[caption caption="Mendagri bersama wartawan yang mencegatnya sebelum keluar kantor"][/caption]
Malam terus merambat. Tapi pada hari Senin malam, 7 September 2015, ruangan tempat ngumpul para wartawan yang biasa liputan di Kementerian Dalam Negeri, masih ramai. Ada yang masih mengetik berita. Tapi, ada juga yang ngobrol asyik ngalor ngidul. Mungkin, berita sudah selesai dikerjakan. Saya sendiri, karena telah menyelesaikan beberapa berita, memilih nimbrung ngobrol ngalor ngidul dengan beberapa wartawan. Salah satu tema yang diobrolkan soal Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama Ahok, yang mengusulkan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dibubarkan. Alasan Ahok, sistem rekrutmen di sekolah penghasil pamong praja itu tak jelas. Pun sistem pendidikannya. Ahok juga 'menuding' banyak alumni IPDN yang suka ngumpul-ngumpul duit untuk menyogok aparat penegak hukum. Pernyataan Ahok pun kemudian memantik 'kemarahan' para alumni IPDN.
Ternyata wartawan bertahan sampai malam, karena menunggu Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang menurut informasi sedang menggelar pertemuan dengan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin. Tentu ini bisa jadi sumber berita, terkait dengan belum pastinya siapa yang jadi Wali Kota Palembang, setelah Romi Herton, Wali Kota Palembang terpilih kena sandung kasus suap, saat ia bersengketa soal hasil pemilihan wali kota di Mahkamah Konstitusi. Romi kini sudah jadi pesakitan. Kedatangan Alex yang menemui Mendagri, pasti terkait itu, begitu para wartawan menduga.
Tidak berapa lama datang informasi pertemuan telah selesai dilakukan. Dan, Gubernur Sumsel, Alex Noerdin sudah turun. Benar saja, saat saya berhambur keluar dengan beberapa wartawan lain dari ruangan tempat kumpul para pencari berita, satu sosok familiar, berbadan gemuk, sudah ada di bawah. Dialah Alex Noerdin, Gubernur Sumsel.
Alex pun langsung dikerubuti para wartawan. Pertanyaan seputar Wali Kota Palembang pun diajukan kepadanya. Alex sendiri berkilah, pertemuan dengan Mendagri, Tjahjo Kumolo, tak semata membahas soal Wali Kota Palembang. Tapi juga soal asap, dimana beberapa hari yang lalu, Presiden Jokowi datang langsung meninjau lahan yang terbakar di Sumsel.
" Ya disinggung (Wali Kota Palembang) tapi hanya selintas saja," kelit Alex sambil bergegas menuju mobilnya.
Seperti tak mau 'buruannya' lepas, para wartawan, tentunya termasuk saya tetap mengikuti Alex yang bergegas menuju mobilnya. Pertanyaan soal isu dana desa pun ikut dilontarkan. Seperti diketahui, sedang ramai dibicarakan tentang tersendatnya pencairan dana desa. Dan, muncul pernyataan dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, yang mensinyalir tersendatnya pencairan dana desa di daerah, karena adanya politisasi anggaran oleh kepala daerah yang hendak maju Pilkada.
Alex sendiri menjawab, bahwa di provinsi yang dipimpinnya pencairan dana desa tak ada masalah. Ia juga tak melihat adanya politisasi dana desa. Namun diakuinya, banyak kepala daerah yang belum mengerti soal bagaimana membuat laporan pertanggungjawaban dana desa. Karena itu, sedang dilakukan pendampingan dan pelatihan.
Tiba-tiba Carlos, wartawan Suara Pembaruan, melontarkan pertanyaan, tepatnya meminta tanggapan Alex soal usulan pembubaran IPDN yang dilontarkan Ahok. Awalnya Alex tak mau menjawab. Tapi, Carlos mendesak terus. Saya pun ikut mendesaknya.
" Enggak ah, Ahok itu kawan saya," kata Alex coba menghindar untuk tak menanggapi usulan Ahok. Tapi Carlos tetap memburu. Pun saya. Sampai akhirnya, Alex pun mau menanggapi. Kata dia, ia tak sepakat dengan usulan Ahok,
" Yang jelas diperlukan. Kalau terjadi sesuatu yang keliru, jangan institusinya yang dibubarkan, benahi saja," katanya.
Setelah itu, Alex buru-buru masuk dalam mobilnya yang sudah menunggu di pintu lobi kantor Mendagri. Dan, mobil hitam besar yang membawa Alex pun pergi meninggalkan kantor Mendagri. Para wartawan pun kembali masuk ke dalam gedung. Mereka kembali menunggu Mendagri yang belum turun dari ruang kerjanya.
Malam kian merambat, ketika datang informasi Mendagri akan turun. Ternyata Mendagri belum turun juga. Karena tak mau nanti Mendagri keburu pulang, maka saya dan beberapa wartawan memilih menunggu di luar ruangan tempat wartawan biasa ngumpul.
Tampak satu sosok keluar. Dia Dirjen Otonomi Daerah (Otda), Soni Sumarsono. " Pak Soni," seru Carlos, begitu dilihatnya sosok Pak Dirjen.
Pak Soni pun menengok. " Wah belum pada pulang nih,"katanya.
