Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dan Para Alumni IPDN Pun Marah Kepada Ahok

5 September 2015   16:42 Diperbarui: 5 September 2015   22:14 8182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa di sapa Ahok, melempar wacana yang lumayan mengagetkan, mengusulkan kepada Presiden Jokowi, sebaiknya IPDN atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dibubarkan saja. Begitu kira-kira inti dari sohibul berita yang saya baca di sebuah media online. 

 

Alasan Ahok, rekrutmen calon praja IPDN tak jelas. Pun pendidikannya pun tak jelas. Maka, ia pun mengusulkan IPDN dibubarkan saja. Saya perkirakan pasti usulan Ahok bakal memantik reaksi. Dan, saya pun sudah perkirakan, Ahok juga tak peduli dengan reaksi yang bakal diterima buah dari pernyataannya, seperti yang terjadi selama ini. 

 

Benar saja, reaksi mulai bermunculan dari mana-mana terutama dari para alumni sekolah calon birokrat tersebut. Ada yang begitu emosi, menanggapi usulan Ahok. Tapi, ada juga reaksi yang tak begitu berlebihan, namun mengena. Ya, siapa pun pasti akan tersinggung bila almamaternya diusulkan untuk dilikuidasi. Kemarahan dan rasa tersinggung para alumni IPDN, saya kira adalah reaksi yang wajar. 

 

Saya yang bekerja jadi wartawan, dan kebetulan ngepos liputan di Kemendagri, banyak menerima SMS maupun pesan berisi tanggapan dari para alumni IPDN yang kebetulan juga bekerja di Kemendagri. Rata-rata semua merasa tersinggung. Dan menyayangkan, kenapa sampai ada usulan seperti itu yang datang dari mulut seorang gubernur. 

 

Namun ada salah satu reaksi yang saya suka dari seorang alumni IPDN yang bekerja di Kemendagri. Dia berkata, " Ya mas, setiap orang di era demokrasi yang terbuka ini, sah-sah saja bicara apa saja. Wong, mencaci Presiden pun banyak yang melakukannya," katanya, menanggapi usulan Ahok. 

 

Tapi kata dia, ia sebagai pegawai, tugasnya hanya dua, laksanakan dan amankan kebijakan. Selain taat pada aturan. Artinya, tak usah banyak cuap. Mendengar itu, saya teringat pendapat Jenderal Purnawirawan Luhut Pandjaitan, Menkopolhukam, saat menanggapi reaksi Brigjen Victor Simanjuntak terhadap isu pencopotan Komjen Budi Waseso. 

 

" Sebagai aparatur tugasnya kan hanya bekerja. Tak usah banyak omong," katanya. 

 

Saya kira dia benar. Tugas seorang pelayan rakyat adalah bekerja. Hasilkan karya. Melayani, bukan mengumbar kata dan pernyataan. Apalagi yang kontroversi. Sudah terlalu sesak ruang publik ini dijejali oleh omongan-omongan bombastis yang hanya mengumbar sensasi dan bikin gaduh. Telinga publik, sudah terlalu banyak berdenging oleh kegaduhan demi kegaduhan. Terutama yang ditabuh para elit yang sedang manggung. Padahal rakyat tak butuh kata, tapi bukti nyata. 

 

Dia pun kembali berkata," Di atas langit, masih ada langit, jadi untuk apa petantang-petenteng, merasa paling hebat. Bekerja sajalah, karena itu yang ditunggu rakyat. Jangan banyak cari kambing hitam. Realisasikan saja janji-janji politiknya, toh banyak yang belum ditepati," katanya.

 

Mendengarnya saya pun tercenung. Lalu teringat sepenggal petuah dari seorang kyai kharismatis yang sangat dihormati kalangan nahdliyin. Bahwa pemimpin yang bijak itu, yang irit cakap, tapi banyak bekerja. Pemimpin yang baik adalah yang sederhana dan memberi contoh. Juga merakyat. Saya kira, seharusnya begitu seorang pemimpin. Irit kata, tapi banyak bekerja. Dan, tak perlu pula banyak mencemooh orang. Apalagi sampai menggoblok-kan orang. 

 

Dia pun menyayangkan pernyataan Ahok. Dan dengan terus terang dia mengaku terhina dengan usulan Ahok itu. Kata dia, bila memang ada lulusan IPDN yang salah, tak lantas kemudian disimpulkan semua lulusan IPDN  semuanya salah. Tak bisa hanya untuk membasmi satu tikus dalam lumbung, maka lumbung yang harus dibakar. Itu namanya tindakan gegabah. Bahkan mungkin goblok. Untuk pendapat ini, saya sepakat. 

 

Saya pun pastinya tak akan terima, misal almamater saya diusulkan dibubarkan, hanya karena ada segelintir lulusannya yang berbuat salah. Dan semua juga pasti begitu. Alumni Akmil atau Akabri atau pun Akpol juga tak akan terima bila almamaternya diusulkan untuk dilikuidasi hanya karena ada satu atau beberapa orang perwiranya berbuat salah. 

 

" Saya kira, janganlah kita ini, hanya karena sedang di atas panggung lalu merasa sebagai yang terbaik, apalagi mengaku sebagai yang paling terdidik," katanya.

 

Menurut pendapatnya, seorang pemimpin itu harusnya mengayomi. Membuat semua merasa diakui. Tidak kemudian, seorang pemimpin itu memancing konflik. Karena seorang pemimpin juga manusia biasa, tak bisa lepas dari salah. Dan ia pun menyarankan sebuah saran pada Ahok. 

 

" Tolong sampaikan salam saya kepada Pak Ahok. Lebih baik dia fokus mengurus Jakarta. Biarlah urusan IPDN itu jadi urusannya Kemendagri, Mendagri, karena itu kewenangannya. Segala perbaikan di IPDN itu urusannya Kemendagri, " katanya. 

 

Ya, saya kira itu saran yang bijak. Ahok sebagai gubernur sebaiknya fokus mengurus Jakarta saja. Karena memang dia punya mandat memperbaiki kondisi Jakarta yang carut marut. Banjir dan macet, adalah hal yang harus dijawab oleh Ahok, selain masalah pengangguran dan kesemrawutan kota.

 

Karena, sekarang pun, penyerapan anggaran provinsi DKI Jakarta, adalah salah satu termasuk yang terendah. Artinya, masih ada pekerjaan yang harus dibenahi. Sebab ketika anggaran tak terserap, roda program pembangunan pun ikut tersendat. 

 

Ahok juga benar, dia harus hati-hati dalam membelanjakan anggaran. Dan dia juga benar, ketika  ingin anggaran tak di pakai bancakan. Apalagi sampai di sunat dan di korupsi. Sekarang yang ditunggu adalah bukti kerja saja. Buktikan serapan anggaran memang tepat sasaran, tak menguap ke kantong banyak pihak. Serta hasilnya dirasakan warga Jakarta. 

 

" Pak Ahok, sebaiknya fokus saja menunaikan tugas kewajiban dan merealisasikan janji-janji politiknya pada masyarakat Jakarta. Tak usahlah, mengurus yang bukan kewenangannya," katanya lagi. 

 

Setelah itu saya bertanya kepadanya. "Apa saya harus tulis nama abang dengan lengkap bahwa abang lulusan IPDN. Biar saya tak di sangka ngarang," 

 

" Oh ya tulis saja, Nama saya Bahtiar. Saya alumni STPDN (sekarang IPDN), angkatan 4. Sekarang saya staf di Kemendagri" katanya. 

 

Dan, Bahtiar pun dengan tegas mengatakan, ia tak ambil peduli bila Ahok menyebutnya goblok, sama seperti yang dilakukan Ahok kepada sejarawan JJ Rizal. " Bahkan saya menantang dia, apapun yang dia kehendaki," cetusnya.

 

Sepertinya Bahtiar benar-benar sudah tak menahan emosi. Pernyataan Ahok sudah menyinggung harga dirinya. Saya pun maklum bila dia marah dan sangat terhina dengan ucapan Ahok. Karena dimana pun, dan sampai kapan pun, almamater adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah seseorang. Seorang lulusan UI, pasti akan murka, bila institusi tempat belajarnya dicela orang. Dan pasti, semua lulusan UI bakal bereaksi. Pun, para alumni IPDN, tak terima dengan usulan Ahok yang minta sekolah itu dibubarkan. 

 

 

Dan diakhir tulisan, saya kembali ingin menyitir petuah dari Kyai Gus Mus atau Kyai Mustofa Bisri. 

 

" Meneliti kekurangan-kekurangan diri sendiri, sangat bermanfaat dan membuat kita tak punya waktu untuk meneliti kekurangan-kekurangan orang lain yang sia-sia," tulis Kyai Gus Mus dalam akun twitternya @ gusmusgusmu

 

Kata Kyai Gus Mus lagi via akun twitternya, " Mengapa kita habiskan waktu kita hanya untuk mengoreksi org lain? Mengoreksi diri kita sendiri lebih perlu dan lebih berguna,"

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun