Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Duka Tukang Bajaj, Bayar Timer Juga 'Sangoni' Oknum Polisi

18 September 2015   01:54 Diperbarui: 18 September 2015   16:31 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menariknya, seiring wabah teknologi yang menjalari jaman, penarik bajaj pun tak mau ketinggal. Di era telepon genggam, supir bajaj pun tak mau ketinggal memakainya. Kini, telepon genggam jadi alat yang menghubungkan dengan para pelanggannya. Beberapa penarik bajaj, memang punya pelanggan. Apalagi bila wilayah operasinya ada pasar tradisional.

Toid misalnya, juga mempunyai pelanggan tetap yang harus diantar jemput ke pasar. Subuh hari, ia sudah harus menjemput pelanggannya, seorang pengelola warung Tegal atau warteg. Lalu menunggunya, usai si pelanggan berbelanja, ia pun mengantarkannya kembali ke tempat awal menjemput.

" Lumayan, kan nanti bisa untuk merokok dan ngopi pagi-pagi, sebelum narik siangnya," kata Toid, sambil mereguk kopinya.

Di tempat mangkal para supir bajaj, ngobrol sambil ngopi dan merokok seakan menjadi tradisi. Ragam topik diobrolkan. Ketika hangatnya piala AFC digelar, itu pula tak luput jadi bahan obrolan. Nama Irfan Bachdim, striker timnas PSSI saat di piala AFC, kata Toid, jadi tokoh utamanya.

Ternyata, tak hanya tema ringan yang jadi bahan obrolan disela ngetem. Tema yang berat pun dibedah oleh para sopir bajaj. Saat saya mengobrol dengan komunitas para penarik bajaj, tengah hangat-hangatnya kasus dugaan suap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin meledak, mereka pun gasik mengobrolkannya.

Apa yang sedang ramai di koran, para penarik bajaj, menjadikannya bahan obrolan disela-sela ngopi dan merokoknya. Apalagi bila tempat mangkalnya itu, ada lapak penjual koran, pinjam sebentar surat kabar, dibacanya, lalu di obrolkan.

Bahkan diskusi para penarik bajaj, tak kalah serunya dengan diskusi serius yang digelar di hotel-hotel berbintang yang menghadirkan para pengamat politik kondang. Kendati tiap hari terus dikejar beban hidup, dan setoran, tapi mereka juga haus informasi.

Bahasa obrolan mereka memang bukan bahasa akademik yang canggih dengan pernik-pernik kalimat asing. Tapi justru komentar mereka lebih jujur dan polos. Misalnya ketika membicarakan kasus Nazaruddin, analisa mereka menyimpulkan, masuk partai dan DPR hanya untuk ngobyek. Pantesan, kata mereka, yang jadi anggota dewan, makin kaya saja.

Pantesan pula, ujar mereka, tiap kampanye bisa nyarter bajaj-bajaj mereka, ditempelin stiker-stiker partai dan calon legislatif. " Jangan-jangan uang sewa kita, hasil obyekan, uang korupsi," kata salah seorang supir bajaj, yang ikut nimbrung ngobrol bersama Toid dan Mulyanto sambil mengunyah goreng pisang.

Ditimpali yang lainnya. " Jangan-jangan uang korupsi, ah, yang penting masih laku dipakai duitnya, bukan uang palsu, he..he.." Kata teman Toid yang lainnya.

Salah seorang coba menghardik. " Woi, mikirin negara, kayak kita dipikirin saja,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun