Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Menteri Menjadi Penyair Dadakan

10 Oktober 2011   14:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:07 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dinyana, bila orang nomor satu di Kementerian Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, bisa menjadi penyair dadakan. Di Kepulauan Miangas,yang masuk wilayah Kabupaten Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, merasa teraduk-aduk perasaannya, lalu lahirlah puisi dadakannya.

Setelah kaki, dan mata, menginjak dan merekam Pulau Miangas, beranda depan Indonesia nun jauh di pelupuk Jakarta, dan sebuah tanah, tanda kedualatan negeri, yang selama ini, sekedar disebut bibir, Gamawan dada dan jiwanya terasa teraduk. Inspirasi pun muncul tanpa bisa ditolak. Lahirlah puisi, yang ia tak duga bisa dibuat usai mengunjungi tanah Miangas.

Gamawan, yang baru pertama menginjak Miangas, hatinya tersentuh. Sebagai pejabat dan orang nomor satu di Kementerian Dalam Negeri, apalagi sekarang ia di daulat sebagai Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan, tentuwilayah perbatasan yang jadi konsen dari badan yang dipimpinnya, harus benar-benar di perhatikan, tak hanya dengan program yang sifatnya teknis. Namun juga dengan sentuhan hati.

Pagi hari, pada 7 Mei 2011, ia dan rombongan dari BNPP, berangkat dari Jakarta. Dalam pesawat yang membawanya, ia sudah tak sabar, ingin melihat dan merekam langsung dan merasakan ruap udara dari Miangas, beranda depan Indonesia, yang langsung dengan Filipina. Miangas sendiri adalah sebuah pulau terluar milik Indonesia, berhadapan langsung dengan Filipina. Dari laman Wikipedia, dicatatkan, bahwa Miangas, adalah pulau yang tergabung dalam gugusan kepulauan Nanusa.

Luas pulau itu, sekitar 3,15 km persegi. Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Penduduk yang mendiami pulau itu, kurang lebih 678 jiwa, itu data 2003 dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Disana, perkawinan dengan warga Filipina sudah biasa. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso.

Wikipedia, juga menyebutkan Belanda menguasai pulau ini sejak tahun 1677. kemudian, Filipina sejak 1891 memasukkan Miangas ke dalam wilayahnya. Lalu, Belandabereaksi dengan mengajukan masalah Miangas ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Putusan mahkamah, dengan hakim Max Huber pada tanggal 4 April 1928, memutuskan Miangas menjadi milik sah Belanda, sementara Filipina sendiri, kemudian menerima keputusan tersebut.

Dalam ceritanya, Gamawan, menuturkan, perjalanan ke Miangas, cukup menguras tenaga. Maklum jarak dari ibukota kabupaten, ke Miangas tak bisa ditempuh dengan pesawat, harus menggunakan kapal laut. Miangas sendiri masuk dalam wilayah Kabupaten Talaud, sebuah kabupaten di Sulawesi Utara. Dari Jakarta, kata Gamawan, harus menggunakan pesawat ke Manado. Dari Manado, nyambung terbang ke Kota Melongwane, ibukota Kabupaten Talaud. Baru dari Melongwane, menggunakan kapal Pelni menuju Pulau Nanusa. Dari Nanusa, kapal langsung menuju Miangas. ” Sekitar 12 jam, perjalanan dari Melongwane ke Miangas,” katanya.

Ia merasa terharu, saat tiba di Miangas, sambutan hangat menanti. Anak-anak sekolah berbaris, sembari melambaikan kibaran bendera merah putih. Dadanya berdegup, maklum Miangas adalah beranda terjauh Indonesia, di sebelah utara. Apalagi, saat ia disambut dengan upacara adat ala Miangas. Ia merasatak sedang jauh dari rumah.

Sebagai Kepala BNNP, ia pun bertekad, agar semboyan yang kerap di ucapkan, dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rotte, tak sekedar semboyan. Tapi itu adalah batas kedaulatan Indonesia, yang harus disentuh dan diperhatikan dengan hati. Usai menginjak kaki di Miangas, entah mengapa, ia tergerak untuk membuat puisi. Jadilah, sebuah puisi, ungkapan hati dari seorang Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri, sekaligus Kepala BNPP, dengan judul Miangas.

Miangas……


Disudut samudera pasifik yang biru.


Dibatas cakrawala yang kelabu


Di utara tanah airku.




Itu bait pertama dari puisinya. Di bait kedua, ia mencoba menggambarkan betapa ia begitu menyatu dengan Miangas, yang dikunjunginya.


Telah lama bibirku menyebut kata itu, karena engkau terdepan dalam jajaran nusantaraku, engkaulah penunggu pantai kita yang setia, engkaulah penjaga musim nan abadi, engkaulah yang selalu mengibarkan merah putih menjulang ke angkasa





Pulau Miangas, yang dikepung hamparan biru samudera Pasifik, menjadi latar bait ketiga puisinya. Gamawan, seakan ingin menegaskan, meski terpisah oleh bentangan lautan, Miangas adalah tapal kedaulatan negeri. Milik ibu pertiwi dan bagian sah dari tanah air.

Kini...di redup batas yang biru, Aku hadir disini dalam pangkuanmu, dibawah terik matahari yang membakar semangatku, dibawah nyiur yang melambai dan dalam bathinku yang haru biru.

Di bait berikutnya, Gamawan dengan penuh gelora, menegaskan, apapun yang terjadi Miangas, harga mati kedaulatan. Tanah sah Indonesia, tumpah darah yang harus dipertahankan dengan jiwa dan raga.


Miangas...


Takkan lama aku disini, karena senja makin temaram dan bahtera telah berlayar menjemputku.


Tapi, jangan engkau hapus rinduku karena waktu, abadikan namaku disini, diantara deru angin yang selalu berganti, diantara musim yang terus berubah dan dicelah celah karang yang setia menanti.


Sebentar lagi fluit kapal yang ketiga nyaring terdengar . Itu pertanda kita segera berpisah.


Jangan ucapkan selamat jalan, tak sanggup aku mendengar kata itu, karena aku ingin kembali kesini,


dibawah angkasa berlangit cerah, dibawah cahaya bintang gemintang, diantara deburan ombak yang terus bernyanyi. diantara senyum tulus engkau disini.


Miangas…


tetaplah engkau bersama kami, dalam pangkuan bunda pertiwi dan dalam rinduku yang selalu menanti.





Puisi itu, urai Gamawan, hanya ungkapan hati yang spontan saja keluar, begitu ia selesai mengunjungi Miangas. Di Talaud, runutan bait puisi itu di selesaikannya, saat ia akan kembali lagi ke Jakarta, meninggalkan Miangas, dimata hatinya tertambat disana.

Ia pun bertekad, Miangas, jangan sampai bernasib sama dengan Sipadan dan Ligitan.ia akan merasa sedih dan bersalah, bila Miangas, berpisah dari pangkuan ibu pertiwi.

” Dari Sabang sampai Merauke, dariMiangas sampai Pulau Rotte, itulah Indonesia, ” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun