[caption caption="Mendagri Tjahjo Kumolo"][img]https://assets.kompasiana.com/items/album/2015/09/03/mendagri-tjahjo-kumolo-55e84b36dc9373ed043ea02a.jpg?v=300&t=o[/img][/caption]
Pada hari Kamis, 3 September 2015, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, kedatangan tamu istimewa. Tamu istimewa itu, adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Pandjaitan. Usai bertemu Luhut, Mendagri langsung dikerubuti para wartawan yang sudah menunggu sejak tadi.Sebagai Wakil Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dimana Luhut adalah ketuanya, tentu pernyataan dari Mendagri sangat ditunggu, menanggapi isu pencopotan Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso yang ramai diberitakan.
Pertanyaan demi pertanyaan pun di sodorkan ke Mendagri. Salah satu pertanyaan yang diajukan seorang wartawan terkait dengan kinerja Komjen Buwas dalam memberantas korupsi. Wartawan yang mengajukan pertanyaan itu, ingin mengetahui penilaian Mendagri selaku Wakil Ketua Kompolnas terhadap kinerja Jenderal Buwas dalam pemberantasan korupsi.Menteri Tjahjo menjawab, bahwa yang perlu digarisbawahi oleh semua orang, pemerintah akan melawan habis-habisan terhadap seluruh mafia yang terbukti menghambat perekonomian nasional. Misalnya yag melakukan monopoli-monopoli, bakal dikikis habis.
" Tapi pemerintah memberikan kesempatan peluang pada pengusaha, kepada BUMN, untuk mencari keuntungan untuk bersama melaksanakan sebuah pekerjaaan dari APBN," kata Menteri Tjahjo.
Namun ia mengingatkan, jangan sampai dalam berbisnis, kemudian ada dikte-dikte terhadap pemerintah. Intinya, jangan sampai melawan pemerintah. Apalagi, sampai mengabaikan aturan yang berlaku. Atau menyepelekan hukum. Jadi, misalnya kalau kepolisian, atau pun KPK, melakukan penggeledahan, tentu itu sudah dipikirkan matang-matang. Tak mungkin, aparat penegak hukum gegabah, asal geledah.
"Saya kira kepolisian dalam melaksanakan tugas itu sudah clear. Tidak mungkin kepolisian, kejaksaan, atau KPK menangkap orang, menggeledah orang, tanpa ada alat bukti yang cukup," kata dia.
Penggeledahan itu tak sembarangan. Dan tak bisa dilakukan seenak dewek. " Menggeledah pun, tanpa harus, eh nanti besok kantormu mau saya geledah. Kan enggak mungkin. geledah ya harus diem-diem dong." katanya.
Kalau penggeledahan kulonuwun dulu, atau ngomong-ngomong dulu, bisa saja kata Menteri Tjahjo, bukti-bukti yang terkait dengan kasus yang tengah diselidiki dibersihkan dulu." Kalau sebelumnya ngomong, ya dibersihkan dulu dong. Di semprot dulu dong kalau ada nyamuk dan lainnya. Namanya penggeledahan oleh Polri, Kejaksaan, KPK, tidak ada pemberitahuan dong," kata dia.
Tiba-tiba seorang wartawan menyela dengan pertanyaan lain, menanyakan, apakah dalam isu mutasi Jenderal Buwas, mafia bermain? Mendengar pertanyaan itu, Mendagri menjawab, bahwa ia tak mau komentar itu.
"Saya tidak komentar itu, pokoknya aparat hukum punya hak-hak sepanjang alat bukti itu cukup, termasuk penggeledahan, penyadapan juga ada aturan-aturannya," kata Tjahjo.
Menteri Tjahjo pun kemudian menceritakan pengalamannya saat di panggil KPK. Ketika dipanggil KPK, kepadanya disampaikan laporan bahwa banyak kepala daerah yang terindikasi dengan masalah lahan, pertambangan dan lain-lain.
" Kami diskusi, bapak optimalkan dulu pencegahan. KPK oke, sepakat dengan kita akan mempertegas masalah pencegahan ini,"kata dia.
Pertanyaan lain muncul dilontarkan wartawan lainnya. Wartawan itu menanyakan, apakah isu pencopotan Buwas, bagian dari bentuk pendiktean? Mendagri pun menjawab, bahwa tadi sudah dijelaskan oleh Menkopolhukam, urusan promosi, mutasi, pergantian atau pergeseran mulai dari pangkat Kombes ke atas itu kewenangan Wanjakti dan Kapolri. Pemerintah tidak ikut campur.
" Urusan apa definisi kegaduhan bapak Menko juga sudah menjelaskan. Sekarang kalau ada penggeledahan apakah perlu undangan dari Polri, Jaksa atau KPK," ujarnya.
Sebuah pertanyaan kembali dilontarkan. Kali ini, pertanyaannya cukup menohok, meminta penilaian Mendagri atas sepakterjang Jenderal Buwas selama jadi Kabareskrim." Saya tidak bisa komentar secara pribadi," jawab Mendagri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H