Tentu bagi para wartawan, keberadaan Dirjen Otda, tak bisa dilewatkan, karena ini juga adalah sumber berita penting yang bisa dikutip. Maka, Dirjen Otda pun langsung dikerubuti wartawan. " Selamat pak sudah jadi penjabat Gubernur Sulut (Sulawesi Utara-red)," kata Carlos, begitu sudah di dekat Dirjen Otda.
" Jangan ucapkan selamat dulu. Saya belum dilantik. Sekarang masih Dirjen Otda," kata Pak Soni.
Ya, memang sudah santer bahwa Pak Soni telah ditunjuk jadi penjabat Gubernur Sulut. Mendagri, Tjahjo Kumolo juga telah memberi isyarat, bahwa memang Pak Soni yang akan menjabat sebagai penjabat Gubernur Sulut.
Pertanyaan soal Wali Kota Palembang pun kembali diajukan para wartawam ke Pak Soni. Pak Soni menjawab, persoalan Wali Kota Palembang yang jadi polemik, sebentar lagi selesai. Kata dia, DPRD Kota Palembang, telah setuju siapa yang akan duduk sebagai Wali Kota Palembang.
Tak berapa lama, sosok tinggi besar berbaju batik keluar dari lift. Dialah Mendagri, Tjahjo Kumolo. Karena Mendagri sudah datang, maka kini para wartawan pun berpindah mengerubuti. Mendagri kini yang dikerubuti. Pertanyaan soal wali kota Palembang kembali dilontarkan. Setelah itu, Dita, wartawan Seputar Indonesia, mengajukan pertanyaan soal dana desa. Dita meminta tanggapan Mendagri terhadap pernyataan Menteri Desa yang mensinyalir ada politisasi dana desa menjelang Pilkada.
Mendagri sendiri menjawab, ia tak terlalu melihat itu. Menurutnya, kepala daerah lebih berhati-hati, hingga pencairan dana desa agak tersendat. Tapi katanya, dia sudah minta para kepala daerah segera mencairkan dana desa. Bila tak segera dicairkan, kepala daerah akan kena sanksi. Tapi Dita, tetap meminta penegasan Mendagri tentang pernyataan Menteri Marwan. " Jadi tak benar pak ada politisasi dana desa untuk Pilkada," tanya Dita lagi, minta penegasan Mendagri.
Tiba-tiba seorang wartawan nyeletuk. " Dita lagi cari lead pak,"
Mendagri tertawa mendengarnya. " Ini wartawan ngatur-ngatur Mendagri ha.ha.ha," Dirjen Otda ikut menyela.
Selanjutnya, Anton Wartawan Kompas, ikut bertanya. Ia minta penjelasan Mendagri soal SKB (Surat Keputusan Bersama) Mendagri dengan Menteri Desa tentang dana desa. Mendagri pun menjawab, bahwa bukan SKB. Tentang dana desa, ia memang telah meneken surat bersama dengan Menteri Desa. Tapi kata dia, tak hanya dengan Menteri Desa, masih soal dana desa, ia juga akan meneken surat bersama Menteri Keuangan.
Tiba-tiba, Mendagri memanggil seseorang. " Di coba bawa itu berkas-berkas saya di mobil yang ada soal dana desa" katanya.
" Wah, boleh juga tuh pak di copy" tiba-tiba Anton menyela.
Orang yang dipanggil Mendagri, tak lain adalah staf pribadinya, Mas Adi. Tak berapa lama, Mas Adi, tampak tergopoh-gopoh membawa setumpuk berkas. Lalu, ia menyerahkan ke Mendagri. Mendagri pun segera membawa tumpukan berkas ke atas meja, tempat para petugas pengamanan dalam atau Pamdal, berjaga. Ia pun kemudian, memilah-milah tumpukan dokumen, mencari berkas yang dicarinya.
" Di, enggak ada. Coba cari berkas yang ada tentang dana desa," kembali Mendagri berseru pada Mas Adi, staf pribadinya.
Tapi tak lama kemudian, Mendagri kembali berseru kepada Mas Adi. " Di sudah ketemu, ada ini".
Mas Adi pun urung mencari berkas. Tiba-tiba Dirjen Otda, berkata. " Kalian ini ngerjain menteri".
Sambil membuka berkas dengan dikerubungi para wartawan, Mendagri hanya tersenyum mendengar perkataan Dirjen Otda. Sampai kemudian ia berkata. " Saya juga pernah menjadi wartawan," kata Mendagri.
" Wah dimana pak? Koran apa? Suara Merdeka?," Carlos langsung menyela dengan pertanyaan.
Carlos langsung menebak Suara Merdeka, karena memang Mendagri, berasal dari Jawa Tengah, dari Semarang. Koran Suara Merdeka sendiri, adalah koran tertua dan mungkin terbesar di Jawa Tengah.
" Bukan, tapi temannya Suara Merdeka, koran Wawasan. Sponsor saya maju jadi Ketua KNPI, ya dari Suara Merdeka Grup," jawab Mendagri.
Ya, Menteri Tjahjo memang pernah jadi Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia atau KNPI, salah satu organisasi kepemudaan berpengaruh di Tanah Air.
" Kalian hati-hati menulis, Pak Menteri mengerti 5W1H," Dirjen Otda kembali menyela.
Istilah 5W1H atau who, what, where, when, why, how yang disebut Dirjen Otda, adalah unsur baku dari sebuah berita. Mungkin Pak Dirjen Otda mengingatkan para wartawan, agar tidak memelintir berita. Ya, memang Mendagri sendiri, pernyataannya pernah dipelintir oleh sebuah media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H