Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Berita Po An Tui, Saat Media Hanya Jadi 'Tukang Tuding'

1 Maret 2016   14:39 Diperbarui: 1 Maret 2016   15:17 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Menguji akurasi ala Yarnold, antara lain, apakah lead berita sudah didukung dengan data penunjang yang cukup? Apakah sudah ada orang lain yang diminyta mengecek ulang, menghubungi atau menelpon semua alamat, atau situ Web yang ada dalam laporan tersebut? Bagaimana materi background guna memahami laporan ini sudah lengkap? Apakah semua pihak yang ada dalam laporan sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberi hak untuk bicara? Apakah laporan itu berpihak atau membuat penghakiman yang mungkin halus terhadap salah satu pihak? Siapa orang yang kira-kira tak sukda dengan laporan ini lebih dari batas yang wajar? Apa ada yang kurang? Apakah semua kutipan akurat dan diberi keterangan dari sumber yang memang mengatakannya? Apakah kutipan-kutipan itu mencerminkan pendapat dari yang bersangkutan?

Banyak ternyata. Itu menunjukan bahwa kerja wartawan bukanlah mudah. Dan, tak sembarang membuat berita. Intinya, hati-hati dalam membuat berita. Akurasi harus dijadikan nyawa dalam setiap berita yang ditulis.

Ada ungkapan sedia payung sebelum hujan. Sedia bekal sebelum bepergian. Ya, seorang wartawan, menurut saya, pergi ke medan liputan, tak hanya berbekal note catatan, rekaman atau alat komunikasi. Tapi, seorang wartawan, datang ke medan liputan harus sudah membekali diri dengan pengetahuan. Atau dalam bahasa sederhana, datang tak dengan tangan kosong.

Ia sudah punya bekal, setidaknya tentang background isu yang hendak dijadikan berita. Jadi, ia sudah punya informasi awal tentang apa yang bakal dituliskan. Dengan itu, pengembangan atau penggalian isu, bakal lebih mendalam. Dan, setidaknya dengan bekal 'background' itu, ia tahu, apa yang akan ditanyakan, dikembangkan, dan diracik, sehingga tak muncul pertanyaan-pertanyaan konyol atau bodoh pada narasumber.

Dengan apa, seorang wartawan bisa menguasai background isu? Jawabannya adalah dengan banyak membaca referensi. Karena wartawan yang tak banyak menabung referensi, pada dasarnya hanya seorang pencari kalimat saja. Mungkin, hanya seorang tukang tulis ulang pernyataan narasumber.

Kenapa referensi itu perlu? Sangat perlu. Bahkan mungkin ini juga masuk kategori 'hukumnya wajib' bagi para wartawan. Sebab, dengan referensi itu, si wartawan, bisa menulis alur berita dengan benar. Berita pun tak kehilangan kontek. Sebab, kalau tak ada referensi, berita yang dibuat boleh jadi salah kaprah. Apalagi, bila kemudian asal comot, dan semangatnya mengejar sensasi. Berita pun jadi gosip. Jadi kabar burung. Jadi informasi yang menyesatkan.

Ada contoh menarik tentang ini. Kemarin, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengeluhkan munculnya berita yang menurut dia salah kaprah atau bahkan menyesatkan. Berita itu, tentang peresmian sebuah monumen di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang diresmikan oleh Tjahjo. Monumen yang diresmikan itu, untuk mengenang sebuah laskar Cina dan Jawa yang pernah berjuang membela republik melawan penjajah.

Salah satu yang memuat berita peresmian monumen itu adalah Detik.com, salah satu portal berita terbesar di Indonesia. Judul berita yang dimuat di Detik.com, " Mendagri Resmikan Monumen Perjuangan Laskar Tiongkok di TMII."

Monumen ini sendiri menceritakan tentang perjuangan laskar Tionghoa dan Jawa dalam melawan VOC Belanda yang menjajah bangsa Indonesia. Monumen ini menceritakan perjuangan bangsa selama tiga tahun yaitu pada tahun 1740-1743 dalam mengusir VOC, begitu salah satu penggalan paragraf dalam berita yang ditulis Detik.com, pada Sabtu, 14 November 2015.

Namun setelah itu, tiba-tiba muncul beberapa berita lanjutan atau istilah dikalangan wartawan berita 'running'. Berita peresmian monumen itu 'dirunning' oleh media lain, media online terutama. Saya sebut saja, salah satunya berita yang dimuat oleh Posmetro.info. Situs berita ini, pada 22 Februari 2016 memuat berita berjudul," Hanya di Era Jokowi, Milisi Cina "Po An Tui" Pembantai Pribumi Dibuatkan Monumen di TMII."

Dalam tubuh berita, disimpulkan bahwa Laskar Cina yang monumennya diresmikan oleh Menteri Tjahjo adalah laskar Po An Tui. Lalu, bla-bla, Posmetro.info, mengurai siapa itu Po An Tui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun