan She Tsu atau Badan Koordinasi Chung Hua Tsung Hui. Salah satu anggotanya Kwee Kek Beng. Kota Jakarta dipilih untuk jadi tempat markas pusat Po An Tui. Ya, dalam perkembangannya Po An Tui, memang jadi kelompok milisi. Kelompok milisi ini dikaitkan dengan sepakterjang Westerling, perwira 'bengis' dari Belanda.

Dari buku Sulardi, sangat jelas, bahwa Po An Tui itu dibentuk dan lahir pada 1947, bukan 1740-1743. Lantas kenapa, dengan cerobohnya Posmetro.info dalam beritanya menulis Po An Tui, adalah laskar Tiongkok yang dibentuk pada 1740-1743? Sementara Po An Tui, adalah milisi Cina yang lahir pada masa Belanda menjajah dengan bendera NICA, bukan lagi VOC. Jadi ada rentang sejarah yang berbeda waktu. Dan, bedanya sangat jauh. Kembali, malas cari referensi, berita pun menyesatkan. Padahal, kalau penulis berita di Posmetro, disiplin melakukan verifikasi, tak begini jadinya. Berita mereka, tak jadi 'propaganda' yang menyesatkan.

Buku berjudul," Geger Pacinan 1740 - 1743: Persekutuan Tionghoa - Jawa Melawan VOC," adalah salah satu buku yang bisa menjelaskan sepakterjang orang Tionghoa melawan VOC. Buku yang ditulis oleh RM Daradjadi, seorang trah Mangkunegara IV yang sangat mencintai sejarah, menjelaskan dengan rinci fase orang Tionghoa bangkit melawan VOC atau kumpeni. Buku Geger Pecinan, berisi tentang kisah peperangan di Jawa pada periode 1740-1743. Perang tiga tahun itu meletus, setelah kaum Tionghoa dibantai di Batavia pada tahun 1740. Setelah pembantaian itu, orang-orang Tionghoa berkolaborasi dengan orang-orang Jawa. Mereka berkongsi membentuk laskar melawan VOC. Lalu, terjadilah perang tiga tahun, yang melibatkan orang-orang Tionghoa yang berkolaborasi dengan kaum bangsawan Jawa yang berpusat di keraton Kartasura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun