Â
" Sebagai aparatur tugasnya kan hanya bekerja. Tak usah banyak omong," katanya.Â
Â
Saya kira dia benar. Tugas seorang pelayan rakyat adalah bekerja. Hasilkan karya. Melayani, bukan mengumbar kata dan pernyataan. Apalagi yang kontroversi. Sudah terlalu sesak ruang publik ini dijejali oleh omongan-omongan bombastis yang hanya mengumbar sensasi dan bikin gaduh. Telinga publik, sudah terlalu banyak berdenging oleh kegaduhan demi kegaduhan. Terutama yang ditabuh para elit yang sedang manggung. Padahal rakyat tak butuh kata, tapi bukti nyata.Â
Â
Dia pun kembali berkata," Di atas langit, masih ada langit, jadi untuk apa petantang-petenteng, merasa paling hebat. Bekerja sajalah, karena itu yang ditunggu rakyat. Jangan banyak cari kambing hitam. Realisasikan saja janji-janji politiknya, toh banyak yang belum ditepati," katanya.
Â
Mendengarnya saya pun tercenung. Lalu teringat sepenggal petuah dari seorang kyai kharismatis yang sangat dihormati kalangan nahdliyin. Bahwa pemimpin yang bijak itu, yang irit cakap, tapi banyak bekerja. Pemimpin yang baik adalah yang sederhana dan memberi contoh. Juga merakyat. Saya kira, seharusnya begitu seorang pemimpin. Irit kata, tapi banyak bekerja. Dan, tak perlu pula banyak mencemooh orang. Apalagi sampai menggoblok-kan orang.Â
Â
Dia pun menyayangkan pernyataan Ahok. Dan dengan terus terang dia mengaku terhina dengan usulan Ahok itu. Kata dia, bila memang ada lulusan IPDN yang salah, tak lantas kemudian disimpulkan semua lulusan IPDN Â semuanya salah. Tak bisa hanya untuk membasmi satu tikus dalam lumbung, maka lumbung yang harus dibakar. Itu namanya tindakan gegabah. Bahkan mungkin goblok. Untuk pendapat ini, saya sepakat.Â
Â